Memahami Kinerja Keuangan Perusahaan: Pengertian, Indikator, dan Contoh Penggunaan

PT Telkom Indonesia dan PT Gudang Garam adalah dua perusahaan yang memiliki kinerja keuangan excellent dan masuk 2000 perusahaan dunia versi Forbes. Telkom Indonesia nangkring di urutan ke-659 (2016), sedangkan Gudang Garam di urutan ke-1.387 pada tahun yang sama. Kriteria dan indikator urutan rangking tersebut didasarkan pada beberapa faktor, antara lain pencapaian Omset, Laba, Aset dan Kapitalisasi Pasar.

Untuk lebih jelas dan lengkap pemahaman kita tentang apa saja indikator kinerja keuangan perusahaan sehingga masuk dalam daftar 2000 perusahaan kelas dunia, mari ikuti pembahasan indikator kinerja keuangan lainnya dari dua perusahaan tersebut berikut ini.

 

01: Analisis Kinerja Keuangan PT Telkom Indonesia

Sekilas tentang PT Telkom Indonesia Tbk

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk adalah satu perusahaan yang fokus di industri telekomunikasi di Indonesia

Perusahaan ini memperoleh peringkat triple ‘A’ dari Pefindo untuk tahun 2012, 2013, 2014, 2015 ini bertengger di ranking #659 Forbes The Global 2000 tahun 2016.

Perhatikan data-data keuangan Telkom berikut ini:

Financial Review Telkom

Indikator Kinerja Keuangan

Untuk melakukan analisis digunakan data Laporan keuangan Telkom. Sebagai informasi untuk memperoleh data Laporan Keuangan perusahaan tbk atau yang sudah go public, anda bisa memperolehnya di IDX ( Indonesia Stock Exchange – Burse Efek Indonesia )

 

A. Pendapatan Telkom Indonesia

Bila kita menengok laporan Laba Rugi Telkom Indonesia tahun 2014 dan 2015 akan diperoleh data-data sebagai berikut :

Contoh Laporan Laba Rugi Telkom tahun 2015
Laporan Laba Rugi

Pada tahun 2015 pendapatan usaha meningkat sebesar 14,2% dari Rp 89.696 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 102.470 miliar pada tahun 2015.

Hal ini mendorong laba bersih Perseroan tahun 2015 meningkat sebesar Rp 1.018 miliar, atau 7% dari Rp 14.471 miliar pada 2014 menjadi Rp 15.489 miliar pada tahun 2015.

Peningkatan pendapatan di tahun 2015 terutama disebabkan oleh peningkatan data, internet dan jasa teknologi informatika, pendapatan seluler serta pendapatan jasa telekomunikasi lainnya.

Sumber pendapatan utama Telkom ada enam, yaitu dari layanan Telepon Seluler, Telepon Tidak Bergerak, Data, Internet dan Jasa Teknologi Informatika, Interkoneksi, Jaringan, Telekomunikasi Lainnya.

Komposisi pendapatan dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

komposisi pendapatan telkom

#1. Pendapatan Telepon Seluler

Pendapatan telepon seluler meningkat sebesar Rp 2.995 miliar, atau 8,7%, dari Rp 34.290 miliar pada 2014 menjadi Rp 37.285 miliar pada 2015.

Dan, pendapatan pemakaian meningkat sebesar Rp 2.831 miliar, atau 8,6%, dari Rp 32.972 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 35.803 miliar di tahun 2015 karena peningkatan jumlah pelanggan, pasca bayar maupun prabayar, sebesar 8,6%.

Pendapatan fitur meningkat sebesar Rp 299 miliar atau 39,8% dari Rp 751 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 1.050 miliar di tahun 2015 disebabkan meningkatnya penggunaan fitur seluler oleh pelanggan.

Sedangkan, peningkatan ini dikompensasi dengan penurun pendapatan abonemen bulanan sebesar Rp 135 miliar atau 23,8% dari Rp 567 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 432 miliar di tahun 2015.

Pendapatan seluler menyumbang 36,3% dari pendapatan konsolidasian pada tahun yang berakhir pada 31 Desember 2015

#2. Pendapatan Telepon Tidak Bergerak

Pendapatan telepon tidak bergerak menurun sebesar Rp 602 miliar, atau 7,1%, dari Rp 8.435 miliar pada 2014 menjadi Rp 7.833 miliar pada 2015.

Penurunan pendapatan telepon tidak bergerak terjadi karena penurunan pendapatan pemakaian sebesar Rp 712 miliar, atau 13,3%, terjadi karena penurunan pemakaian lokal dan SLJJ. Hal ini disebabkan penghentian layanan Flexi.

Penurunan tersebut juga dikompensasi dengan meningkatnya pendapatan abonemen sebesar Rp 124 miliar, atau 4,6%.

#3. Pendapatan Data, Internet dan Jasa Teknologi Informatika

Pendapatan data, intenet dan jasa teknologi informasi menyumbang 46,6% dari pendapatan konsolidasian pada tahun yang berakhir 31 Desember 2015 dibandingkan 42,2% pada 31Desember 2014.

Dan, pendapatan data, internet dan jasa teknologi informasi meningkat sebesar Rp 10.012 miliar, atau 26,5%, dari Rp 37.808 miliar pada 2014 menjadi Rp 47.820 miliar pada 2015.

Peningkatan pendapatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan internet komunikasi sebesar Rp 2.445 miliar, atau 24,5%.

Peningkatan ini dipicu pertumbuhan pelanggan IndiHome dan internet data seluler sebesar Rp 6.102 miliar, atau 45,0%.

Selain itu juga dipicu oleh pertumbuhan pemakaian data mobile broadband sebesar 31,2 juta pelanggan di tahun 2014 menjadi 43,8 juta pelanggan di tahun 2015 karena tingginya penggunaan smartphone (3G/4G).

Pendapatan SMS meningkat sebesar Rp 1.098 miliar atau 7,8% dari Rp 14.034 miliar pada 2014 menjadi Rp 15.132 miliar pada 2015 karena keberhasilan implementasi cluster-based pricing.

#4. Pendapatan Interkoneksi

Pendapatan interkoneksi terdiri dari pendapatan interkoneksi dari sambungan telepon tidak bergerak Telkom dan pendapatan interkoneksi dari jaringan seluler Telkomsel.

Dan, pendapatan interkoneksi termasuk sambungan langsung internasional incoming dari layanan SLI (TIC-007).

Pendapatan interkoneksi menurun sebesar Rp 418 miliar, atau 8,9% dari
Rp 4.708 miliar pada 2014 menjadi Rp 4.290 miliar pada 2015.

Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan panggilan interkoneksi domestik sebesar Rp 632 miliar atau 21,7%. Dan, dikompensasi oleh peningkatan pendapatan interkoneksi internasional sebesar  Rp 214 miliar atau 11,9%.

#5. Pendapatan Jaringan

Pendapatan jaringan menurun sebesar Rp 49 miliar, atau 3,8%, dari Rp 1.280 miliar di 2014 menjadi Rp 1.231 miliar pada 2015.

Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan pada pendapatan sewa transponder satelit sebesar Rp 158 miliar, atau 23,6%, dari Rp 670 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 512 miliar di tahun 2015.

Namun bisa  dikompensasi dengan peningkatan pendapatan sewa sirkit sebesar Rp 109 miliar atau 17,9%

#6. Pendapatan Telekomunikasi Lainnya

Pada 2015, pendapatan Telkom dari pendapatan telekomunikasi lainnya meningkat sebesar Rp 836 miliar, atau 26,3%, dari Rp 3.175 miliar pada 2014 menjadi Rp 4.011 miliar pada 2015.

Peningkatan pendapatan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya penjualan handset sebesar Rp 934 miliar, atau 160,5%.

Peningkatan pendapatan Call Center sebesar Rp 222 miliar, atau 49,8%, yang dikompensasi dengan penurunan pendapatan CPE sebesar Rp 230 miliar atau 51,0%

#7. Pendapatan Lain

Pendapatan lain meningkat sebesar Rp 426 miliar dari Rp 1.074 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 1.500 miliar pada tahun 2015.

 

B. Beban Usaha Telkom Indonesia

komposisi beban usaha telkom

Jumlah beban meningkat sebesar Rp 9.988 miliar, atau 16,2% dari Rp 61.564 miliar pada 2014 menjadi Rp 71.552 milyar pada 2015.

Komposisi beban dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

#1. Beban Operasi, Pemeliharaan dan Jasa Telekomunikasi

Beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi meningkat sebesar Rp 5.828 miliar, atau 26,1%, dari Rp 22.288 miliar pada 2014 menjadi Rp 28.116 miliar pada 2015.

Peningkatan beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi lainnya juga disebabkan oleh hal-hal berikut:

  1. Beban operasi dan pemeliharaan meningkat sebesar Rp 3.831 miliar, atau 32,4%, disebabkan oleh meningkatnya beban yang terkait dengan pemeliharaan jaringan untuk meningkatkan kinerja bisnis seluler dan IndiHome;
  2. Beban pokok penjualan handset meningkat sebesar Rp 1.072 miliar, atau 254,6%, dari Rp 421 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 1.493 miliar di tahun 2015.Peningkatan ini disebabkan meningkatnya program bundling
  3. Peningkatan beban sewa sirkit dan CPE sebesar Rp 626 miliar, atau 82,6% yang digunakan untuk operasional dan pemeliharaan sirkit langganan.Peningkatan di atas dikompensasi dengan penurunan sewa tower sebesar Rp 419 miliar, atau 39,3% dan beban lain-lain sebesar Rp 244 miliar atau 94,6%.

#2. Beban Penyusutan dan Amortisasi

Beban penyusutan dan amortisasi meningkat sebesar Rp 1.403 miliar, atau 8,2%, dari Rp 17.131 miliar pada 2014 menjadi Rp 18.534 miliar pada 2015.

Peningkatan ini disebabkan peningkatan aset yang dimiliki perusahaan untuk mendukung pelayanan kepada pelanggan dan percepatan pencatatan penyusutan aset bisnis sambungan nirkabel.

Nilai aset bisnis sambungan nirkabel telah disusutkan secara penuh senilai Rp 545 miliar.

#3. Beban Karyawan

Beban karyawan meningkat sebesar Rp 2.087 miliar, atau 21,3%, dari
Rp 9.787 miliar pada 2014 menjadi Rp 11.874 miliar pada 2015.

Peningkatan tersebut berasal dari peningkatan beban insentif karyawan sebesar Rp 1.043 miliar, atau 32,8%, sejalan dengan meningkatnya kinerja perusahaan dan beban terkait program pensiun dini sebesar Rp 683 miliar.

Hal ini juga berakibat pada peningkatan beban PPh Karyawan sebesar Rp 315 miliar, atau 23,9% dari Rp 1.317 miliar di tahun 2014 menjadi
Rp 1.632 miliar ditahun 2015.

#4. Beban Interkoneksi

Beban interkoneksi menurun sebesar Rp 1.307 miliar, atau 26,7%, dari
Rp 4.893 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 3.586 miliar pada tahun 2015.

Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya beban interkoneksi domestik sebesar Rp 1.288 miliar, atau 35,4% dan beban interkoneksi internasional Rp 19 miliar, atau 1,5% karena diskon tarif antar operator.

#5. Beban Pemasaran

Beban pemasaran meningkat sebesar Rp 183 miliar, atau 5,9%, dari Rp 3.092 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 3.275 miliar pada tahun 2015.

Peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan beban iklan dan promosi sebesar Rp 142 miliar, atau 5,9% yang disebabkan oleh gencarnya promosi 4G LTE dan IndiHome Triple Play.

#6. Beban Umum dan Administrasi

Beban umum dan administrasi meningkat sebesar Rp 241 miliar, atau 6,1%, dari Rp 3.963 miliar pada 2014 menjadi Rp 4.204 miliar pada tahun 2015.

Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan provisi penurunan nilai piutang sebesar Rp 226 miliar, atau 28,8%.

#7. Laba (rugi) selisih kurs – bersih

Laba Rugi selisih kurs bersih meningkat sebesar Rp 32 miliar,dari sebesar Rp 14 miliar pada tahun 2014 menjadi sebesar Rp 46 miliar pada tahun 2015.

#8. Beban Lain-lain

Beban lain-lain meningkat sebesar Rp 1.521 miliar dari Rp 396 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 1.917 miliar pada tahun 2015.

 

C. Laporan Posisi Keuangan (Neraca) PT Telkom Indonesia

#1. Aset

Tabel berikut menyajikan informasi yang berhubungan dengan aset Perusahaan.

aset telkom
Komponen Laporan Posisi Keuangan

Pada 31 Desember 2015, total aset menunjukkan peningkatan sebesar 17,2% dari Rp 141.822 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 166.173 miliar di tahun 2015.

Komposisi aset lancar dan aset tidak lancar pada tahun 2014 dan 2015 dari tabel di atas dapat jelaskan sebagai berikut :

1. Aset Lancar

Pada tanggal 31 Desember 2015 posisi aset lancar mencapai Rp 47.912 miliar dibandingkan Rp 34.294 miliar pada 31 Desember 2014.

Peningkatan aset lancar terutama disebabkan oleh :

  • peningkatan kas dan setara kas sebesar Rp 10.445 miliar atau 59,1 % berupa kenaikan deposito berjangka.
  • adanya peningkatan pajak dibayar dimuka sebesar Rp 1.782 miliar, atau 200,2% terkait kebijakan insentif pajak.
  • peningkatan uang muka dan beban dibayar dimuka sebesar Rp 1.106 miliar, atau 23,4 %
  • peningkatan piutang usaha pihak ketiga sebesar Rp 289 miliar, atau 4,7 %.

Peningkatan di atas sebagian dikompensasi oleh menurunnya restitusi pajak sebesar Rp 225 miliar atau 77,3%.

2. Aset Tidak Lancar

Pada tanggal 31 Desember 2015, posisi aset tidak lancar mencapai Rp 118.261 miliar dibandingkan Rp 107.528 miliar pada 2014.

Peningkatan aset tidak lancar terutama disebabkan oleh:

  • Peningkatan aset tetap sebesar Rp 8.891 miliar, atau9,4%;
  • Dan, peningkatan uang muka dan aset tidak lancar lainnya sebesar Rp 674 miliar, atau 10,4%; serta
  • Peningkatan aset tak berwujud sebesar Rp 593 miliar atau 24,1%.

 

#2. Liabilitas

Tabel berikut menyajikan informasi yang berhubungan dengan liabilitas Perusahaan.

liabilitas telkom
elemen neraca

Total liabilitas perusahaan sampai dengan 31 Desember 2015 mengalami peningkatan sebesar 30,3%, dari Rp 55.830 miliar pada 2014 menjadi Rp 72.745 miliar pada tahun 2015.

Komposisi liabilitas jangka pendek dan jangka panjang pada tahun 2014 dan 2015 dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Liabilitas Jangka Pendek

Pada tanggal 31 Desember 2015, posisi liabilitas jangka pendek mencapai
Rp 35.413 miliar dibandingkan Rp 32.318 miliar pada 31 Desember 2014.

Peningkatan liabilitas jangka pendek terutama disebabkan oleh:

  • Peningkatan beban yang masih harus dibayar sebesar Rp 3.036 miliar, atau 58,3% sehubungan dengan provisi terminasi dini Tower Flexi.
  • Dan, peningkatan utang usaha sebesar Rp 1.632 miliar atau 13,2%; dan
  • Peningkatan utang pajak sebesar Rp 897 miliar, atau 37,8%.

Peningkatanan di atas sebagian dikompensasi oleh menurunnya pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun sebesar Rp 2.057 miliar, atau 34,9% dan utang bank jangka pendek sebesar Rp 1.208 miliar, atau 66,7%

2. Liabilitas Jangka Panjang

Pada 31 Desember 2015 posisi liabilitas jangka panjang mencapai Rp 37.332 miliar dibandingkan Rp 23.512 miliar pada 31 Desember 2014.

Liabilitas jangka panjang mengalami peningkatan dari utang bank sebesar Rp 7.556 miliar atau 95,9%.

Hal ini sebagian besar disebabkan medium-term loans Telkomsel sebesar Rp 5.061 miliar dan obligasi dan wesel bayar sebesar Rp 7.260 miliar atau 324,3%, sehubungan dengan penerbitan obligasi berkelanjutan tahap I tahun 2015.

 

#3. Ekuitas

Tabel berikut menyajikan informasi yang berhubungan dengan ekuitas perusahaan.

ekuitas telkom

Jumlah ekuitas meningkat sebesar Rp7.436 miliar, atau 8,6%, dari Rp85.992 miliar pada 31 Desember 2014 menjadi Rp 93.428 miliar pada 31 Desember 2015.

Peningkatan jumlah ekuitas terutama disebabkan oleh peningkatan jumlah laba komprehensif tahun berjalan sebesar Rp 23.948 miliar pada 31 Desember 2015.

Sebagai hasilnya, laba ditahan mengalami peningkatan sebesar Rp 7.220 miliar, atau 11,4%.

Total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat sebesar Rp 7.415 miliar atau 10,9% dari Rp 67.721 miliar pada tanggal 31 Desember 2014 menjadi Rp 75.136 miliar pada tanggal 31 Desember 2015.

D. Rasio-rasio Keuangan PT Telkom

Tabel berikut menyajikan informasi yang berhubungan dengan rasio-rasio keuangan Perusahaan yang dapat digunakan sebagai indikator kinerja keuangan perusahaan

rasio keuangan
financial ratio

Baca juga : Cara Menilai Kinerja Keuangan Bank

 

#1: Return On Assets  (ROA)

Hasil perhitungan ROA merupakan analisis laporan keuangan untuk menilai laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dibagi jumlah aset pada 31 Desember akhir tahun.

Dan, Return On Assets (ROA) Telkom menunjukkan penurunan menjadi 9,3% di tahun 2015 dari posisi 10,2% pada tahun 2014.

#2: Return on Equity (ROE)

ROE merupakan analisis laporan keuangan untuk menilai laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dibagi jumlah ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 31 Desember akhir tahun.

Nilai Return On Equity (ROE) Telkom mengalami sedikit penurunan menjadi 20,6% pada tahun 2015, dari posisi 21,4% di tahun 2014.

Rasio Margin Usaha merupakan analisis laporan keuangan yang diperoleh dari perbandingan antara laba bruto dan total pendapatan.

Nilai Rasio Margin Usaha Telkom Tbk  pada tahun 2015 sebesar 31,6% . Sedikit turun dari tahun 2014 yang berada pada posisi  32,6% .

Nilai sebesar 31,6% berarti jumlah laba kotor sebesar 31,6% dari volume penjualan. Hal ini juga mencerminkan bahwa keadaan operasional Telkom semakin baik.

Rasio Lancar merupakan analisis laporan keuangan yang dihitung dari Aset Lancar dibagi Liabilitas Jangka Pendek pada 31 Desember akhir tahun. Penjelasan lebih lanjut ada di bagian kemampuan membayar utang.

Rasio Liabilitas terhadap Ekuitas merupakan analisis laporan keuangan yang dihitung dari jumlah liabilitas dibagi ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 31 Desember akhir tahun.

Penjelasan lebih lanjut ada di bagian kemampuan membayar utang.

Rasio Liabilitas terhadap Jumlah Aset merupakan analisis laporan keuangan yang dihitung dari jumlah Liabilitas dibagi jumlah Aset pada 31 Desember akhir tahun.

Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai Rasio Liabilitas terhadap Jumlah Aset Telkom tahun 2015 sebesar 43,8, naik dari tahun 2014 yang sebesar 39,4.

Nilai ini mencerminkan bahwa :

43,8% aset yang dimiliki oleh PT Telkom dibiayai dengan hutang, baik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek.Sedangkan 56,2% aset lainnya dibiayai dengan Modal.

Dari rasio solvabilitas ini menunjukkan perusahaan masih baik.

Perusahaan masih memiliki modal 56,2% dari asetnya, sehingga masih memiliki kemampuan yang baik untuk melunasi semua hutang yang ada.

 

E: Kemampuan Membayar Utang

Telkom memiliki kemampuan membayar hutang yang sangat baik, tercermin dari beberapa rasio keuangan di antaranya:

Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio), Rasio utang terhadap EBITDA (debt to EBITDA) dan Rasio EBITDA terhadap beban bunga (times interest earned ratio).

Kemampuan Perusahaan membayar utangnya, baik jangka pendek ataupun jangka panjang, sangat dipengaruhi oleh sumber likuiditas Perusahaan.

1. Liabilitas Jangka Pendek

Kemampuan Perusahaan untuk membayar liabilitas jangka pendeknya dapat dilihat melalui rasio-rasio pada tabel berikut:

rasio kemampuan telkom membayar hutang jangka pendek tahun 2014-2015

Rasio lancar menggambarkan bagaimana perusahaan menjamin liabilitas jangka pendek dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki.

Seperti data pada tabel diatas, rasio lancar periode 2015 cukup tinggi, yakni sebesar 135,3%.

Hal ini berarti jumlah aset lancar yang dimiliki oleh Telkom pada periode tersebut sebanyak 1,35 kali lipat dari jumlah liabilitas jangka pendeknya.

Dapat juga diartikan bahwa:  setiap Rp 1,- liabilitas jangka pendek dijamin oleh Rp 1,35,- aset lancar perusahaan.

Dengan demikian, maka kemampuan perusahaan dalam melunasi liabilitas jangka pendek dengan menggunakan aset lancarnya dapat dikatakan baik.

***

Jika dilihat berdasarkan dari hasil perhitungan rasio cepat, kondisi perusahaan juga baik.

Rasio cepat mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun 2014 yang sebesar 104,6% menjadi 133,8% pada tahun 2015.

Hal ini menggambarkan bahwa : Rp 1,- aset lancar djamin Rp 1,33- liabilitas jangka pendek.

Berdasarkan hasil perhitungan rasio kas mengalami kenaikan dari 63,3% di tahun 2014 menjadi 87,4% pada tahun 2015.

Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan KAS dan SURAT BERHARGA yang dimiliki oleh perusahaan baik.

 

2. Liabilitas Jangka Panjang

Kemampuan Perusahaan untuk membayar utang jangka panjang dapat dilihat melalui rasio-rasio pada tabel di bawah ini:

rasio kemampuan telkom membayar hutang jangka panjang

Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai Debt to Equity Ratio (DER) Telkom sebesar 37,0% di tahun 2015, naik dari posisi 27,3% di  2014.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh kenaikan pada ekuitas lebih besar dibanding dengan kenaikan yang terjadi pada liabilitas perusahaan.

Rasio tersebut menginformasikan bahwa : Kreditor menyediakan 37% dari 100% modal yang disediakan oleh para pemegang saham.

Demikian contoh analisis kinerja keuangan PT Telkom Indonesia.

***

Dan untuk menambah wawasan tentang analisis kinerja perusahaan berikut kami sajikan pembahasan dalam video pendek:

 

02: Analisis Kinerja Keuangan PT Gudang Garam

Sekilas tentang PT Gudang Garam, Tbk

PT Gudang Garam Tbk bergerak di sektor industri rokok dan kegiatan industri lainnya yang terkaitan dengan rokok.

Perusahaan yang mulai beroperasi komersial pada tahun 1958 dan tercatat pada bursa saham Indonesia pada tanggal 3 Desember 2007 ini memproduksi rokok kretek lengkap termasuk tar rendah, berbagai macam rendah nikotin dan rokok kretek tradisional.

Bagaimana kinerja keuangan Gudang Garam pada tahun 2015?

Sebelum kita menganalisis kinerja keuangan PT Gudang Garam Tbk, berikut ini kami sajikan data-data keuangan perusahaan yang diambil dari Forbes.

kinerja keuangan perusahaan adalah

 

A. Analisis Kinerja Keuangan PT Gudang Garam Tbk

Tools analisis laporan keuangan perusahaan yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan adalah menggunakan 5 rasio keuangan, yaitu rasio:

  1. Likuiditas
  2. Solvabilitas
  3. Profitabilitas
  4. Aktivitas
  5. Pasar

Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang sudah diaudit, dijadikan dasar untuk melakukan analisa.

Dari Laporan Laba Rugi PT Gudang Garam Tbk tahun 2014 dan 2015 kita dapat melihat data-data sebagai berikut:

 

analisis laporan keuangan perusahaan

Tahun 2015  perusahaan memperoleh pendapatan senilai Rp 70,36 triliun atau tumbuh 7,95% dibandingkan dengan tahun sebelumnya  (2014) sebesar Rp 65,18 triliun.

Dari pendapatan sebesar itu, perusahaan mencatat laba Rp 6,43 triliun pada 2015, tumbuh 19% dari Rp 5,41 triliun pada 2014.

Beban penjualan yang naik membuat pertumbuhan laba bersih sedikit tertekan.

Beban pokok penjualan menjadi Rp 54,88 triliun tahun 2015 dari Rp 51,8 triliun pada 2014.

Kenaikan beban pokok penjualan tersebut disebabkan oleh biaya produksi yang meningkat akibat kenaikan bahan baku.

Pada 2015, biaya produksi bahan baku tercatat Rp 13,43 triliun atau naik dari periode sebelumnya yang tercatat Rp 13,85 triliun.

Kenaikan beban penjualan juga didorong oleh biaya pita cukai, PPN dan pajak rokok menjadi Rp 37,68 triliun dari sebelumnya Rp 35,23 triliun.

 

B. Analisis Laporan Keuangan PT Gudang Garam Tbk

Sebagaimana disinggung pada paragraf di atas, ada 5 rasio analisis laporan keuangan yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja keuangan sebuah perusahaan.

Untuk menghitung rasio-rasio keuangan, kita akan menggunakan data laporan laba rugi  di atas dan neraca sebagai berikut :

contoh neraca keuangan

Dari data-data laporan laba rugi dan neraca PT Gudang Garam Tbk tahun 2014 dan 2015 selanjutnya kita hitung dan analisa rasio keuangan berikut ini :

 

#1. Rasio Likuiditas

Untuk menilai rasio likuiditas sebuah perusahaan digunakan Analisis rasio likuiditas Current Ratio. Berikut ini nilai current ratio Gudang Garam tahun 2014 dan 2015 :

rasio likuiditas - current ratio Gudang Garam
liquidity ratio

Current Ratio menggambarkan bagaimana perusahaan menjamin liabilitas jangka pendek dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki.

Seperti data pada tabel di atas, Current ratio periode 2015 sebesar 177,04%.

Hal ini berarti jumlah aset lancar yang dimiliki oleh Gudang Garam pada tahun 2015 sebesar 1,77 kali lipat dari jumlah liabilitas jangka pendeknya.

Bisa juga diartikan bahwa setiap Rp 1,- liabilitas jangka pendek dijamin oleh Rp 1,77,- aset lancar perusahaan.

Hal ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam melunasi liabilitas jangka pendek dengan  menggunakan aset lancarnya baik.

 

#2. Rasio Solvabilitas

Rasio Solvabilitas adalah analisis laporan keuangan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan segala kewajiban jangka panjangnya.

Untuk mengukur tingkat solvabilitas digunakan Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER). Nilai DAR dan DER PT Gudang Garam Tbk tahun 2014 dan 2015 adalah sebagai berikut :

Rasio Solvabilitas - DAR, DER Gudang Garam
solvability ratio

Deb to Asset Ratio (DAR)

Deb to Asset Ratio adalah analisis laporan keuangan untuk mengukur jumlah aset yang dibiayai oleh hutang. Rasio ini sangat penting untuk melihat solvabilitas sebuah perusahaan.

Bila dituliskan dalam sebuah formula, seperti ini :

cara menghitung Debt of Asset Ratio

Dari formula di atas, dapat diambil kesimpulan bila DAR nilainya semakin naik maka ini mencerminkan nilai aset yang dibiaya modal  semakin kecil sedangkan yang dibiayai dengan hutang semakin naik.

Otomatis beban bunga hutang yang ditanggung perusahaan semakin naik dan resiko perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka panjangnya semakin tinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai  Deb to Asset Ratio (DAR) PT Gudang Garam Tbk tahun 2015 sebesar 0,40. Turun sedikit dari tahun 2014 yang sebesar 0,43.

Nilai DAR sebesar 0,40 mencerminkan bahwa 40% aset yang dimiliki oleh PT Gudang Garam Tbk dibiayai dengan hutang, baik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek.

Sedangkan 60% aset lainnya dibiayai dengan Modal.

Ini mencerminkan Solvabilitas perusahaan masih baik. Perusahaan masih memiliki modal 60% dari asetnya,  sehingga masih memiliki kemampuan yang baik untuk melunasi semua hutang yang ada.

 

Deb to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) adalah analisis laporan keuangan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dengan cara membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas.

Rasio ini digunakan untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan bila dibandingkan dengan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham.

Bila dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Cara Menghitung Debt of Equity Ratio

Dari rumus di atas bisa disimpulkan bila nilai Debt to Equity Ratio (DER) semakin naik maka perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya.

Namun besarnya hutang harus dilihat dulu jenisnya, apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang.

Bila  jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang, hal ini masih bisa ditoleransi, karena besarnya hutang lancar sering disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat jangka pendek.

Tapi bila hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan akan mengalami gangguan likuiditas di masa yang akan datang.

Selain itu laba perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga pinjaman tersebut.

Melalui rumus di atas diperoleh nilai Debt to Equity Ratio (DER) Gudang Garam sebesar 0,67 di tahun 2015, turun tipis dari tahun 2014 yang sebesar 0,75.

Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan pada ekuitas tidak sebanding dengan kenaikan yang terjadi pada liabilitas perusahaan.

Rasio tersebut menginformasikan bahwa kreditor menyediakan 67% dari 100% modal yang disediakan oleh para pemegang saham.

Nilai Debt to Equity Ratio  (DER) sebesar 0,67 juga mengindakasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya.

 

#3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio-rasio keuangan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dalam hal profitabilitas sebuah perusahaan adalah:

  • Return On Assets (ROA),
  • Return On Equity (ROE),
  • Gross Profit Margin (GPM),
  • Operating Profit Margin (OPM),
  • Net Profit Margin (NPM).

Berikut ini rasio keuangan dari PT Gudang Garam Tbk :

rasio profitabilitas
Financial Ratio

 

Return On Assets  (ROA)

Return On Assets (ROA) adalah analisis laporan keuangan yang membagi antara laba bersih setelah pajak dengan rata-rata aset pada awal periode dan akhir periode.

Rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam mengelola setiap nilai aset yang mereka miliki untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.

Bila dituliskan dalam satu formula atau rumus adalah sebagai berikut :

cara menghitung Return On Asset - ROA

Dari formula di atas kita bisa menganalisis bahwa semakin tinggi nilai Return On Assets (ROA) sebuah perusahaan maka semakin baik pula kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya.

Idealnya semakin tinggi angka Return On Assets (ROA) maka semakin baik, hal ini bila dilhat dari sisi pengelolaan asetnya.

Namun tidak ada ketentuan besar Return On Assets (ROA) yang mencerminkan sebuah perusahaan baik atau tidak, maka salah satu yang bisa digunakan untuk menentukan Return On Assets (ROA) sebuah perusahaan ini baik atau tidak adalah adalah dengan membandingkan nilai Return On Assets (ROA) perusahaan lain yang sejenis dan sektor industri sejenis.

Return On Assets (ROA) Gudang Garam menunjukkan peningkatan sebesar 9,60% menjadi 10,16% di tahun 2015 dari posisi 9,27% pada tahun 2014.

Kenaikan ROA ini berarti Gudang Garam semakin baik dalam mengelola asetnya.

Return on Equity (ROE)

Pengertian Return on Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang membandingkan antara laba bersih (net profit) perusahaan dengan aset bersihnya (ekuitas atau modal).

Rasio ini mengukur berapa banyak laba yang dihasilkan oleh perusahaan dibandingkan dengan modal yang disetor oleh Pemegang Saham.

Bila dituliskan dalam sebuah formula adalah sebagai berikut :

cara menghitung Return On Equity

Dari formula tersebut kita bisa menganalisis bahwa semakin naik nilai Return On Equity (ROE) maka sebuah perusahaan cenderung baik. Terutama bila dilhat dari sisi pengelolaan ekuitasnya.

Nilai Return On Equity (ROE) Gudang Garam mengalami sedikit peningkatan sebesar 4,5% menjadi 16,98% pada tahun 2015, naik dari posisi 16,24% pada tahun 2014.

Nilai Return On Equity (ROE) ini mencerminkan Gudang Garam memiliki kemampuan yang semakin baik dalam mengelola ekuitasnya.

 

Gross Profit Margin (GPM)

Gross profit margin (GPM) adalah analisis laporan keuangan yang menghitung perbandingan antara penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dengan tingkat penjualan.

Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus berikut.
cara menghitung rasio GPM gudang garam

Dari formula tersebut kita menganalisis bahwa semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasional perusahaan.

Hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relative lebih rendah di bandingkan dengan penjualan, dan sebaliknya, semakin rendah gross profit margin (GPM), berarti semakin kurang baik operasional perusahaan.

Nilai Gross profit margin (GPM) PT Gudang Garam Tbk  pada tahun 2015 sebesar 22,01% . Naik dari tahun 2014 yang berada pada posisi  20,53% .

Nilai GPM sebesar 22,01% berarti jumlah laba kotor sebesar 22,01% dari volume penjualan.

Hal ini juga mencerminkan bahwa keadaan operasional Gudang Garam semakin baik.

 

Operating Profit Margin (OPM)

Rasio Operating Profit Margin (OPM) adalah analisa kinerja keuangan untuk pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan perbandingan antara laba usaha dan penjualan.

Operating profit margin merupakan rasio yang menggambarkan keuntungan murni yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan.

Operating profit dalam pengertian yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak.

Bila dituliskan dalam satu formula sederhana adalah sebagai berikut :

cara menghitung rasio OPM Gudang Garam

Dari formula di atas kita bisa menganalisis semakin tinggi operating profit margin (OPM) maka akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan.

Nilai operating profit margin (OPM) Gudang Garam pada tahun 2015 sebesar 14,30%. Naik 8,66% bila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 13,16%.

Hal ini juga berarti semakin baik operasi Gudang Garam.

 

Net Profit Margin  (NPM)

Rasio Net Profit Margin  (NPM) Gudang Garam pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 10,75%  menjadi 9,17% dari posisi 8,28% pada tahun 2014.

Kenaikan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan secara bertahap pada laba bersih dan total pendapatan perusahaan sehingga berdampak pada rasio net profit margin yang juga mengalami kenaikan pada tahun 2015.

Hal ini berarti bahwa pendapatan bersih yang diperoleh perusahaan karena adanya penjualan dalam kondisi yang baik karena mengalami peningkatan.

 

Return on Investment (ROI)

Satu lagi rasio analisa kinerja keuangan yang bisa digunakan untuk menilai kinerja keuangan, yaitu profitabilitas sebuah perusahaan. Rasio itu adalah rasio Return on Investment  (ROI).

Rasio Return on Investment (ROI) adalah analisis laporan keuangan yang menghitung perbandingan antara laba bersih setelah pajak dan total aktiva.

Bila dijabarkan dalam sebuah formula adalah sebagai berikut :

Return on Investment (ROI) Gudang Garam

Artinya rasio sebesar 10,20% mencerminkan bahwa penghasilan bersih yang di peroleh Gudang Garam adalah 10,20% dari total aktiva.

Kenaikan nilai ROI ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan total laba bersih perusahaan yang diikuti dengan peningkatan pada total aset yang dimiliki oleh perusahaan.

Kenaikan ini masih bisa di-optimalkan dengan meningkatkan pengelolaan investasinya.

 

#4. Rasio Aktivitas

Analisis kinerja keuangan yang digunakan untuk menilai aktivitas perusahaan adalah:

  • Inventory Turn Over (ITO),
  • Fixed Asset Turn Over (FATO) dan
  • Total Asset Turn Over (TATO).

rasio aktivitas gudang garam

Inventory Turn Over (ITO)

Inventory Turnover (ITO) adalah analisa kinerja keuangan yang mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merubah persediaan perusahaan menjadi uang kas.

Pada tahun 2015, ITO PT Gudang Garam Tbk sebesar 1,47 kali.

Angka tersebut mencerminkan bahwa dalam satu periode persediaan diganti sebanyak 1,47 kali.

Dari besarnya rasio tersebut dapat juga diketahui rata-rata waktu persediaan disimpan dalam gudang.

Caranya  dengan membagi jumlah hari dalam satu tahun dengan besarnya perputaran persediaan (360 hari : 1,47 kali), maka menghasilkan angka 244.

Artinya, persediaan disimpan di dalam gudang selama 244 hari.

PT Gudang Garam Tbk adalah produsen rokok yang tentu membutuhkan banyak persediaan karena  musim panen tembakau yang terjadi hanya enam (6) bulan sekali, sehingga mengharuskan perusahaan menyimpan banyak persediaan demi kelangsungan proses produksi.

 

Fixed Asset Turn Over (FATO)

Berdasarkan hasil perhitungan rasio  fixed asset turn over tahun 2015 sebesar 3,36 kali. Hasil tersebut mencerminkan bahwa setiap Rp 1,- aset tetap dapat menghasilkan Rp 3,43,- penjualan.

Rasio ini mengalami sedikit kenaikan dari tahun 2014 yang besarnya 3,31 menjadi 3,36 pada tahun 2015.

Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan pada aset tetap lebih besar daripada  pertambahan pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015.

Hal ini menandakan bahwa kinerja keuangan Gudang Garam mampu memaksimalkan kapasitas aset tetap yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan yang baik.

 

Total Asset Turn Over (TATO)

Total assets turnover (TATO) mengukur kinerja keuangan perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva yang dimiliki secara maksimal agar menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi.

Dari hasil perhitungan diperoleh angka sebesar 1,11 pada tahun 2015. Turun dari 1,12 pada tahun 2014.

Hasil tersebut menginformasikan bahwa setiap Rp 1,- aset tetap mampu menghasilkan Rp 1,11,- penjualan.

Kondisi ini masih bisa ditingkatkan dengan memaksimalkan aset yang dimiliki dan mengurangi sebagian aset yang tidak produktif.

 

#5. Rasio Pasar

Salah satu rasio yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah dengan menggunakan rasio pasar sebuah perusahaan, yaitu dengan menghitung rasio Earning Per Share (EPS).

Berikut ini nilai rasio Earning Per Share (EPS) PT Gudang Garam Tbk :

nilai pasar ; eps gudang garam
market ratio

Rasio earning per share (EPS) digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam meraih keuntungan bagi pemegang saham.

Bila dituliskan dalam sebuah formula adalah sebagai berikut:

cara menghitung rasio EPS

Dari data di atas kita bisa melihat bahwa rasio ini mengalami peningkatan dari tahun 2014 yang sebesar 2,8 menjadi 3,35 di tahun 2015.

Peningkatan tersebut menandakan bahwa kesejahteraan pemegang saham semakin meningkat dari tahun 2014 ke 2015.

Ini juga berarti bahwa manajemen perusahaan mampu meningkatkan kepuasan pemegang saham dengan memberikan tingkat pengembalian yang semakin tinggi.

***

Dan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang indikator kinerja keuangan perusahaan dan bagi yang suka nonton, berikut kami sajikan video pendek tentang analisis kinerja perusahaan dengan 3 rasio hutang:

Demikian yang bisa kami share pembahasan tentang kinerja keuangan Telkom Indonesia dan Gudang Garam. Pengukuran kinerja keuangan dengan melakukan analisa laporan keuangan menggunakan rasio-rasio keuangan [case study Telkom & Gudang Garam]

Semoga bermanfaat dan terima kasih.

Bagaimana menurut Anda?

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.

Satu pemikiran pada “Memahami Kinerja Keuangan Perusahaan: Pengertian, Indikator, dan Contoh Penggunaan”

Komentar ditutup.