Analisis Laporan Keuangan Bank Central Asia (BCA)
Bank Central Asia (BCA) menduduki peringkat #620. dalam daftar 2000 perusahaan dunia di Forbes The Global 2016. BCA internet banking dengan klikBCA-nya adalah salah satu produk andalan bank yang mulai beroperasi di bidang perbankan sejak tanggal 12 Oktober 1956. Berikut ini data-data keuangan BCA yang diperoleh dari Forbes :
Bagaimana kinerja keuangan BCA?
Mari kita bedah satu-per-satu dengan menggunakan standar rasio keuangan bank umum, untuk menilai kondisi modal, Asset Quality, Earning & Efficiency, dan Liquidity.
Sebelumnya mari kita lihat dulu kondisi global BCA dari 2 tabel berikut ini untuk digunakan sebagai bahan analisa :
Tabel 1:

Tabel 2 :

1. Kondisi Modal
Untuk melakukan analisa erhadap kondisi modal BCA selain data-data dari 2 tabel di atas, kita juga perlu menggunakan data-data dari tabel berikut ini:

Dari data-data di atas dan agar lebih mudah dalam menganalisisnya maka saya akan menyatukan data-data yang diperlukan dalam satu tabel berikut ini :

Modal
Pada akhir tahun 2015 modal inti BCA secara perusahaan induk mencapai Rp 83,7 triliun, atau 95,2% dari total modal BCA, sedangkan modal pelengkap tercatat sebesar Rp 4,2 triliun atau 4,8% dari total modal BCA.
Dari hasil analisis laporan keuangan bank BCA menunjukkan total modal BCA mengalami peningkatan sebesar 29,5% menjadi Rp. 87,89 triliun dari Rp. 67,84 triliun pada tahun 2014.
Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Tahun 2015 ATMR BCA untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional mengalami peningkatan menjadi Rp 471,24 triliun, atau naik 17,09% dibandingkan dengan tahun 2014 di posisi Rp. 402,46 triliun.
Hasil analisis laporan keuangan bank BCA menunjukkan kenaikan ini sebagian besar berasal dari ATMR untuk Risiko Kredit sebesar Rp 58.53 triliun, atau naik dari Rp. 349,02 triliun di tahun 2014 menjadi Rp. 407,55 triliun pada tahun 2015.
Rasio Kecukupan Modal (CAR)
Pada tahun 2015, BCA terus memperkokoh posisi permodalan yang tercermin dalam rasio kecukupan modal/kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio – CAR) yang tercatat sebesar 18,65%,meningkat dari 16,86% pada tahun 2014.
Adapun rasio CAR ini telah memperhitungkan risiko kredit, pasar dan operasional serta perubahan peraturan dimana seluruh laba bersih tahun berjalan diperhitungkan sebagai komponen Modal Inti.
Pada tahun sebelumnya hanya 50% dari laba bersih tahun berjalan yang dapat diperhitungkan sebagai komponen Modal Inti.
Sejalan dengan perubahan ketentuan dan meningkatnya profitabilitas, modal inti Bank (tidak konsolidasi) tumbuh 30,0% mencapai Rp 83,7 triliun atau berkontribusi 95,2% terhadap total modal BCA pada akhir tahun 2015.
Dari hasil analisis laporan keuangan bank BCA menunjukkan bahwa modal pelengkap meningkat 21,1% menjadi Rp 4,2 triliun atau berkontribusi sebesar 4,8% terhadap total modal.
Rasio Modal Inti terhadap Total Modal
Rasio modal inti atau tier 1 capital terhadap total capital tahun 2015 berada di posisi 81,38% atau masih di atas level 80%. Porsi tier 1 capital tehadap total capital tersebut tergolong baik.
Rasio Capital to Total Asset
Rasio capital to total asset tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 20,53% bila dibandingkan tahun 2014. Hal ini dikarenakan peningkatan modal lebih besar (29.55%) dari pada peningkatan total asset (7.43%).
Hasil analisis laporan keuangan bank BCA menunjukkan coverage equity dalam menyerap kerugian terhadap total aset meningkat menjadi 15,09% di tahun 2015 dari posisi 12,52% pada tahun 2014.
Dari hasil analisis laporan keuangan bank BCA, secara umum, kondisi permodalan BCA tergolong kuat dengan level quality CAR berada diatas ketentuan minimum Bank Indonesia, dan didukung oleh porsi modal inti yang berada di atas level 80%.
2. Asset Quality
Total Aset
Pada akhir tahun 2015, BCA membukukan total aset sebesar Rp 582,24 triliun tumbuh 7,43% atau Rp 40,26 triliun dibandingkan dengan akhir tahun 2014 yang sebesar Rp 541,98 triliun.
Gross Loans
Per 31 Desember 2015 portofolio kredit mencapai Rp 388,00 triliun, meningkat 11,83%, terutama ditopang oleh kredit korporasi namun dengan pertumbuhan yang seimbang di seluruh segmen kredit lainnya.
Pada akhir tahun 2015 kredit korporasi meningkat 17,2% menjadi Rp 141,3 triliun.
Kredit komersial meningkat 10,0% menjadi Rp 91,2 triliun dan kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) naik 6,8% menjadi Rp 52,8 triliun.
Peningkatan kredit keperluan usaha tersebut terutama didukung oleh membaiknya kondisi ekonomi pada paruh kedua tahun 2015.
Kenaikan kredit konsumer sebesar 8,9% menjadi Rp 100,5 triliun pada tahun 2015 didorong oleh produk-produk kredit konsumer BCA yang kompetitif, terutama kredit pemilikan rumah dan pembiayaan roda empat.
Sepanjang tahun 2015, BCA terus mengutamakan kualitas dalam penyaluran kredit dengan fokus kepada para nasabah-nasabah existing Bank yang memiliki rekam jejak yang baik.
Rasio Kredit Bermasalah (NPL)
Berkat disiplin dalam penerapan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, BCA dapat menjaga rasio NPL bruto pada level yang rendah sebesar 0,72% pada akhir tahun 2015.
Kualitas aset dinilai sangat baik namun dengan trend NPL meningkat dari tahun 2014 yang sebesar 0,60%.
Rasio NPL tersebut lebih baik dibandingkan rata-rata sektor perbankan yang sebesar 2,5%.
Adapun rasio NPL bersih BCA pada akhir tahun 2015 adalah 0,22%. Masih jauh berada di bawah ketentuan Bank Indonesia yang maksimal sebesar 5%.
Meskipun berhasil menjaga rasio NPL pada level yang rendah, BCA tetap mengantisipasi akan adanya potensi peningkatan NPL di tengah situasi perekonomian yang belum sepenuhnya kondusif.
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas Aset Keuangan
Rasio CKPN terhadap aset produktif BCA mengalami peningkatan menjadi 1,98% di tahun 2015 dari 1,64% di tahun 2014.
Hal ini menunjukkan bahwa aset produktif bermasalah tahun 2015 relatif kecil yaitu 1.98%.
Pada tahun 2015, BCA membentuk Beban Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) – net yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Pembentukan Beban CKPN yang lebih tinggi tersebut sesuai dengan prinsip manajemen risiko BCA dan sesuai dengan pertimbangan manajemen mengenai bagaimana kondisi ekonomi dan kondisi kredit saat ini.
Pada tahun 2015, BCA mengantisipasi pemburukan kualitas kredit beberapa debitur korporasi dan komersial yang mengalami penurunan kinerja terutama bidang jasa angkutan laut dan sungai serta bisnis pendukung pertambangan batu bara lainnya.
Pada tahun 2015 BCA melakukan penghapus-bukuan sebesar Rp 1,1 triliun, meningkat dari Rp 839 miliar pada tahun sebelumnya.
Peningkatan ini terutama sebagai dampak dari penurunan kualitas kredit di segmen kartu kredit, pembiayaan sepeda motor serta kredit komersial.
Loan loss provision to gross loan
Rasio loan loss provision to gross loan yang tahun 2015 sebesar 1.69% dan 2014 sebesar 1,34% .
Hal ini menunjukkan bahwa biaya kerugian penurunan nilai dan hapus buku kredit dibandingkan dengan total kredit relatif kecil.
Pemenuhan PPA
Rasio pemenuhan PPA (penyisihan penghapusan aset) tahun 2014 – 2015 menunjukkan kecenderungan naik dari 141.35% menjadi 157,65%.
Yang berarti penyediaan pencadangan kuat, karena berada diatas 100%, dan mencerminkan kebijakan pencadangan BRI yang prudent.
Dengan rasio tersebut menunjukkan bahwa potensi kerugian karena non performing asset sepenuhnya ter-cover dari penyisihan penghapusan aset yang dibentuk.
Secara umum, kualitas asset BCA tergolong sangat baik karena rasio NPL memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan coverage ratio atas aset bermasalah berada diatas 100%.