Analisis Laporan Keuangan Bank Negara Indonesia (BNI)
Bank Negara Indonesia (BNI) didirikan pada tahun 1946 dengan nama “Bank Negara Indonesia” ini berada pada peringkat #1.063 dalam 2000 perusahaan dunia di Forbes The Global 2000 tahun 2016.
VCN BNI adalah salah satu service dari bank BUMN ini . Dan berikut data-data keuangan yang diambil dari Forbes:
1. Kondisi Modal
Dari Laporan Keuangan BNI per 31 Desember 2015 diperoleh data-data kondisi modal BNI sebagai berikut :
Dari data-data tersebut, mari kita analisa growth atau pertumbuhan modal BNI sebagai berikut :
Modal
Seperti pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa modal BNI meningkat dari Rp 50,35 triliun pada Desember 2014 menjadi Rp 73,79 triliun pada Desember 2015 atau sebesar 46,57%.
Kenaikan modal tersebut karena peningkatan modal inti dan modal pelengkap BNI. Modal inti adalah modal bank yang terdiri dari modal inti utama dan modal inti tambahan.
Masih dari tabel di atas (tabel 1), dapat dilihat bahwa modal inti BNI meningkat dari Rp 47,6 triliun pada Desember 2014 menjadi Rp 64,3 triliun pada Desember 2015 atau sebesar 34,9%.
Ada dua faktor yang mempengaruhi peningkatan modal inti di tahun 2015, pertama adalah peningkatan tersebut didominasi oleh revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh BNI di Desember 2015.
Faktor kedua adalah pengakuan laba tahun berjalan yang diakui 100% sesuai dengan PBI No.15/12/PBI/2013 tanggal 12 Desember 2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum yang baru berlaku sejak Januari 2015.
Di mana sebelumnya hanya diakui 50% sesuai dengan PBI No.14/18/PBI/2012.
Modal pelengkap (mengacu pada modal bank) terdiri dari cadangan umum aset produktif dan cadangan tujuan. Modal pelengkap BNI mengalami peningkatan dari Rp 2,7 triliun pada Desember 2014 menjadi Rp 9,5 triliun pada Desember 2015 atau sebesar 251,9%.
Peningkatan modal pelengkap disebabkan penerapan Peraturan Bank Indonesia No.15/12/PBI/2013 yang berlaku sejak 1 Januari 2015.
Sehingga menyebabkan perubahan signifikan pada cadangan tujuan yang sebelumnya termasuk pada modal inti diklasifikasikan menjadi modal pelengkap.
Peningkatan modal pelengkap juga merupakan salah satu hasil keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) tahun buku 2014 pada tanggal 24 Maret 2015 tentang penggunaan Laba Bersih Tahun 2014 sebesar 16,65% nya atau sebesar Rp 1,8 triliun sebagai cadangan tujuan guna mendukung investasi.
Selain itu juga terdapat kenaikan cadangan kerugian aset produktif sebesar Rp 2,3 triliun, yang merupakan penjumlahan seluruh CKPN aset produktif kualitas lancar.
Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Untuk memenuhi kebutuhan permodalan berdasarkan Basel III, BNI mencatat ATMR setelah risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional sebesar
Rp 378,6 triliun di tahun 2015 atau naik sebesar 21,9% dibandingkan Desember 2014.
Naiknya ATMR tersebut seiring dengan tumbuhnya aset BNI yang cukup agresif di tahun 2015 atau sebesar 22,1%.
Mengingat pentingnya struktur modal dalam mendukung ekspansi usaha di tahun yang akan datang,
BNI bertekad untuk mengelola struktur modal yang sehat dan kuat sehingga mampu mendukung pertumbuhan usaha secara maksimal.
Rasio kecukupan modal (CAR)
Rasio kecukupan modal (CAR) pada Desember 2015 meningkat menjadi 19,5% dari 16,2%di Desember 2014.
Peningkatan terjadi karena naiknya komponen modal BNI di tahun 2015 dibanding tahun 2014 sebesar 46,6%.
Kenaikan tersebut diikuti oleh kenaikan modal pada tier I dari 15,3% pada tahun 2014 menjadi 17,0% pada tahun 2015, sedangkan peningkatan ATMR hanya sebesar 21,9% yang lebih rendah dari peningkatan komponen modal sehingga meningkatkan CAR.
CAR BNI di tahun 2015 jauh lebih tinggi dari rasio kecukupan minimum yang ditetapkan Bank Indonesia yakni minimum 9% dari ATMR untuk bank dengan profil risiko peringkat 2.
Rasio Modal Inti to Total Modal
Rasio modal inti atau tier 1 capital terhadap total modal tahun 2015 berada 87,06% turun dari posisi tahun 2014 sebesar 94,07% keduanya masih di atas level 80%. Porsi modal inti tehadap total modal tersebut tergolong baik.
Rasio Modal to Total Asset
Rasio modal to total asset tahun 2015 sebesar 15,42% naik 20,47% dari tahun 2014 di posisi 12.80%. Hal ini dikarenakan peningkatan modal lebih besar (46,57%) dari pada peningkatan total asset (21,67%).
Rasio ini menunjukkan coverage equity dalam menyerap kerugian terhadap total asset meningkat yaitu 12,80% di tahun 2014 menjadi 15,42% di tahun 2015.
Dari hasil analisis laporan keuangan bank BNI di atas menunjukkan kondisi permodalan BNI tergolong kuat dengan level quality CAR berada diatas ketentuan minimum Bank Indonesia, dan didukung oleh porsi modal inti yang berada di atas level 80%.
2. Asset Quality (Kualitas Aset)
Untuk menganalisa kualitas aset dari BNI tahun 2014 dan 2015 berikut ini ada dua tabel yang diperoleh dari data Laporan Keuangan BNI tahun 2015.
Asset
Sejalan dengan strategi BNI dalam rangka meningkatkan aset, aset BNI di tahun 2015 meningkat secara agresif sebesar 21,67% bila dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 393,47 triliun menjadi Rp 478,72 triliun.
Pendorong utama pertumbuhan aset adalah peningkatan pinjaman yang diberikan mencapai 17,42% atau sebesar Rp 45,73 triliun.
Peningkatan juga terjadi pada penempatan pada bank Lain dan Bank Indonesia yang naik Rp 18,9 triliun atau sebesar 130,0% dibandingkan tahun lalu.
Peningkatan ketiga terbesar pada aset tetap sebesar Rp 14,5 triliun atau 233,6% dibandingkan tahun 2014 yang tercatat Rp 6,2 triliun, yang terutama disebabkan oleh surplus atas revaluasi aset.
Gross Loans
Pertumbuhan kredit BNI tahun 2015 naik sebesar 17,42% atau sebesar Rp. 45.73 triliun dari Rp.262,58 triliun di tahun 2014 menjadi Rp. 308.30 triliun.
Non Performing Loans (NPL)
NPL atau Non-Performing Loans Ratio Bruto BNI naik dari 1,96% pada tahun 2014 menjadi 2.70% pada tahun 2015.
Angka tersebut masih dibawah level yang ditentukan Bank Indonesia sebesar 5% dan di tingkat yang dapat diterima.
Kondisi ekonomi global di tahun 2015 yang tidak menentu mengakibatkan pertumbuhan dunia usaha di Indonesia menjadi semakin berat.
Namun hal ini menjadi tantangan bagi BNI untuk tetaptumbuh dengan tetap menjaga kualitas pertumbuhannya tersebut.
Untuk mengantisipasi peningkatan pada NPL, BNI menerapkan prinsip konservatif proaktif dengan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai untuk pinjaman diberikan.
Dalam rangka mengantisipasi kondisi ekonomi dan ketidakpastian dunia usaha Indonesia sebagai
akibat kondisi ekonomi secara global, BNI telah melakukan pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi pinjaman yang bermasalah.
Rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) terhadap Aset Produktif
Rasio CKPN terhadap aset produktif menunjukkan peningkatan menjadi 2,48% pada tahun 2015 dari 1,74% pada tahun 2014.
Besarnya peningkatan pembentukan CKPN tersebut, menyebabkan laba bersih sebesar Rp 8,67 triliun pada tahun 2015 lebih rendah dibanding laba bersih pada periode sebelumnya yang nilainya mencapai Rp 10,5 triliun.
Loan Loss Provision to Gross Loan Ratio
Rasio loan loss provision to gross loan menunjukkan peningkatan menjadi 2.34% pada tahun 2015 dari sebesar 1.36% di tahun 2014.
Hal ini menunjukkan bahwa biaya kerugian penurunan nilai dan hapus buku kredit dibandingkan dengan total kredit relatif kecil.
Rasio Pemenuhan PPA (Penyisihan Penghapusan Aset)
Rasio pemenuhan PPA (penyisihan penghapusan aset) pada tahun 2015 sebesar 116.37%. Hal ini menunjukkan penurunan dari tahun 2014 sebesar 121.67%.
Dengan rasio PPA sebesar 116,37% pada tahun 2015, hal ini berarti penyediaan pencadangan kuat, karena masih berada diatas 100%.
Selain itu juga menunjukkan bahwa potensi kerugian karena non performing aset sepenuhnya tercover dari penyisihan penghapusan aset yang dibentuk.
Berdasarkan data-data rasio di atas maka secara umum, kualitas aset BNI tergolong sangat baik karena rasio NPL jauh di bawah level yang ditentukan oleh Bank Indonesia dan coverage ratio atas aset bermasalah berada diatas 100%.