Masalah-masalah Khusus yang Berhubungan dengan Bahan Baku
Dalam bagian ini, kita akan membahas akuntansi biaya bahan baku, jika dalam proses produksi terjadi sisa bahan (scrap materials), produk cacat (defective goods), dan produk rusak (spoiled).
Mari ikuti urainya secara rinci satu-per-satu…
Sisa Bahan Baku (Scrap Materials)
Perlakuan Sisa Bahan
Dalam proses produksi, tidak semua bahan baku dapat menjadi bagian produk jadi. Bahan yang mengalami kerusakan dalam proses pengerjaannya disebut sisa bahan. Perlakuan terhadap sisa bahan tergantung dari harga jual sisa bahan itu sendiri.
Jika harga jual sisa bahan rendah, biasanya tidak dilakukan pencatatan jumlah dan harganya sampai saat penjualannya. Tapi jika harga jual sisa bahan tinggi, maka perlu dicatat jumlah dan harga jual sisa bahan tersebut dalam kartu persediaan pada saat sisa bahan diserahkan oleh Bagian Produksi ke Bagian Gudang.
Jika dalam proses produksi terdapat sisa bahan, masalah yang timbul adalah bagaimana perlakuan akuntansi hasil penjualan sisa bahan tersebut.
Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai:
A: Pengurang biaya bahan baku yang dipakai dalam pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut.
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Biaya Bahan Baku yang Dipakai Dalam Pesanan yang Menghasilkan Sisa Bahan Baku tersebut.
Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan pesanan tersebut, maka perlakuan akuntansi biaya dari hasil penjualan sisa bahan baku dapat diidentifikasikan dengan pesanan tersebut. Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan baku adalah sebagai berikut:
[Debit] Kas/Piutang Dagang Rp xxx
[Kredit] Barang dalam Proses – Biaya Bahan Baku Rp xxx
Hasli penjualan sisa bahan ini juga dicatat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku” sebagai pengurang biaya bahan baku pesanan tersebut.
B: Pengurang Terhadap Biaya Overhead Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi
Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi.
Jika sisa bahan baku tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan tertentu, dan sisa bahan adalah hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan produk, maka hasil penjualannya dapat diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi.
Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan baku adalah sebagai berikut:
[Debit] Kas/ Piutang Dagan Rp xxx
[Kredit] Biaya Overhead Pabrik (BOP) Rp xxx
C: Penghasilan di luar Usaha (other income)
Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha, dalam dua perlakuan terhadap sisa bahan tersebut di atas. Hasil penjualan sisa bahan digunakan untuk mengurangi biaya produksi.
Hasil penjualan sisa bahan baku dapat pula diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha dan tidak sebagai pengurang biaya produksi. Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut:
[Debit] Kas/ Piutang Rp xxx
[Kredit] Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp xxx
Hasil penjualan sisa bahan disajikan dalam laporan laba rugi dalam kelompok penghasilan di luar usaha (other income).
Pencatatan Jurnal Akuntansi Sisa Bahan
Jika jumlah dan nilai sisa bahan relatif tinggi, maka diperlukan pengawasan terhadap persediaan sisa bahan. Pemegang kartu persediaan di Bagian Akuntansi perlu mencatat mutasi persediaan sisa bahan yang ada di gudang. Cara pencatatan persediaan sisa bahan dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut ini:
Cara Pencatatan #1:
Bagian akuntansi persediaan menyelenggarakan catatan mutasi persediaan sisa bahan dalam kartu persediaan.
Pada saat sisa bahan ditransfer dari Bagian Produksi ke Bagian Gudang, Bagian Akuntansi Persediaan menerima laporan jumlah sisa bahan dari Bagian Gudang.
Bagian Akuntansi Persediaan mencatat kuantitas sisa bahan baku ke dalam kartu persediaan. Pada saat persediaan sisa bahan tersebut dijual, dibuat jurnal.
Bagian Akuntansi Persediaan melakukan pencatatan mutasi persediaan sisa bahan dalam kuantitasnya saja, tanpa nilai rupiahnya.
Cara Pencatatan #2:
Bagian Akuntansi Persediaan tidak hanya menyelenggarakan pencatatan mutasi persediaan sisa bahan dalam kuantitasnya saja, tapi juga nilai rupiahnya.
Jika bagian akuntansi persediaan menyelenggarakan catatan mutasi persediaan sisa bahan, baik dalam kuantitas maupun nilai rupiahnya.
Pencatatan persediaan sisa bahan dan penjualannya dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode berikut ini:
Metode #1:
Untuk memudahkan pemaham, saya gunakan contoh soal berikut ini:
Bagian Produksi menyerahkan 2.000 kg sisa bahan ke Bagian Gudang. Sisa bahan tersebut ditaksir dapat laku dijual Rp 5.000 per kg. Sampai dengan akhir periode akuntansi sisa bahan tersebut telah laku dijual sebanyak 1.250 kg dengan harga jual Rp 6.000 per kg.
Pembahasan:
Jurnal penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang, jika hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha, adalah sebagai berikut:
[Debit] Persediaan Sisa Bahan (2.000 x Rp 5.000) Rp 10.000.000
[Kredit] Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp 10.000.000
Dalam jurnal ini, rekening yang dikredit tergantung dari perlakuan terhadap hasil penjualan sisa bahan.
Jika hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang terhadap biaya bahan baku pesanan tertentu, maka yang dikredit dalam jurnal tersebut di atas adalah rekening barang dalam proses – biaya bahan baku.
Tapi bila hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya, maka yang dikredit dalam jurnal tersebut di atas adalah rekening Biaya Overhead Pabrik (BOP) Sesungguhnya.
Jurnal penjualan sisa bahan tersebut adalah sebagai berikut:
[Debit] Kas/ Piutang Dagang (1.250 x Rp 6.000) Rp 7.500.000
[Debit] Persediaan Sisa Bahan Rp 7.500.000
Pada akhir periode akuntansi perlu dibuat jurnal penyesuaian (adjusting journal entry) karean adanya persediaan sisa bahan yang belum laku dijual sebanyak 750 kg.
Dengan jurnal pertama telah dicatat hasil penjualan 2.000 kg sisa bahan, padahal kenyataan yang telah direalisasikan baru 1.250 kg.
Oleh karena itu hasil penjualan sisa bahan sebesar Rp 10.000.000 tersebut harus dikurangi sebesar:
= 750 x Rp 5.000
= Rp 3.750.000
Yaitu jumlah hasil penjualan yang belum direalisasikan.
Jurnal penyesuaian yang dibuat pada akhir periode akuntansi adalah sebagai berikut:
[Debit] Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp 3.750.000
[Kredit] Penghasilan yang Belum Direalisasikan Rp 3.750.000
Pada akhir periode akuntansi juga perlu dibuat jurnal penyesuaian bila terjadi perbedaan antara taksiran harga jual sisa bahan dengan harga jual sesungguhnya, dalam periode akuntansi tersebut terdapat selisih harga jual taksiran dengan harga jual sesungguhnya sebesar:
= Rp 6.000 – Rp 5.000
= Rp 1.000 per kg
Padahal jumlah sisa bahan yang telah terjual sebanyak 1.250 kg, oleh karena itu, jumlah selisih harga jual adalah sebesar:
= 1.250 kg x Rp 1.000
= Rp 1.250.000
Jumlah selisih harga jual yang terjadi dalam suatu periode akuntansi digunakan untuk menyesuaikan rekening yang semula dikredit pada jurnal pertma di atas.
Jurnal penyesuaian karena adanya selisih harga jual adalah sebagai berikut:
[Debit] Persediaan Sisa Bahan Rp 1.250.000
[Kredit] Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp 1.250.000
Untuk menyesuaikan rekening hasil penjualan yang semula dikreditkan terlalu kecil.
Jadi neraca yang disajikan pada akhir periode akuntansi akan berisi persediaan sisa bahan sebesar Rp 3.750.000 di kelompok aset dengan penghasilan yang belum direalisasikan sebesar Rp 3.750.000 di kelompok utang lancar.
Hal ini berarti bahwa meskipun dalam kelompok aset terdapat kekayaan berupa sisa bahan sebesar Rp 3.750.000, namun kekayaan tersebut belum direalisasikan sampai dengan tanggal neraca tersebut, sehingga dengan kata lain perusahaan pada saat tersebut tidak mempunyai apa-apa.
Laporan Laba Rugi untuk periode akuntansi tersebut menyajikan hasil penjualan bahan sebesar:
= Rp 10.000.000 + Rp 1.250.000 – Rp 3.750.000
= Rp 7.500.000
Yaitu jumlah hasil penjualan sisa bahan yang sesungguhnya direalisasikan dari penjualan sisa bahan.
Metode #2:
Perbedaan metode #1 dan #2 terletak pada jurnal yang dibuat pada saat sisa bahan diserahkan ke gudang dan penjualannya.
Jurnal penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang adalah sebagai berikut:
[Debit] Persediaan Sisa Bahan (2.000 x Rp 5.000) Rp 10.000.000
[Kredit] Penghasilan yang Belum Direalisasikan Rp 10.000.000
Jurnal penjualan sisa bahan:
[Debit] Kas/ Piutang Dagang (1.250 x Rp 6.000) Rp 7.500.000
[Kredit] Hasil Penjualan Sisa Bahan Rp 7.500.000
[Debit] Penjualan yang Belum Direalisasikan ( 1.250 x Rp 5.000) Rp 6.250.000
[Kredit] Persediaan Sisa Bahan Rp 6.250.000
Bila terdapat persediaan sisa bahan yang belum laku dijual dan terjadi selisih harga jual, pada akhir periode akuntansi tidak perlu dibuat jurnal penyesuaian seperti pada metode #1.
Neraca dan laporan laba rugi yang dibuat pada akhir periode dengan metode #2 ini akan menyajikan informasi yang sama dengan yang disajikan dengan metode yang pertama.
FAQ Masalah-masalah Khusus yang Berhubungan dengan Bahan Baku
Apa Masalah-masalah Khusus yang Berhubungan dengan Bahan Baku?
1. Pengiriman barang terlambat.
2. Harga yang berubah-ubah.
3. Kualitas raw material.
4. Ketersediaan persediaan.
5. Mengelola inventory.
6. Kerusakan dan expired date.
Biaya apa saja yang termasuk ke dalam biaya produksi dalam perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi?
1. Biaya raw material langsung.
2. Beban SDM langsung.
3. Biaya overhead pabrik.