Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan: Teori dan Contoh Aplikasi

Struktur Modal (capital structure) adalah materi manajemen keuangan yang penting untuk dipelajari dan dipahami. Hal ini berkaitan dengan bagaimana manajemen perusahaan meracik struktur modal efektif dan optimal. Struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan

Bagaimana cara menyusun struktur modal optimal? Mari ikuti ulasan pembahasan beserta contoh riil dalam kehidupan sehari-hari berikut ini.

Struktur Modal dalam Pasar Persaingan Sempurna dan Tidak Ada Pajak

A: Definisi Pasar Modal Sempurna Menurut Para Ahli

Apakah ada pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, jika investasi dan dividen konstan?

Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui, jika perubahan komponen struktur modal tidak merubah nilai perusahaan berarti bahwa tidak ada struktur modal yang terbaik.

“Semua struktur modal adalah baik, sehingga jika merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh rasio struktur modal optimal”

Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah strukur modal yang TERBAIK.

Sengaja saya sajikan pembahasan dimulai dari keadaan yang ekstrem, yaitu pada kondisi pasar persaingan sempurna dan tidak ada pajak.

Kondisi seperti ini tidak kita jumpai di dunia nyata, tapi pembahasan sengaja dimulai dari kondisi yang ekstrem tersebut, untuk kemudian diperlonggar satu demi satu asumsi yang mendasarinya.

Apa pengertian pasar modal sempurna?

Definisi pasar modal sempurna adalah pasar modal yang kompetitif. Di mana dalam pasar tersebut tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama yang berlaku untuk semua. Sebagai tambahan, diasumsikan tidak ada pajak penghasilan (income tax)

Asumsi

Asumsi-asumsi lain untuk mempermudah analisis adalah sebagai berikut:

  1. Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya dianggap konstan. Ini berarti bahwa perusahaan tidak merubah keputusan investasinya.
  2. Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagikan sebagai dividen. Ini berarti kita tidak memasukkan kerumitan faktor kebijakan dividen.
  3. Hutang yang digunakan bersifat permanen. Ini berarti bahwa hutang yang jatuh tempo akan diperpanjang lagi. Asumsi ini hanya untuk mempermudah perhitungan biaya hutang (cost of debt) dan membuat hutang dan modal sendiri comparable.
  4. Pergantian struktur hutang dilakukan secara langsung. Artinya, bila perusahaan menambah hutang, maka modal sendiri dikurangi, dan sebaliknya.

Analisis hubungan struktur modal dengan nilai perusahaan bisa dilakukan dengan melihat pada nilai perusahaan atau harga saham.

Analisis yang sama juga bisa dilakukan dengan melihat biaya modal perusahaan. Bila tujuan kita adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka tujuan ini analog dengan menurunkan biaya modal perusahaan.

jasa inkaso

B: Struktur Modal Pendekatan Tradisional

Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak.

Nilai perusahaan atau biaya modal perusahaan bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalnya.Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an.

Perhatikan contoh soal struktur modal manajemen keuangan berikut:

PT A mempunyai 100%  modal sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunya sebesar Rp 10 juta. Jika tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan dapat dihitung sebagai berikut:

struktur modal pendekatan tradisional
gambar: struktur modal pendekatan tradisional

Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus struktur modal:

= Laba Operasi/Nilai Perusahaan.
= 10 juta/50 juta = 0.20

Pengaruh Struktur Modal terhadap Harga Saham

Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap harga saham?

Misalkan PT A akan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang. Biaya hutang, atau tingkat keuntungan yang diminta oleh kreditur, misalnya 16%. Untuk menggunakan hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunnya sebesar Rp 4 juta.

Dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih beresiko, dan karenanya dibiayai modal sendiri naik menjadi, misalnya 22%.

Kalau laba operasi bersih tidak berubah (asumsi #1), maka keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan utang, karena nilai perusahaan meningkat atau biaya modal perusahaan menurun.

Jika sebelum perusahaan menggunakan hutang perusahaan, mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka harga sahamnya adalah Rp 50.000 per lembar.

Setelah perusahaan mengganti sebagian saham dengan hutang [yang diganti adalah sebesar Rp 25 juta atau 500 lembar saham], maka nilai sahamnya naik menjadi Rp 27,27 juta/500 = Rp 54.540.

Perhatikan tabel berikut ini:

struktur modal optimal dalam pendekatan tradisional
Gambar: struktur modal terhadap harga saham

C: Pendekatan Modigliani dan Miller

Modigliani dan Miller [MM] berpendapat bahwa struktur modal pendekatan tradisional adalah tidak benar. Mereka menunjukkan kemungkinan munculnya proses arbitrage yang akan membuat harga saham, atau nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang maupun yang menggunakan hutang akhirnya sama.

Proses arbitrage muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit, tapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan risiko yang sama pula.

Dalam contoh di atas, pemodal bisa memperoleh keuntungan yang sama, tapi dengan investasi yang lebih kecil, bila memiliki saham PT A yang tidak memiliki hutang.

Misalkan Budi memiliki 20% saham PT A yang menggunakan hutang, dengan demikian maka nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp 27,27 juta = Rp 5,45 juta.

Sekarang misalkan terdapat PT B yang identik dengan PT A yang tidak mempunyai hutang, untuk itu proses arbitrage akan dilakukan sebagai berikut:

  1. Jual saham PT A memperoleh dana sebesar Rp 5,45 juta
  2. Pinjam sebesar Rp 5 juta. Nilai pinjaman ini adalah sebesar 20% dari nilai utang PT A.
  3. Beli 20% saham PT B, yaitu perusahaan yang identik dengan PT A pada waktu tidak mempunyai utang, senilai 0,20 x Rp 50 juta = Rp 10 juta.
  4. Dengan demikian Budi dapat menghemat investasi senilai Rp 0,45 juta

Pada waktu Budi masih memiliki 20% saham PT A yang menggunakan hutang.  Ia mengharapkan untuk memperoleh keuntungan sebesar:

= 0,20 X Rp 6 juta
= Rp 1,2 juta

Pada waktu ia memiliki 20% saham PT B dan mempunyai hutang sebesar Rp 10 juta, maka keuntungan yang diharapkan adalah:

1: Keuntungan dari saham PT B:

= 0,20 X Rp 10 Juta
= Rp 2 juta

2: Bunga yang dibayar:

= 0,16 X Rp 5 juta
= Rp 0,8 juta

3: Keuntungan bersih:

= Rp 2 juta + Rp 0,8
= Rp 2,8 juta

struktur modal pada pasar modal sempurna dan ada pajak

Hal ini berarti Budi dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama [Rp 1,20 juta].

Menanggung risiko yang sama karena proporsi hutang yang ditanggung sama, tapi dengan investasi yang lebih kecil sebesar Rp 0,45 juta.

Bila hal ini disadari oleh semua pemodal, maka mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh Budi, dengan demikian maka semua orang akan menjual saham PT A [harga akan turun] dan membeli saham PT B [harga akan naik].

Proses arbitrage tersebut akan berhenti setelah pemodal tidak dapat lagi menghemat investasi dari penjualan saham PT A dan pembelian saham B.

***

Sebenarnya jika kita amati proses penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh PT A segera bisa dijumpai adanya kejanggalan.

Di atas disebutkan bahwa PT A mengganti modal sendiri dengan hutang sebesar Rp 25 juta,.

Jika sebelum menggunakan hutang nilai modal sendiri adalah Rp 50 juta, maka setelah diganti dengan hutang sebesar Rp 25 juta, nilainya tentu tinggal Rp 25 juta. Tidak mungkin menjadi Rp 27,27 juta sebagaimana diungkapkan oleh pendekatan tradisional .

Jika nilai modal sendiri menjadi Rp 25 juta, maka mestinya biaya modal sendiri setelah menggunakan hutang menjadi:

= Rp 6 juta/Rp 25 juta
= 24%

Dengan biaya modal perusahaan  16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang adalah:

= 24% [25/50] + 16% [25/50]
= 20%

Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan atau nilai perusahaan tidak beruba, baik perusahaan menggunakan hutang atau tidak, karena pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal sendiri meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.

Perhatikan contoh soal teori MM tanpa pajak berikut ini:

Biaya modal sendiri PT A setelah menggunakan hutang adalah:

= 20% + (20% – 16%)(25/25)
= 24%

Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungan di atas.

MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar persaingan sempurna, dan tanpa ada pajak, keputusan pendanaan (financing decision) menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.