Manajemen Piutang Usaha: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Analisis, dan Contoh

Tujuan manajemen piutang salah satunya adalah untuk mengendalikan piutang. Untuk mengendalikan piutang, perusahaan perlu menetapkan kebijakan kreditnya. Kebijakan ini yang kemudian berfungsi sebagai standar pengelolaan piutang usaha.

Bila kemudian di dalam pelaksanaannya penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Aktivitas untuk menjamin agar hasil sesuai dengan rencana adalah esensi dari fungsi pengendalian.

Bagaimana analisis manajemen piutang untuk meningkatkan kinerja keuangan?Mari ikuti pembahasannya berikut ini…

 

01. Analisis Manajemen Piutang Terhadap Kinerja Keuangan

fungsi manajemen piutang

Tujuan Analisis Piutang Usaha

Hampir setiap jenis barang saat ini dapat dibeli secara kredit. Rumah, mobil, alat-alat elektronika, bahkan biaya kuliah pun dapat diperoleh secara kredit 🙂

Mengapa banyak perusahaan yang menjual barang hasil produksinya dan/atau barang dagangan mereka secara kredit? Dengan menjual secara kredit perusahaan akan memiliki piutang.

Alasannya tidak lain adalah karena penjualan secara kredit tersebut merupakan suatu upaya untuk meningkatkan atau untuk mencegah penurunan penjualan.

Dengan penjualan yang makin meningkat , diharapkan laba usaha juga akan meningkat, sayangnya memiliki piutang juga menimbulkan berbagai biaya bagi perusahaan.

Untuk itu perusahaan perlu melakukan analisis efektivitas manajemen piutang untuk meningkatkan kinerja keuangan.

Tujuan analisis ekonomi tentang piutang ini adalah untuk menilai apakah manfaat memiliki piutang lebih besar ataukah lebih kecil dari biayanya.

Bila diperkirakan bahwa manfaatnya lebih besar, maka secara ekonomi pemilikan piutang atau penjualan kredit tersebut dibenarkan.

Analisis tersebut adalah salah satu bagian dari manajemen piutang. Masalah lainnya adalah pengendalian piutang. Setiap analisis ekonomi menyangkut perbandingan antara manfaat dan pengorbannya.

Sejauh manfaat diharapkan lebih besar dari pengorbanan, suatu keputusan dibenarkan secara ekonomi.

Oleh karena itu dalam merencanakan dasar-dasar kebijakan piutang yang mempengaruhi piutang, perlu didentifikasi manfaat dan pengorban karena keputusan tersebut, termasuk keputusan perusahaan mengenai penghapusan piutang tak tertagih.

Berikut ini diberikan berbagai contoh untuk mengidentifikasi manfaat dan pengorbanan tersebut.

 

#1: Penjualan Kredit Tanpa Diskon

Untuk memudahkan dalam memahami topik ini, saya sajikan contoh manajemen piutang dagang berikut ini:

Misalkan suatu perusahaan dagang semula melakukan penjualan secara tunai.

Penjualan yang tercapai setiap tahun rata-rata sebesar Rp 800 juta.

Perusahaan kemudian merencanakan akan menawarkan syarat penjualan n/60.

Ini berarti bahwa pembeli bida membayar pembelian mereka pada hari ke-60.

Diperkirakan dengan syarat penjualan yang baru tersebut perusahaan akan bisa meningkatkan penjualan sampai dengan Rp 1.050.000.000.

Profit margin yang diperoleh sekitar 15%. Apakah perusahaan perlu beralih ke penjualan kredit, jika biaya dana sebesar 16%?

***

Perhatikan analisis penjualan kredit tanpa diskon dengan penjualan tunai berikut ini:

A: Manfaat:

Tambahan keuntungan karena tambahan penjualan:

= (1.050 – 800) x 15%
= Rp 37,5 juta

B: Pengorbanan:

Perputaran piutang:

= 360 hari/60 hari
= 6 x dalam setahun

Rata-rata piutang:

= Rp 1.050/6
= Rp 175 juta

Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang tersebut:

= 85% x Rp 175 juta
= Rp 148,75 juta

Biaya dana yang harus ditanggung karena memiliki tambahan piutang:

= Rp 148,75 juta x 0,16
= Rp 23,80 juta

Jadi, tambahan manfaat bersih adalah:

= Rp 37,50 juta – Rp 23,80 juta
= Rp 13,70

Manfaat yang diperoleh karena menjual secara kredit adalah TAMBAHAN laba. Sedangkan pengorbannya adalah tambahan biaya dana.

Tambahan biaya tersebut timbul karena perusahaan akan memerlukan dana yang lebih banyak bila menjual secara kredit.

Tambahan dana tersebut diperlukan untuk membiayai piutang, yaitu pada waktu perusahaan menjual secara tunai, dan tentu saja piutang tidak ada.

***

Perhatikan bahwa biaya dana bisa jadi bersifat eksplist, artinya benar-benar dikeluarkan, seperti kalau kita membayar bunga karena menggunakan hutang.

Tapi mungkin juga bersifat implisit, artinya adalah tidak benar-benar dikeluarkan, tapi dana tersebut mempunyai opportunity cost.

Opportunity cost menunjukkan manfaat yang hilang karena kita memilih suatu alternatif.

Analisis tersebut menunjukkan bahwa manfaat lebih besar dari pengorbanan, sehingga diperoleh manfaat bersih yang positif.

Ini berarti bahwa rencana untuk menjual secara kredit diharapkan memberikan hasil yang menguntungkan.

 

#2: Menjual Secara Kredit Dengan Diskon

pengaruh manajemen piutang terhadap profitabilitas

Sering perusahaan meng-introdusir diskon dengan maksud agar para pembeli mempercepat pembayaran mereka.

Dengan demikian bisa ditekan keperluan dana akan tambahan piutang, meskipun biaya karena diberikannya diskon perlu diperhatikan.

Misalkan perusahaan menawarkan syarat penjualan, 2/20 net 60.

Ini berarti bahwa kalau pembeli melunasi pembeliannya pada hari ke-20, mereka akan memperoleh diskon 2%.

Tapi jika melunasi pada hari ke-60 harus membayar dengan harga penuh.

Diperkirakan 50% akan memanfaatkan diskon, dan sisanya membayar pada hari ke-60.

Apakah perusahaan sebaiknya meng-introdusir diskon atau menjual kredit tanpa diskon?

***

Perhatikan nilai perhitungan manfaat dan pengorbanannya berikut ini:

A: Manfaat:

Rata-rata periode pembayaran piutang:

= 0,5 (20) + 0,5 (60)
= 40 hari

Perputaran piutang:

= 360/40 = 8X

Rata-rata piutang:

= 1.050 /8 = Rp 131,25 juta

Rata-rata dana yang diperlukan untuk membiayai piutang:

= Rp 131,25 juta x 85% = Rp 111,56 juta

Penurunan biaya dana:

= (Rp 148,75 – Rp 111,56) x 16% = Rp 5,95 juta

 

B: Pengorbanan:

Diskon yang diberikan:

= 2%  x  50% x Rp 1.050
= Rp 10,50 juta

Jadi, manfaat bersihnya adalah:

= Rp 5,95 juta – Rp 10,50 juta
= (Rp 4,55 juta)

Dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa diskon yang diberikan ternyata lebih besar dari pada penghematan biaya.

Dengan demikian maka perusahaan tidak perlu memberikan diskon, karena dengan syarat penjualan 20/20 net 60 diperkirakan akan memberikan manfaat bersih yang negatif.

 

#3: Penjualan kredit dengan kemungkinan piutang tidak terkumpul

Contoh-contoh di atas menggunakan asumsi bahwa semua pembeli akan melunasi pembelian mereka.

Padahal jika perusahaan menjual secara kredit, selalu terdapat kemungkinan bahwa sebagian piutang tak tertagih.

Sekarang kita bandingkan seandainya penjualan dilakukan secara kredit tetapi dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih.

Misalkan dari penjualan dengan syarat n/60 tersebut diperkirakan 1% tidak terbayar.

Apakah perusahaan sebaiknya menjual secara kredit ataukah tetap tunai?

***

Perhatikan Analisis penjualan kredit tanpa diskon dengan penjualan tunai (memperhatikan kemungkinan piutang tidak tertagih) berikut ini:

A: Manfaat:

Tambahan keuntungan karena tambahan penjualan:

= (1.050 – 800) x 15%
= Rp 37,5 juta

 

B: Pengorbanan:

Perputaran piutang:

= 360 hari/60 hari
= 6 x dalam setahun

Rata-rata piutang:

= Rp 1.050/6
= Rp 175 juta

Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang tersebut:

= 85% x Rp 175 juta
= Rp 148,75 juta

Biaya dana yang harus ditanggung karena memiliki tambahan piutang:

= Rp 148,75 juta x 0,16
= Rp 23,80 juta

Kerugian karena penjualan tidak terbayar:

=1% x Rp 1.050 juta
= Rp 10,50 juta

Total tambahan biaya:

= Rp  23,80 juta + Rp 10,50 juta
= Rp 34.30 juta

Tambahan manfaat bersih adalah:

= Rp 37,50 juta – Rp 34,30 juta
= Rp 3,20

Analisis di atas menunjukkan bahwa dengan mempertimbangkan kemungkinan penjualan tidak terbayar.

Penjualan kredit diharapkan masih menguntungkan apabila dibandingkan dengan penjualan secara tunai.

 

#4: Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Penjualan

pengaruh penjualan kredit

Penjualan yang bersifat musiman bisa diberikan potongan khusus pada waktu penjualan sedang off, agar bisa meningkatkan penjualan.

Perusahaan juga bisa membentuk bagian penagihan kredit agar jumlah kredit macet berkurang, dan/atau periode pengumpulan piutang menjadi makin cepat.

Apakah cara-cara tersebut bisa dibenarkan secara ekonomi, analisis yang perlu dilakukan tetap dengan membandingkan antara manfaat dan pengorbanan.

***

Sebagai contoh:

Misalkan perputaran piutang ternyata mencapai hanya 4X dalam satu tahun, padahal persyaratan penjualan adalah n/60.

Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain:

#1: Pemberian kredit tidak dilakukan secara ketat sesuai dengan standar kredit

Dengan demikian, di samping menentukan syarat penjualan.

Misalnya: n/60 ataupun 2/10/net60, perusahaan perlu menentukan standar kreditnya.

Standar kredit menunjukkan siapa yang diijinkan membeli secara kredit.

Mungkin standar kredit ditentukan sangat ketat (misalnya hanya untuk mereka yang berpenghasilan tetap.

Dan angsuran kredit mencapai hanya 10% dari total penghasilan) atau agak longgar.

Semakin ketat standar kredit, semakin kecil kemungkinan piutang tidak tertagih, dan sebaliknya.

Hanya saja bila standar kredit semakin ketat, calon pembeli yang memenuhi persyaratan mungkin tidak banyak sehingga penjualan tidak setinggi yang diharapkan.

 

#2: Aktivitas bagian kredit tidak baik

Sering terjadi kasus-kasus macetnya piutang menunjukkan bahwa kemacetan tersebut disebabkan perusahaan tidak menagih piutangnya.

Terlambatnya penagihan dapat disebabkan karena pelaksanaan manajemen keuangan yang tidak baik.

Seperti sistem pencatatn piutang yang tidak segera menunjukkan mana piutang yang harus ditagih.

Walaupun dapat juga disebabkan oleh pembeli yang ‘nakal’.

***

Perhatikan contoh soal manajemen piutang berikut:

Misalkan sekarang bahwa penjualan kredit setiap tahun mencapai Rp 12 M.

Maka piutang mencapai Rp 3 M dan bukannya Rp 2 M sebagaimana standar penjualan.

Bila profit margin adalah sebesar 10%, maka perusahaan memerlukan tambahan dana karena keterlambahan pengumpulan piutang sebesar:

= 0,90 ( Rp 3 M – Rp 2 M )
= Rp 900 juta

Bila biaya dana adalah sebesar 15%, maka kerugian kerugian karena tertundanya pengumpulan piutang adalah:

= 0,15 ( Rp 900 juta )
= Rp 135 juta

Karena itu, bila perusahaan dapat mempercepat pengumpulan piutang.

Misalnya dengan menambah jumlah karyawan bagian penagihan kembali ke 6X dalam satu tahun.

Tapi memerlukan biaya kurang dari Rp 135 juta dalam satu tahun.

Maka penambahan biaya tersebut dapat dibenarkan secara ekonomis.

 

02. Siapa yang Di-izinkan Membeli Secara Kredit dalam Manajemen Piutang

dasar-dasar kebijakan piutang

Sekali perusahaan memutuskan untuk menjual secara kredit timbul masalah tentang siapa yang akan diijinkan untuk membeli secara kredit.

Perlu ditentukan standar operasional prosedur (SOP) dan kemudian dilakukan evaluasi terhadap para pembeli.

Standar operasional prosedur bisa ditentukan berdasarkan atas evaluasi data historis terhadap variabel-variabel tertentu, atau karena pertimbangan tertentu.

***

Perhatikan contoh berikut:

Karyawan yang berpenghasilan tetap bisa diijinkan membeli secara kredit karena ada kerja sama dengan organisasi tempat karyawan tersebut bekerja.

Misalnya dengan memotong gaji tiap bulan sesuai dengan angsuran yang telah ditetapkan.

Evaluasi juga bisa dilakukan terhadap dana historis variabel-variabel tertentu.

 

Sebaga contoh:

Data historis menunjukkan bahwa:

  • karyawan yang telah berkeluarga,
  • mempunyai tempat tinggal sendiri,
  • telah lama memangku suatu jabatan tertentu,

Lebih tepat memenuhi pembayaran pada waktunya dibandingkan dengan:

  • Yang masih single
  • Belum mempunyai tempat tinggal sendiri
  • Baru memangku jabatan tertentu

Karena itu, mungkin sekali jika pembeli adalah individu, mereka diminta untuk mengisi formulir seperti berikut ini:

# Contoh form informasi yang ingin diperoleh dari pelanggan individu:

Contoh Form Informasi Pelanggan
Contoh Form Informasi Pelanggan

Contoh form di atas menunjukkan sebagian formulir yang digunakan untuk memperoleh informasi yang akan digunakan untuk analisis kredit terhadap pembeli individual.

Umumnya dijumpai hubungan (korelasi) tertentu antara faktor-faktor tertentu dengan ketepatan pembeli melunasi pembelian mereka.

Sebagai contoh:

Jika seseorang:

  • telah lama bertempat tinggal di satu alamat,
  • rumah yang di tempati milik sendiri,
  • berkeluarga, dan
  • telah bekerja cukup lama

Seringkali pembeli tersebut memang merupakan pembeli yang baik.

Karena itulah informasi yang dicantumkan dalam formulir, dan bagaimana melakukan analisis dan penafsirannya, haruslah dirancang dengan seksama.

Jangan sampai informasi yang diperoleh bukan hanya tidak ada manfaatnya bahkan bisa jadi menyesatkan.

***

Untuk pembeli yang merupakan perusahaan, informasi yang diperlukan biasanya menyangkut laporan keuangan plus informasi dari rekan bisnis, dan lainnya.

Dan hal itu bisa dibuatkan suatu model yang memisahkan (to discriminate) pelanggan yang baik.

Dalam arti membayar tepat pada waktunya dan pelanggan yang buruk (tidak membayar).

Teknik ini dalam statistik disebut sebagai discriminant analysis.

Perhatikan contoh berikut:

Misalkan kita memperoleh data dari 15 perusahaan dengan debt to equity ratio  (DER) dan return of equity (ROE) sebagaimana dicantumkan pada tabel berikut:

rasio manajemen piutang
Tabel: Contoh Rasio DER dan ROE Perusahaan

 

Dan untuk memudahkan penggambaran analisis ini, saya sajikan gambar manajemen piutang berikut ini:

analisis manajemen piutang
Analisis Return on Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER)

Pada gambar di atas menunjukkan adanya pengelompokkan perusahaan, yaitu yang baik dan buruk.

Jika kita gambarkan garis pemisah, maka perusahaan yang ada di atas garis pemisah merupakan perusahaan yang kurang baik, yaitu:

  • perusahaan dengan tanda o),
  • sedangkan yang di bawah adalah perusahaan yang baik, yaitu perusahaan dengan tanda *)

Dengan demikian bila ada suatu perusahaan yang ingin membeli secara kredit, dan kemudian kita plot-kan dalam gambar tersebut ternyata berada di bawah garis.

Maka perusahaan tersebut kita nilai baik sehingga kredit diberikan, dan sebaliknya.

***

Dengan melakukan pengamatan sepintas terhadap gambar tersebut kita dapat menyimpulkan adanya hubungan antara DER dan ROE dengan baik tidaknya perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai DER tinggi dan ROE rendah (atau bahkan negatif) akan terklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak baik.

Tentu saja kita dapat menggunakan lebih dari dua variabel untuk memisahkan perusahaan yang baik dan yang buruk.

Salah satu peneliti yang telah menerapkan analisis diskriminan untuk memisahkan perusahaan yang bangkrut dan tidak adalah Altman.

 

03. Analisis Terhadap Calon Pembeli dalam Manajemen Piutang

rasio manajemen piutang

Sewaktu perusahaan memutuskan untuk memperkenankan seorang (calon) pembeli membeli secara kredit.

Perusahaan dihadapkan pada kemungkinan bahwa (calon) pembeli tersebut tidak membayar pembeliannya.

Meskipun jalur hukum terbuka untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tetapi kalau nilai pembelian tidaklah terlalu besar perusahaan bisa jadi enggan menempuh jalur hukum.

Dengan demikian masalah yang dihadapi perusahaan adalah secara individual hutang para pembeli tersebut relatif kecil, tapi secara keseluruhan menjadi cukup besar.

Sayangnya perusahaan tidak mungkin menempuh jalur hukum secara kolektif untuk pembeli-pembeli yang kurang baik.

Untuk itu dapat dilakukan analisis dengan menggunakan asumsi bahwa seandainya pembeli tidak melunasi pembelian mereka.

Maka jumlah yang dibeli tersebut dianggap hilang sebagai kerugian.

Dan analisis ini memerlukan penerapan teori manajemen piutang dan  konsep statistik.

***

Perhatikan contoh analisis pengaruh manajemen piutang terhadap profitabilitas perusahaan berikut ini:

Misalkan seorang pembeli akan membeli dengan kredit suatu barang denga harga Rp 100.

Harga Pokok Penjualan (HPP) barang tersebut adalah Rp 60, dan diperkirakan probabilitas pembeli tersebut akan melunasi pembeliannya adalah 0,95.

Apakah permohonan tersebut sebaiknya dikabulkan?

Bila permohonan tersebut ditolak, maka kerugian perusahaan sama dengan nol.

Dengan demikian permohonan tersebut dapat dikabulkan hanya bila diharapkan akan memberikan laba yang lebih besar dari nol (expected profit > 0)

***

Perhatikan perhitungan dan analisis expected profit berikut ini:

expected profit = Prob. akan membayar (harga-biaya) – prob. tidak membayar (biaya)

= 0,95 (100 – 80 ) – 0,05 (80)
= 19 – 4 = 15

Karena expected profit positif, maka permohonan tersebut sebaiknya dikabulkan.

Dengan demikian sejauh probabilitas pembeli akan membayar masih di atas 80%, maka permohonan tersebut sebaiknya dikabulkan.

Cut-off probabilitas sebesar 80% tersebut diperoleh dari persamaan berikut ini :

Pada expected profit sama dengan nol, maka kita berada dalam posisi indifference. Dengan demikian bila probabilitas akan membayar diberi notasi p, maka:

0 = p(100-80) – (1-p)(80)
= 20p – 80 + 80p
p= 0,80

Tentu saja semakin besar p semakin besar dorongan agar permohonan tersebut dikabulkan.

Trade-off antara mengabulkan (memperoleh laba tapi mungkin juga tidak terbayar) dan menolak ( tidak akan terjadi kerugian karena tidak terbayar.

Tapi kehilangan penjualan) selalu muncul dalam analisis.

***

Dasar pemikiran yang sama dapat diterapkan untuk persoalan berikut ini:

Misalkan data historis menunjukkan bahwa kelompok pembeli yang “baik”mempunyai rata-rata periode pengumpulan piutang 30 hari.

Rata-rata biaya pengumpulan Rp 100 dan probabilitas piutang tidak terbayar hanya 0,02 (atau 2%0.

Permohonan pembelian kredit dikabulkan kalau biaya penerimaan lebih besar dari biaya penolakan.

Biaya yang paling diharapkan dari masing-masing alternatif dapat dirumuskan sebagai berikut:

A. Biaya Penerimaan =

Probabilitas tidak membayar (biaya variabel per unit) unit yang dibeli + (tingkat keuntungan yang disyaratkan) (Periode pengumpulan/360) (biaya variabel per unit) unit yang dibeli + Biaya pengumpulan

 

B. Biaya Penolakan =

(1 – Probabilitas tidak terbayar) (laba marginal per unit) unit yang dibeli.

Perhatikan contoh perhitungan berikut ini:

Misalkan biaya variabel (disebut juga biaya marginal) sebesar Rp 1.800 per unit dan laba marginal (artinya tambahan laba yang diperoleh dari setiap tambahan satu unit penjualan) Rp 1.200.

Dan tingkat keuntungan yang disyaratkan sebesar Rp 18%.

***

Dengan demikian bila X adalah unit yang dibeli, maka untuk kelompok ‘baik’ biaya penerimaan dan penolakan yang diharapkan adalah:

A. Biaya penerimaan:

= 0,02(1.800X) + 0,18(30/360)1.800X + 100
= 36X + 27X + 100 = 63X + 100

B. Biaya penolakan:

= (1 – 0,02) 1.200X
= 1.176X

Apa arti persamaan-persamaan tersebut. Apabila (calon) pembeli yang dikelompokan ‘baik’ bermaksud membeli 3.000 unit, maka:

A. Biaya penerimaan:

= 63(3.000) + 100
= 189.100

B. Biaya penolakan:

= 1.176(3.000)
= 3.528.000

Dengan demikian bila pembelian tesebut ditolak, maka biaya penolakannya lebih besar daripada biaya penerimaannya.

Karena itu seharusnya permohonan pembelian tersebut dikabulkan.

***

Untuk menyegarkan dan me-review kembali materi manajemen piutang, saksikan video sederhana berikut ini:

 

04. Kesimpulan tentang Pengelolaan Piutang Usaha

Keputusan tentang berapa banyak piutang akhirnya dimiliki perusahaan sebagian besar tergantung pada Bagian Pemasaran. Meskipun demikian, dampak keputusan tersebut akan terasa pada Bagian Keuangan, paling tidak yang menyangkut masalah pendanaan.

Dengan demikian, nampak bahwa keputusan-keputusan keuangan bukan hanya terbatas dilakukan oleh Bagian Keuangan saja. Misalnya aktivitas manajemen piutang dalam manajemen keuangan.

Dan bila ingin merancang dan membuat sistem pengelolaan keuangan perusahaan yang accountable dan akurat, Anda bisa membaca contoh-contohnya di SOP + Accounting Tools sebagai pendukung pelaksanaannya di lapangan.

***

Analisis ekonomi tentang piutang pada dasarnya mencoba membandingkan manfaat dan pengorbanan yang timbul karena memiliki piutang.

Karena itulah diperlukan identifikasi manfaat dan pengorbanan tersebut.

Jumlah piutang yang dimiliki perusahaan, di samping ditentukan oleh penjualan, persyaratan penjualan. Dan standar kredit, juga dipengaruhi oleh manajemen (pengumpulan) piutangnya.

Pencatatan piutang yang tidak baik, karyawan yang kurang, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mengapa rata-rata piutang meningkat. Membuat perputaran piutang lebih rendah dari standar persyaratan penjualan.

Analisis untuk mengenali calon pembeli yang baik dan yang buruk dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan analisis diskriminan. Dalam setiap analisis untuk pengambilan keputusan muncul trade-off antara menolak atau mengabulkan permohonan.

Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai ringkasan manajemen piutang.

Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.