D: Perhitungan Harga Pokok Produksi di Departemen B
1: Perhitungan Biaya Produksi
Dari contoh di atas, terlihat bahwa 30.000 kg produk selesai yang diterima oleh Departemen B dari Departemen A, telah menambah total biaya produksi dari Departemen A sebesar Rp 450.000, atau Rp 15 per kg.
Untuk mengolah produk yang diterima dari Departemen A tersebut, Departemen B mengeluarkan biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik bulan Januari 2020 berturut-turut sebesar Rp 270.000 dan Rp 405.000.
Dari 30.000 kg produk yang diolah Departemen B tersebut dapat dihasilkan produk jadi yang ditransfer ke gudang sebanyak 24.000 kg, dan persediaan produk dalam proses pada akhir bulan sebanyak 6.000 kg dengan tingkat penyelesaian 50% untuk biaya konversi.
Untuk menghitung harga pokok produk jadi Departemen B yang ditransfer ke gudang dan harga pokok persediaan produk dalam proses pada akhir Januari 2020.
Perlu dilakukan penghitungan biaya per satuan yang ditambahkan oleh Departemen B dalam bulan yang bersangkutan.
Hasil perhitungan ini kemudian dikalikan dengan kuantitas produk selesai yang ditransfer oleh Departemen B ke gudang dan akan diperoleh informasi biaya yang ditambahkan atas harga pokok produk yang dibawa dari Departemen A.
Untuk menghitung harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen B pada akhir periode.
Harga pokok produk yang berasal dari Departemen A harus ditambah dengan biaya produksi per satuan yang ditambahkan Departemen B, dikalikan dengan kuantitas persediaan produk dalam proses tersebut dengan memperhitungkan tingkat penyelesaiannya.
Biaya Poduksi per Satuan
Untuk menghitung biaya produksi per satuan yang ditambahkan oleh Departemen B perlu dihitung unit ekuivalensi tiap unsur biaya produksi yang ditambahkan oleh Departemen B dalam Januar 2020.
Dengan cara perhitungan sebagai berikut:
Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik, yang ditambahkan oleh Departemen B dalam bulan Januari 2020, yaitu biaya untuk memproses 30.000 kg produk yang diterima dari Departemen A sebesar Rp 155.000 tersebut.
Di mana dalam proses tersebut menghasilkan 24.000 kg produk jadi dan 6.000 kg persediaan produk dalam proses yang tingkat penyelesaian biaya konversianya sebesar 50%.
Hal ini berarti biaya konversi tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan produk selesai sebanyak 24.000 kg, dan 3.000 kg persediaan produk dalam proses. Dengan demikian unit ekuivalensi biaya konsersi adalah 27.000 kg, yang dihitung sebagai berikut:
= 24.000 + (50% x 6.000)
= 27.000 kg
Proses Perhitungan biaya produksi per kg
Untuk menghitung biaya produksi per kg yang ditambahkan oleh Departemen B dalam bulan Januari 2020 dihitung dengan membagi tiap unsur biaya produksi yang dikeluarkan oleh Departemen B seperti berikut ini:

Setelah biaya produksi per kg yang ditambahkan oleh Departemen B dihitung. Harga pokok produksi selesai yang ditransfer oleh Departemen B ke gudang dan harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen B pada akhir bulan Januari 2020 dapat dihitung berikut ini:
-
Harga pokok produk selesai yang ditransfer Departemen B ke gudang:
- Harga pokok dari Dept A: 24.000 x Rp 15 = Rp 360.000
- Biaya yang ditambahkan oleh Dept B: 24.000 x Rp 25 = Rp 600.000
-
Total harga pokok produk jadi yang ditransfer Departemen B ke Gudang:
- 24.000 x Rp 40 = Rp 960.000
-
Perhitungan Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir:
-
Harga pokok dari Departemen A:
- 6.000 x Rp 15 = Rp 90.000
-
Biaya yang ditambahkan oleh Departemen B:
- Biaya TK: 50% x 6.000 x Rp 10 = Rp 30.000
- BOP: 50% x 6.000 x Rp 15 = Rp 45.000
-
Total harga pokok persediaan produk dalam proses Dept B:
- = (d) + (e)
- = Rp 90.000 + 75.000
- = Rp 165.000
-
Jumlah biaya produksi kumulatif Dept B bulan Januari 2020:
- = (b) + (f)
- = Rp 960.000 + Rp 165.000
- = Rp 1.125.000
2: Jurnal Pencatatan Biaya Produksi Departemen B
A: Jurnal untuk mencatat penerimaan produk dari Departemen A:
[Debit] Barang Dalam Proses Biaya Bahan Baku Dept B Rp 450.000
[Kredit] BDP – Biaya Bahan Baku Departemen A Rp 60.000
[Cr] Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Departemen A Rp 150.000
[Kredit] BDP – Biaya Overhead Pabrik Departemen A Rp 240.000
B: Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja:
[Debit] BDP – Biaya Tenaga Kerja Departemen B Rp 270.000
[Kredit] Gaji dan Upah Rp 270.000
C: Jurnal untuk mencatat Biaya Overhead Pabrik:
[Debit] Persediaan Produk Jadi Rp 405.000
[Kredit] Berbagai Rekening yang Dikredit Rp 405.000
D: Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh Departemen B ke gudang:
[Debit] Persediaan Produk Jadi Rp 960.000
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku Departemen B Rp 360.0001
[Cr] BDP – Biaya Tenaga Kerja Departemen B Rp 240.0002
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Departemen B Rp 360.0003
Note:
1: 24.000 kg x Rp 15 (harga pokok produksi per kg dari Dep A)
2: 24.000 kg x Rp 10 (biaya tenaga kerja yang ditambahkan oleh Dept B)
3: 24.000 kg x Rp 15 (Biaya Ov. Pabrik yang ditambahkan oleh Dept B)
D: Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai diolah dalam Dept B pada akhir bulan Januari 2020:
[Debit] Persediaan Produk Dalam Proses Dept B Rp 165.000
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku Dept B Rp 90.000
[Cr] BDP – Biaya Tenaga Kerja Dept B Rp 30.000
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabri Dept B Rp 45.000
—
Apa manfaat adanya informasi harga pokok produksi?
Manfaat utama mengenai harga pokok produksi adalah membantu perusahaan untuk menentukan harga produk dan mengontrol pengeluaran biaya produksi.
Bagaimana cara menghitung biaya proses?
Pertama, kita hitung semua penggunaan raw material, bahan penolong, dan overhead. Selanjutnya, kita bagi hasil perhitungan tersebut dengan jumlah barang yang dihasilkan dari proses produksi.
Apa yang dimaksud dengan harga pokok proses dalam konteks proses costing?
Adalah seluruh biaya yang dikeluarkan di setiap proses pembuatan suatu barang.
Kesimpulan Tentang Metode Harga Pokok Proses
Metode harga pokok proses diterapkan untuk mengolah informasi biaya produksi dalam perusahaan yang produksinya dilaksanakan secara massa. Pendekatan harga pokok proses berbeda dengan metode harga pokok pesanan dalam hal:
- pengumpulan biaya produksi,
- perhitungan harga pokok per satuan,
- klasifikasi biaya produksi,
- pengelompokkan biaya yang dimasukkan dalam unsur biaya overhead pabrik.
Masalah pokok yang terdapat dalam metode harga pokok proses adalah bagaimana menentukan harga pokok selesai yang ditransfer ke departemen produksi berikutnya atau ke gudang, dan bagaimana menentukan harga pokok produk yang pada akhir periode masih dalam proses di suatu departemen.
Untuk menentukan harga pokok tersebut, diperlukan perhitungan biaya produksi per satuan yang dihasilkan oleh suatu departemen.
Untuk menghitung biaya per satuan produk yang dihasilkan oleh suatu departemen, perlu dilakukan unit ekuivalens. Unit ekuivalensi ini dipengaruhi oleh:
- jumlah produk selesai yang ditransfer ke departemen selanjutnya atau ke gudang.
- tingkat penyelesaian persediaan produk dalam proses pada akhir periode, dan
- ada tidaknya produk yang hilang dalam proses.
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai makalah metode harga pokok proses. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Note:
Boleh mengutip artikel ini, tapi mohon sebutkan sumber linknya, jangan copy paste tak bertanggungjawab dan cari untung sendiri!
Jika artikel ini bermanfaat untuk kamu, kamu bisa support kami dengan donasi untuk membantu kami terus membuat konten berkualitas. Donasi kamu akan digunakan untuk biaya operasional website, produksi konten berkualitas, dan pengembangan platform ini.
Cara Donasi:
- Transfer ke rekening berikut:
Bank: BCA
No Rekening: 0182537827
A/N: Wadiyo - Setelah transfer, kirim buktinya ke email kami di info@manajemenkeuangan.net atau WA 0896-0725-6713.
- Kami akan mengirimkan ucapan terima kasih dan template Excel untuk membuat laporan keuangan.
- Secara berkala, laporan penerimaan dan penggunaan donasi akan kami sajikan di manajemenkeuangan.net.
Terima kasih atas dukungannya! 🙏