Modal bank adalah dana yang di-investasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank, di samping itu untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter.
Bagaimana klasifikasi, jenis, CAR dan perlakuan akuntansi modal modal?
Let’s dive right in…
01: Klasifikasi Modal Bank
Jenis Modal
Pembagian jenis modal bank di Indonesia dapat diklasifikasikan sesuai Standard Bank for International Settlements (BIS), adalah:
A: Modal Inti (Tier 1)
Modal inti modal bank berasal dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak.
#1: Modal Inti
Modal Inti adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
#2: Modal Sumbangan
Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual.
Modal ini sering disebut juga sebagai modal donasi.
#3: Cadangan Umum
Cadangan umum adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak.
Dan mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham.
#4: Cadangan Tujuan
Cadangan tujuan adalah bagian laba yang dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
#5: Laba Ditahan
Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.
#6: Laba Tahun Lalu
Laba tahun lalu adalah laba tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak yang belum ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham (RUPS).
#7: Laba Tahun Berjalan setelah dikurangi dengan taksiran hutang pajak.
Laba tahun berjalan ini hanya diperhitungkan sebagai modal inti sebesar 50%.
Modal inti adalah modal yang disetor para pemilik bank dan modal yang berasal dai cadangan yang dibentuk ditambah dengan laba yang ditahan.
Porsi terbesar modal inti terletak pada modal saham yang disetor.
Sedangkan selebihnya sangat tergantung laba yang diperoleh dan kebijakan RUPS.
Untuk modal disetor berupa saham biasa. Pemegang saham biasa memiliki hak suara, sehingga dapat mengendalikan manajemen bank.
Pada saham preferen, pemegangnya tidak mempunyai hak suara, namun pembagian difidennya akan didahulukan sebelum membayar dividen saham biasa.
B: Pencatatan Jurnal Akuntansi
Pencatatan jurnal umum untuk akun modal saham dilakukan sebesar harga nominal. Selisih harga saham di atas nilai nominal dicatat sebagai agio saham.
Selisih harga saham dibawah nilai nominal dicatat sebagai disagio saham.
Agio saham akan diamortisasi setiap akhir periode dan disagio saham akan diakumulasi setiap akhir periode.
Harga saham atau nilai modal disetor (paid in capital) adalah total yang dibayar oleh pemegang saham kepada bank emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau saham biasa.
Nilai modal disetor adalah penjumlahan nilai nominal ditambah dengan agio saham atau nilai nominal dikurangi disagio saham.
Sedangkan nilai nominal adalah nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham.
Nilai nominal ditentukan berkaitan dengan kepentingan hukum, misalnya untuk proteksi terhadap kreditur.
Dalam hal bank emiten menerbitkan saham biasa dan saham preferen, maka penyajian dalam neraca saham preferen harus didahulukan.
Perhatikan contoh berikut ini:
#1: Tanggal 2 Januari 2020 telah diterima setoran awal dana dari Bapak Surya untuk modal bank berupa:
- Uang tunai Rp 500.000.000
- Aktiva tetap berupa tanah senilai Rp 600.000.000
- Kendaraan baru dan belum disusut senilai Rp 200.000.000
- Inventaris kantor senilai Rp 200.000.000
Setoran ini dicatat dalam bentuk saham biasa untuk 150.000 lembar dengan nilai nominal Rp 10.000 per lembar, kurs 103%.
#2: Tanggal 10 Januari 2020 dijual saham biasa 10.000 lembar dengan nominal Rp 5.000, 97%. Pembayaran diterima tunai.
***
Cara pencatatan jurnal transaksi di atas adalah sebagai berikut:
Tanggal 2/1/2020:
[Debit] Kas Rp 545.000.000
[Debit] Aktiva Tetap – Tanah Rp 600.000.000
[Dr.] Aktiva Tetap – Kendaraan Rp 200.000.000
[Debit] Aktiva Tetap – Inventaris Kantor Rp 200.000.000
[Kredit] Modal Disetor – Saham Rp 1.500.000.000
[Kredit] Agio Saham Rp 45.000.000
[Debit] Kas Rp 48.500.000
[Debit] Disagio Saham Rp 1.500.000
[Kredit] Modal Disetor – Saham Rp 50.000.000
Bank yang mengeluarkan saham sering menerima pesanan saham dari calon investor.
Saham yang dijual secara pesanan harus diserahkan setelah dilunasi seluruhnya.
Perlakuan akuntansi untuk pemesanan saham adalah emiten akan mendebit piutang pemesan saham dan mengkredit modal saham yang dipesan.
Dalam hal pemesan tidak melunasi sisa pembayaran saham, maka emiten dapat mengembalikan jumlah pembayaran sebelumnya.
Atau dijadikan hak milik emiten (bila ada perjanjian) dan dimasukkan sebagai komponen tambahan modal dengan perkiraan tambahan modal pembatalan pemesanan saham.
Cara lain untuk mengatasi ini adalah dengan mengeluarkan saham yang jumlahnya sama dengan jumlah pembayaran yang telah diterima.
Alternatif-alternatif ini dilakukan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati antara emiten dengan calon pemodal.
Perhatikan contoh transaksi pemesanan saham berikut ini:
- Tanggal 15 Juni 2020 Bank Mitra Setia menerima pesanan saham 100.000 lembar saham biasa dari PT Mirana dengan kurs 102. Harga nominal per lembar Rp 10.000 uang muka pesanan saham diterima 60% tunai.
- Tanggal 30 Juni 2020 pesanan saham tersebut dilunasi secara tunai.
Maka pencatatan jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
#1: Tanggal 15/6/2020:
[Debit] Kas Rp 612.000.000
[Debit] Piutang PT Mirana Rp 408.000.000
{Kredit] Modal Saham Dipesan Rp 1.000.000.000
[Kredit] Agio Saham Rp 20.000.000
#2: Tanggal 30/6/2020:
[Debit] Kas Rp 408.000.000
[Debit] Modal Saham Dipesan Rp 1.000.000.000
[Kredit] Piutang – PT Mirana Rp 408.000.000
[Kredit] Modal Disetor – Saham Rp 1.000.000.000
Bila di kemudian hari pemesan saham tidak mampu melunasi kekurangannya dan bank selaku emiten harus mencatatnya sesuai dengan perjanjian yang disepakati awal.
Perhatikan contoh jurnal pencatatan transaksi berikut:
Bila pesanan saham yang dilakukan oleh PT Mirana tidak dilunasi, dan Bank Mitra Setia mengembalikannya sebesar 80% dari nilai yang telah dibayar.
Tanggal 15/6/2020:
[Debit] Agio Saham Rp 20.000.000
[Debit] Modal Saham yang Dipesan Rp 1.000.000.000
[Kredit] Piutang – PT Mirana Rp 408.000.000
[Cr.] Kas Rp 489.600.000
[Kredit] Pendapatan Lain-lain Rp 122.400.000
Keterangan:
- Telah diterima tunai = Rp 612.000.000
- Dikembalikan 80% = Rp 489.600.000
- Pendapatan Lain-lain = Rp 122.400.000
C: Pembelian Kembali Saham
Struktur modal bank menjadi pertimbangan penting bagi pemilik lama, oleh karena itu pembelian kembali saham yang telah beredar dapat dilakukan dalam kerangka untuk:
- mempertahankan struktur kepemilikan,
- menghindari hostile takeover,
- memenuhi tuntutan regulasi atau
- untuk mengimbangi penurunan skala operasi bank yang semakin menurun sehingga tidak perlu modal besar.
Saham yang dibeli kembali disebut saham treasuri (treasury stock).
Perlakuan akuntansi perbankan untuk saham treasuri terdiri dari dua macam, yaitu:
- Saham treasuri dicatat berdasarkan harga perolehan dan
- Saham dicatat sebesar harga nominal
Selisih antara jumlah yang dibayarkan pada saat perolehan kembali dengan jumlah yang diterima pada saat pengeluaran saham tidak diakui sebagai laba atau rugi suatu bank.
Oleh karena itu saham treasuri tidak boleh diperlakukan sebagai aktiva bank, namun hanya sebagai pengurang terhadap modal saham.
Saham yang diperoleh kembali yang dicatat sebesar harga perolehan, maka pada saat dijual kembali juga dicatat atau dikreditkan sebesar harga perolehannya.
Bila pembelian saham treasuri dilakukan lebih dari satu kali, maka dapat digunakan Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP – LIFO) dan disajikan sebagai pengurang modal saham.
Selisih harga jual kembali dengan harga perolehannya diperlakukan sebagai tambahan modal.
Sebaliknya, bila harga jual kembali lebih rendah dari harga perolehannya maka selisihnya diperlakukan sebagai pengurang modal.
Dalam hal ini dibebankan pada rekening tambahan modal untuk saham treasuri.
Bila saldo tambahan modal saham treasuri tidak mencukupi untuk menanggung kerugian penjualan saham treasuri, maka selanjutnya bisa dibebankan pada laba ditahan.
Bagaimana bila pencatatannya didasarkan pada harga nominal?
Pada metode ini, saham yang diperoleh kembali dicatat sebesar harga nominal dan disajikan sebagai pengurang terhadap modal saham.
Bila harga perolehan kembali saham treasuri semula dikeluarkan dengan harga di atas harga nominal (harga pari), maka harus didebit agio saham.
Jika yang dibayarkan lebih besar daripada pada saat pengeluaran saham, maka bank dapat mendebet rekening laba ditahan.
Sebaliknya, jika yang dibayarkan lebih kecil daripada saat pengeluaran saham maka dikreditkan ke rekening tambahan modal – saham treasuri (treasury stock).
Perhatikan contoh berikut ini:
- Tanggal 1 Juni 2019 Bank ABC melakukan emisi saham biasa 100.000 lembar dengan nominal Rp 5.000 per lembar dengan kur 106
- Pada tanggal 30 Juni 2019 Bank ABC membeli kembali 10.000 lembar sahamnya dengan kurs 103
- Tanggal 30 Juli 2019 Bank ABC menjual kembali saham treasuri sebanyak 10.000 lembar dengan kurs 104
- Tanggal 1 Agustus 2019 Bank ABC menjual kembali 10.000 lembar saham treasuri dengan kurs 96.
Dengan memperhatikan transaksi ini, maka jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah sebagai berikut:
a): Pencatatan Jurnal Akuntansi Metode Harga Perolehan
#1: Tanggal 1/6/2019
[Debit] Kas Rp 530.000.000
[Kredit] Modal Saham Rp 500.000.000
[Kredit] Agio Saham Rp 30.000.000
#2: Tanggal 30/6/2019
[Debit] Saham treasury Rp 51.500.000
[Kredit] Kas Rp 51.500.000
#3: Tanggal 30/7/2019
[Debit] Kas Rp 52.000.000
[Kredit] Saham Treasuri Rp 51.500.000
[Kredit] Tambahan Modal – Saham Treasuri Rp 500.000
#4: Tanggal 1/8/2019
[Debit] Kas Rp 48.000.000
[Kredit] Tambahan Modal – Modal Treasuri Rp 3.500.000
[Kredit] Saham Treasuri Rp 51.500.000
b): Pencatatan Jurnal Akuntansi Metode Harga Nominal
#1: Tanggal 1/6/2019
[Debit] Kas Rp 530.000.000
[Kredit] Modal Saham Rp 500.000.000
[Kredit] Agio Saham Rp 30.000.000
#2: Tanggal 30/6/2019
[Debit] Saham treasury Rp 50.000.000
[Debit] Agio Saham Rp 1.500.000
[Kredit] Kas Rp 51.500.000
#3: Tanggal 30/7/2019
[Debit] Kas Rp 52.000.000
[Kredit] Saham Treasuri Rp 50.000.000
[Kredit] Agio Modal Saham Rp 2.000.000
#4: Tanggal 1/8/2019
[Debit] Kas Rp 48.000.000
[Kredit] Agio Modal Saham Rp 2.000.000
[Kredit] Saham Treasuri Rp 50.000.000
D: Penarikan Kembali Saham Treasuri
Saham treasuri yang ditarik kembali, berarti saham tersebut tidak akan diedarkan kembali. Perlakuan akuntansi perbankan untuk saham treasuri yang ditarik tergantung metode pencatatan sebelumnya.
Bila berdasarkan harga perolehan, sebagaimana kita perhatikan sebelumnya bahwa bank tidak mengakui kenaikan ataupun penurunan modal dari saham treasuri yang diperoleh. Maka kenaikan atau penurunan saham treasuri harus diakui pada saat saham tersebut ditarik kembali.
Jika sebelumnya diketahui bahwa harga perolehan saham treasuri lebih kecil daripada harga saham ketika emisi, maka kenaikan ini dicatat dengan mengkredit rekening tambahan modal-saham treasuri.
Bila terjadi sebaliknya, maka bank dapat mendebet rekening tambahan modal (agio saham) atau laba ditahan.
Bagaimana kalau pencatatannya didasarkan pada harga nominal?
Bila ini yang menjadi dasar, maka bank telah mengakui kenaikan atau penurunannya, sehingga pada saat penarikan tidak perlu mengakui selisih atau kenaikan/ penurunan tersebut.
Perhatikan contoh berikut ini:
Misalkan, setelah terjadi transaksi pembelian kembali saham treasuri di Bank ABC pada tanggal 27 Juni 2019.
Bank ABC menyatakan menarik 10.000 lembar saham treasuri tersebut pada tanggal 15 Juni 2019.
Maka pencatatan jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut:
#1: Berdasarkan Metode Harga Perolehan
Tanggal 15/6/2019
[Debit] Modal Saham Rp 50.000.000
[Debit] Agio Saham Rp 3.000.000
[Kredit] Tambahan Modal – Saham Treasuri Rp 1.500.000
[Kredit] Saham Treasuri Rp 51.500.000
#2: Berdasarkan Metode Harga Nominal
Tanggal 15/7/2019
[Debit] Modal Saham Rp 50.000.000
[Kredit] Saham Treasuri Rp 50.000.000
B: Modal Pelengkap (Tier 2)
Modal pelengkap bank terdiri dari cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, modal pinjaman, serta pinjaman subordinasi.
Lalu apa dong yang dimaksud modal pelengkap bank?
Secara rinci modal pelengkap bank dapat dijelaskan sebagai berikut:
#1: Cadangan revaluasi aktiva tetap
Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak.
#2: Penyisihan Penghapusan Aktiva Tetap Produktif (PPAP)
Adalah penyisihan penghapusan aktiva tetap produktif (PPAP) yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan.
Dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktifnya.
#3: Modal Pinjaman
Modal pinjaman adalah utang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat-sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri:
- tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan,
- tidak dapat ditarik atau dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI,
- mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi, dan
- pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
Modal pinjaman sebelumnya disebut sebagai modal kuasi (hybrid debt/equity capital instrument).
Dalam perhitungan CAR, modal pinjaman termasuk komponen modal pelengkap.
Untuk itu sifat modal pinjaman mempunyai kedudukan sama dengan modal pada umumnya.
Apa yang dimaksud modal pinjaman?
Modal pinjaman adalah pinjaman yang didukung dengan menggunakan instrumen yang disebut:
- Capital assets
- Loan stock
- Atau warkat lain yang dipersamakan dengan itu dan mempunyai sifat seperti modal
Modal pinjaman mempunyai 4 sifat, yaitu:
- Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal (pinjaman subordinasi) dan telah dibayar penuh.
- Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan Bank Indonesia.
- Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang ditahann dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belu dilikuidasi
- Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
Pencatatan jurnal akuntansi modal pinjaman dimulai saat penerbitan atau penjualan warkat modal pinjaman.
Modal pinjaman dicatat sebesar nilai nominal. Biaya-biaya penerbitan warkat modal pinjaman dapat ditangguhkan dan diamortisasi secara sistematis selama taksiran jangka waktunya, yang selama-lamanya 5 tahun.
Jadi format pencatatan jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut:
#1: Saat Penerbitan (penjualan warkat)
[Debit] Giro BI – Bank Lain Rp xxx
[Debit] Biaya Penerbitan Modal Pinjaman Dibayar Dimuka Rp xxx
[Kredit] Modal Pinjaman Rp xxx
#2: Saat Amortisasi Biaya Penerbitan
[Debit] Biaya Penerbitan Modal Pinjaman Rp xxx
[Kredit] Biaya Penerbitan Modal Pinjaman Dibayar Dimuka Rp xxx
#3: Saat Penyesuaian Bunga
[Debit] Biaya Bunga Rp xxx
[Kredit] Biaya Penerbitan Modal Pinjaman Dibayar Dimuka Rp xxx
#4: Saat Pembayaran Bunga
[Debit] Bunga Modal Pinjaman Masih Harus Dibayar Rp xxx
[Kredit] Kas/ Giro BI/ Giro Bank-bank Lain Rp xxx
#5: Saat Pelunasan Pokok Pinjaman
[Debit] Modal Pinjaman Rp xxx
[Kredit] Giro BI/Kas/Giro Bank Lain Rp xxx
#4: Pinjaman Subordinasi
Pinjaman Subordinasi adalah pinjaman yang memenuhi syarat-syarat:
- Ada perjanjian tertulis
- Mendapat persetujuan Bank Indonesia
- Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
- Telah disetor penuh dengan minimal jangka waktu 5 tahun
- Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapatkan persetujuan BI
- Hak tagih berada pada urutan paling akhir dalam hal bank dilikuidasi.
Sumber dana ini dapat dikatakan sama kedudukannya dengan modal bank karena jangka waktunya panjang dan mempunyai hak tagih paling akhir.
Jadi apa itu pinjaman subordinasi?
Dengan kata lain, pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada.
Pinjaman subordinasi ini diperhitungkan dalam komponen capital adequacy ratio (CAR) sebesar 50% dari modal inti.
Modal inti terdiri dari:
- modal disetor,
- modal disumbangkan,
- cadangan umum,
- cadangan tujuan,
- laba ditahan,
- laba tahun-tahun lalu,
- 50% laba tahun berjalan,
- goodwill, yang telah dikurangi dengan kerugian tahun lalu dan tahun berjalan.
Pinjaman yang diterima bank dapat dikelompokkan pinjaman subordinasi bila memenuhi persyaratan:
- Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman
- Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam hal ini bank yang mengajukan permohonan persetujuan harus menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman subordinasi tersebut.
- Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah membayar penuh.
- Jangka pinjaman minimal 5 tahun
- Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari BI dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank yang bersangkutan tetap sehat.
- Hak tagihnya berlaku paling akhir dalam hal terjadi likuidasi (kedudukannya sama dengan modal bank)
a): Akuntansi Pinjaman Subordinasi
Akuntansi untuk pinjaman subordinasi ini prinsipnya sama dengan akuntansi pinjaman diterima.
Pencatatan dimulai dari komitmen disepakati, kemudian pada saat realisasi, dan pencatatan selama periode pinjaman subordinasi berupa angsuran pokok dan bunga.
Dan berikut ini format pencatatan jurnal transaksi tersebut:
#1: Komitmen ditandatangani
[Debit] Fasilitas Pinjaman Subordinasi Disetujui dan Belum Direalisasi
#2: Saat Pinjaman Direalisasi
[Kredit] Fasilitas Pinjaman Subordinasi Disetujui dan Belum Direalisasi
[Debit] Giro BI
[Kredit] Pinjaman Subordinasi
#3: Penyesuaian Bunga Akhir Setiap Akhir Periode
[Debit] Biaya Bunga
[Kredit] Bunga yang Masih Harus Dibayar
#4: Pembayaran Bunga Setelah Penyesuaian
[Debit] Bunga yang Masih Harus Dibayar
]Kredit] Giro BI/ Bank-bank Lain
#5: Saat Pelunasan
[Debit] Pinjaman Subordinasi
[Kredit] Giro BI/ Bank-bank Lain
C: Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3)
#1: Bank dapat memperhitungkan modal pelengkap tambahan (tier 3) untuk tujuan perhitungan Kebutuhan Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
Atau Capital Adequacy Ratio (CAR) secara individual dan/ atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak.
#2: Modal pelengkap tambahan (tier 3) dalam perhitungan KPMM hanya dapat digunakan untuk memperhitungkan risiko pasar.
#3: Pos yang dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap tambahan (tier 3) adalah pinjaman subordinasi jangka pendek yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Tidak dijamin oleh bank atau perusahaan anak yang bersangkutan dan telah disetor penuh.
- Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
- Tidak dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian pinjaman kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia.
- Terdapat klausula yang mengikat (lock-in close) yang menyatakan bahwa tidak dapat dilakukan pembayaran pokok atau bunga, termasuk pembiayaan pada saat jatuh tempo.
Apabila pembayaran dimaksud dapat menyebabkan KPMM secara individual atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. - Terdapat perjanjian pinjaman yang jelas termasuk jadwal pelunasannya .
- Memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia (BI)
#4: Modal pelengkap tambahan (tier 3) untuk memperhitungkan risiko pasar hanya dapat digunakan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Tidak memenuhi 250% dari bagian inti yang dialokasikan untuk memperhitungkan risiko pasar.
- Jumlah modal pelengkap (tier 2) dan modal pelengkap tambahan (tier 3) paling tinggi 100% dari modal inti.
#5: Modal pelengkap (tier 2) yang tidak digunakan dapat ditambahkan untuk modal pelengkap tambahan (tier 3) dengan memenuhi persyaratan pada poin 4 ini.
#6: Pinjaman subordinasi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku dan melebihi 50% modal inti dapat digunakan sebagai komponen modal pelangkap tambahan (tier 3).
Dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada point 4 ini.
02: Rasio Kecukupan Modal (CAR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
A: Cara Menghitung CAR Bank Perkreditan Rakyat
Tata cara perhitungan kecukupan modal bank perkreditan rakyat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
#1: Risiko Aktiva
Dalam menghitung ATMR, pos-pos aktiva diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri.
Atau risiko yang didasarkan pada:
- jenis aktiva
- golongan debitur
- penjamin atau sifat barang jaminan.
#2: Bobot risiko
Dengan memperhatikan prinsip pada angka 1 maka rincian bobot risiko adalah sebagai berikut:
0%:
- Kas
- Sertifikat Bank Indonesia
- Kredit dengan agunan berupa SBI, tabungan dan deposito yang diblokir pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencarian emas dan logam mulia, sebesar nilai terendah antara agunan dan baki kredit.
- Kredit kepada pemerintah pusat.
20%:
- Giro deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, serta tagihan lainnya kepada bank lain.
- Kredit kepada atau yang dijamin oleh bank lain atau pemerintah daerah.
40%:
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dengan tujuan untuk dihuni.
50%:
Kredit kepada atau yang dijamin oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Yang dimaksud BUMN sebagai penjamin adalah lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat.
Yang dimaksud BUMD sebagai penjamin adalah BUMD yang melakukan usaha sebagai perusahaan penjamin dan melakukan perjanjian kerjasama penjaminan kredit dengan lembaga penjamin kredit milik Pemerintah Pusat.
Kredit kepada pegawai/ pensiun, yang memenuhi persyaratan.
85%:
Kredit kepada usaha mikro dan kecil.
100%:
- Kredit kepada atau yang dijamin oleh perorangan, komersial, atau kelompok dan perusahaan lainnya.
- Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku)
- Aktiva lainnya selain tersebut di atas
#3: Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet
Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, atau macet dalam perhitungan ATMR dinilai sebesar nilai buku.
Yaitu setelah dikurangi dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) khusus dari aktiva produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
Penilaian kualitas aktiva produktif (KAP) dan PPAP mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang KAP dan PPAP BPR.
B: Langkah-Langkah Menghitung Kebutuhan Modal Minimum
Perhitungan kebutuhan modal minimum Bank Perkreditan Rakyat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada ATMR yang dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal pos-pos aktiva dengan bobot risiko masing-masing.
- Menjumlahkan ATMR dari masing-masing aktiva.
- Menjumlahkan modal inti dan modal pelengkap untuk mengetahui jumlah modal BPR.
- Menghitung modal minimum
- Menghitung kekurangan modal dengan cara membandingkan jumlah modal minimum pada angka #4 dengan jumlah modal pada angka #1.
- Menghitung KPMM dengan cara membandingkan jumlah modal BPR pada angka #3 dengan ATMR pada angka #2.
03: Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) Bank Umum
Perhitungan rasio kecukupan modal pada bank umum memiliki perbedaan dengan tata cara perhitungan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Pada bank umum, untuk menentukan kecukupan modal perlu memasukkan risiko pasar.
Untuk menentukan besaran risiko pasar dalam perhitungan kecukupan modal dapat menggunakan metode standar dan metode internal.
Metode standar menawarkan pendekatan pengukuran risiko pasar serta perhitungan kecukupan modal yang terstandardisir untuk seluruh bank.
Dan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan yang ada, termasuk perkembangan instrumen keuangan serta semakin kompleknya usaha bank.
Maka telah dilakukan penyempurnaan kembali terhadap penggunaan metode standar ini dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan risiko pasar.
04: Kesimpulan
Bank didirikan untuk jangka waktu tak terbatas, artinya manajemen bank akan berusaha untuk menjaga keberlangsungan operasi bank.
Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan lembaga perbankan diperlukan daya saing yang memadai.
Untuk dapat bersaing sebuah bank harus:
- Bekerja pada tingkat efisiensi yang tinggi
- Mampu mengelola risiko
- Mampu menciptakan pengembangan sistem dan prosedur pelayanan, serta sistem informasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan operasional bank serta
- Memiliki modal yang cukup dan sehat sebagai penggerak aktivitas.
Ketentuan besarnya modal perbankan elah diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia. Dan dalam perkembangannya, rasio kecukupan modal bank harus memperhitungkan risiko pasar. Oleh karena itu dalam kesempatan ini blog manajemen keuangan ini membahas jenis-jenis modal dan akuntansinya.
Demikian yang dapat saya share, semoga bermanfaat.
Terima kasih