Aset: Pengertian , Jenis, Karakteristik, Laporan, Pencatatan, dan Contoh Lengkap!

#1: Nilai Aset dari Barter

Dalam barter, pertukaran aset adalah perolehan aktiva (biasanya aset berwujud atau non moneter) dengan penghargaan berupa aset berwujud atau non moneter lainnya.

Bila hal ini terjadi, pengukuran aset yang diperoleh bergantung pada apakah aktiva yang dipertukarkan sejenis atau tak sejenis.

#2: Saham Sebagai penghargaan

Saham sebagai penghargaan adalah salah satu bentuk perolehan aset dengan barter.

Dalam beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan sebagai penghargaan untuk barang dan jasa yang diperoleh.

Nilai nominal atau pun nilai riil untuk tiap saham tidak dapat merepresentasikan harga yang sebenarnya pada saat transaksi.

Pengukur yang tepat untuk menetukan harga dalam situasi semacam itu, adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diterima oleh perusahaan, seandainya perusahaan menerbitkan saham-saham yang digunakan untuk penghargaan di atas.

#3: Harga Aset dalam Reorganisasi

Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama kemudian mengalami re-organisasi.

Perusahaan tersebut biasanya tidak mempunyai data harga yang memadai untuk menentukan harga aset yang dikuasainya.

Karena tujuan reorganisasi adalah menentukan nilai perusahaan pada saat tersebut, maka diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh aset perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi aktiva dan keadaan pasar pada waktu itu.

Dalam keadaan seperti itu, pengukuran harga harus didasarkan atas keadaan seakan-akan perusahaan ‘baru berdiri’. Jadi dianggap aktiva perusahaan adalah suatu kesatuan berbagai aset yang baru saja dibeli.

#4: Nilai Aset dari Hadiah atau Hibah

Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas mempunyai manfaat ekonomi yang besar diperoleh perusahaan tanpa harga yang berarti atau dengan harga yang tidak sebanding dengan nilai ekonomi barang yang diperoleh.

Gedung dan tanahnya yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh perolehan aset tanpa biaya. Walaupun demikian, ada alasan yang kuat untuk tetap mencatat kekayaan tersebut atas dasar harga tunai implisitnya.

Alasannya adalah setiap fasilitas faktor ekonomi yang digunakan dalam operasi perusahaan, tanpa memandang asalnya harus diperlakukan dengan seksama sebagai potensi jasa.

Oleh karena itu, pengakuan harga yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning power) yang biasanya ditunjukkan oleh tingkat kembalian investasi (ROI – Return of Investment).

#5: Nilai Aset Temuan

Kadangkala terjadi suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomi yang jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya.

Misalnya di bidang eksploitasi tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan pekerjaan eksplorasi dengan biaya nominal cukup rendah dibandingkan dengan hasilnya.

Demikian juga, suatu peralatan atau teknik pemrosesan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut.

Dalam kondisi yang khusus seperti ini, diperlukan suatu pengukur baru harga atau dasar jumlah tunai implisit.

Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut siap dikomersialkan.

Akan tetapi hal serupa tidak semestinya dilakukan begitu saja semata-mata untuk menaikkan nilai aset atas dasar harapan dan peramalan atau untuk memulai catatan dengan saldo yang baru.

Jadi, harus ada alasan yang kuat atau kondisi yang khusus untuk dapat melakukan pengukuran seperti di atas. Perolehan aset melalui sumbangan ataupun temuan akan menimbulkan tambahan modal pemegang saham.

#6: Nilai Aset dalam Pembelian Kredit

Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam mengukur harga yang sebenarnya.

Harga yang sebenarnya dalam transaksi kredit bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran. Tapi berapa harga yang sebenarnya pada saat transaksi.

Kekeliruan sering terjadi karena anggapan bahwa nilai nominal atau nilai jatuh tempo utang menunjukkan harga barang atau jasa yang dibeli.

Meskipun demikian, jika barang atau jasa dibeli secara kredit, maka harga yang sebenarnya adalah harga tunai implisit.

Harga tunai implisit tersebut ditentukan atas dasar jumlah rupiah yang diperlukan seandainya utang tersebut dilunasi pada saat transaksi.

Dalam hal pembayaran dilakukan dengan surat wesel, surat obligasi, atau surat tanda utang lainnya. Maka jumlah rupiah tunai implisit diukur dengan jumlah rupiah uang tunai yang akan diterima seandainya surat berharga tersebut diterbitkan atau dijual secara umum pada saat memperoleh aktiva.

#7: Nilai Aset Ketika Ada Potongan Tunai dan Keringanan

Harga akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash discount) dan keringanan-keringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan.

Secara teknis pembukuan, memang dimungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto ke dalam akun aset yang bersangkutan. Dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunai. Potongan yang dimanfaaatkan oleh pembeli sering dianggap sebagai laba.

Hal ini tidak sejalan konsep yang mendasarinya, yaitu bahwa laba tidak diperoleh melalui proses pembelian atau perolehan potensi jasa.Pembelian adalah semata-mata langkah pertama dalam upaya untuk menghasilkan pendapatan atau laba.

Oleh karena itu, sebenarnya setiap perusahaan sudah tahu pasti berapa harga yang sesungguhnya harus dibayar dalam suatu transaksi. Dengan begitu, harga yang sesungguhnya mestinya adalah harga tunai neto (net cash price).

Pencatatan harga atas dasar harga tunai neto seting tidak dilakukan karena kebiasaan mencatat transaksi dalam jumlah rupiah yang tercantum dalam faktur.

C: Rugi dalam Perolehan Aset

Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasikan oleh biaya. Harga semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan, dan reklasifikasi.

Harga yang terhimpun tersebut tetap merepresentasikan aset jika aset tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi dapat terjadi suatu hal atau keadaan yang tidak normal potensi jasa tertentu terjai menjadi tidak mempunyai kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan pada waktu mendatang.

Dalam keadaan seperti ini, dapat dikatakan bahwa manfaat ekonomi telah hangus atau menguap dan merupakan rugi.

Sebelum harga potensi jasa dinyatakan hangus, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa harga tersebut statusnya dalah menunggu perlakuan berikutnya.

Rugi dapat saja terjadi sebelum penjualan dilakukan atau sebelum perusahaan mulai berproduksi. Kalau keadaan memang menunjukkan dengan jelas bahwa rugi telah diderita.

Satu-satunya perlakuan yang tepat adalah pemisahan jumlah rupiah tersebut sebagai defisit atau dalam keadaan tertentu penghapusan jumlah rupiah rugi tersebut dengan pengurangan modal.

Jadi, rugi hendaknya tidak dikapitalisasi atau diasetkan, karena kriteria manfaat ekonomi masa datang tidak dipenuhi.

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.