4: Pengakuan Aset
Suatu jumlah rupiah diakui sebagai aset adalah bila jumlah rupiah tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aktiva.
Pada umumnya pengakuan aktiva dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan tesebut.
Disamping memenuhi kriteria aktiva, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula.
Pengakuan aktiva menurut para ahli seperti Sterling, Belkaoui menunjukkan kondisi perlu dan kondisi cukup yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk mengakui aset adalah:
A: Deteksi adanya aset (detection of existence test)
Untuk mengakui aktiva harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset.
B: Sumber ekonomi dan kewajiban
Untuk mengakui ase adalah suatu obyek harus merupakan sumber ekonomi yang langka, dibutuhkan dan berharga.
C: Berkaitan dengan entitas
Untuk mengakui aset kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai obyek harta perusahaan.
D: Mengandung nilai
Untuk mengakui aset adalah suatu obyek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
E: Berkaitan dengan waktu pelaporan
Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).
F: Verifikasi.
Untuk mengakui aktiva, harus ada bukti pendukung untuk menyakinkan bahwa kelima penguji di atas terpenuhi.
5: Pertukaran/Barter Aset Tetap
A: Pengertian Pertukaran Aset Tetap
Pertukaran aktiva tetap adalah masalah teoritis akuntansi yang cukup pelik dibandingkan transaksi penjualan aktiva tetap secara tunai.
Masalah utama dalam pertukaran aset tetap adalah:
- Apa dasar penilaian untuk menentukan biaya yang diterima?
- Apakah untung (gain) atau rugi (loss) harus diakui?
Akuntansi pertukaran aktiva tetap biasanya dibahas dalam akuntansi pertukaran aktiva non-moneter atau produktif.
Apa yang dimaksud aset non-moneter?
Aset non-moneter adalah aktiva yang mengandung manfaat ekonomi yang nilai tunai (satuan rupiahnya) berubah-ubah sepanjang waktu karena adanya perubahan daya beli uang atau daya tukar barang sebagai pasangan aset moneter.
Aset moneter adalah aktiva yang merupakan klaim untuk menerima kas di masa datang yang jumlah rupiahnya dan waktunya pasti tanpa memperhatikan perubahan daya beli uang.
Aset non-moneter antara lain:
- Persediaan barang
- Investasi dalam saham
- Fasilitas fisik (aktiva tetap)
- Ekuitas
Sedangkan aset moneter antara lain:
- Kas
- Piutang usaha
- Investasi dalam obligasi
Pemberhentian aktiva tetap untuk ditukarkan dengan aset tetap lain mengundang berbagai teori, prinsip, dan pendekatan.
Terdapat dua pendekatan utama untuk menjawab dua masalah akuntansi pertukaran di atas yaitu pendekatan jenis aset dan pendekatan substansi komersial.
Pendekatan pertama disebut juga pendekatan karakteristik aktiva dan pendekatan kedua disebut pendekatan karakteristik transaksi.
Pendekatan jenis aktiva didasarkan atas gagasan bahwa penukaran aset tak sejenis merupakan transaksi penjualan tunai, dan hasil penjualan tunai seluruhnya digunakan untuk memperoleh aset baru.
—
Transaksi penjualan dipandang sebagai dua transaksi sekaligus, yaitu transaksi penjualan yang dapat menimbulkan untung atau rugi dan transaksi pembelian dengan hasil penjualan tersebut. Transaksi pembelian tidak dapat menimbulkan untung atau rugi.
Dengan demikian, selisih antara nilai wajar aset yang diserahkan dan nilai bukunya menimbulkan untung atau rugi yang harus diakui segera pada saat transaksi.
Aset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar (fair value) aktiva yang diserahkan ditambah pembayaran tombok atau boot (bila ada).
Bila nilai wajar tidak diperoleh, penghargaan oleh penukar atau nilai wajar aktiva yang diterima dianggap sebagai nilai wajar aset yang diserahkan.
Sementara itu, pertukaran aktiva sejenis dipandang sebagai transaksi pemeliharaan fungsi aktiva sebelumnya, sehingga aktiva yang diserahkan dianggap belum selesai (tuntas) memberi jasa atau menghasilkan pendapatan dan diteruskan dengan aset baru.
—
Secara teoritis, transaksi pemeliharaan tidak dapat menimbulkan untung, sehingga untuk tidak dapat diakui.
Jika rugi yang terjadi, rugi harus tetap diakui.
Oleh karena itu, aktiva yang diterima dicatat sebesar nilai buku aset yang diserahkan.
Bila terjadi untung dalam pertukaran, untung tersebut otomatis akan melekat (mengurangi nilai wajar) aktiva yang diterima dan berfungsi sebagai penghematan biaya (cost saving).
Pendekatan substansi komersial dilandasi oleh gagasan bahwa pertukaran akan mempunyai implikasi terhadap aliran kas masa datang, sehingga menempatkan perusahaan pada posisi ekonomi yang berbeda dengan sebelum pertukaran.
Adanya perbedaan posisi inilah yang disebut substansi komersial. Pendekatan ini adalah tanggapan atau kritik terhadap pendekatan jenis aset. Pendekatan jenis aktiva dianggap lemah karena penentuan sejenis sangat subyektif.
—
Lebih dari itu, nilai buku tidak dapat dijadikan dasar untuk penilaian aktiva yang diterima, karena nilai buku tidak menggambarkan nilai wajar yang menjadi pertimbangan dalam pertukaran.
Dalam hal terjadi penurunan kemampuan aktiva yang diserahkan, penilaian aset yang diterima atas dasar nilai buku dapat mengakibatkan penilaian lebih.
Penghargaan tidak dapat dijadikan basis penilaian aset baru, karena penghargaan oleh penukar sering terlalu tinggi sekedar sebagai taktik untuk mendorong terjadinya pertukaran. Dengan kata lain, kelebihan penghargaan sebenarnya merupakan diskon harga jual aktiva baru.
Kritik lain yang ditujukan pada pendekatan sejenis adalah kerumitan untuk menentukan untung yang tidak diakui.
Pendekatan komersial tidak memasalahkan apakah aset sejenis atau tidak, tetapi menenkankan pada karakteristik implikasi pertukaran yaitu bersubstansi komersial, atau tidak dan jika bersubstansi komersial terjadinya untung atau rugi harus diakui pada saat terjadinya.