Aset: Pengertian , Jenis, Karakteristik, Laporan, Pencatatan, dan Contoh Lengkap!

B: Prinsip Akuntansi Pertukaran Aset

Prinsip akuntansi pertukaran dengan pendekatan ini dapat diringkas sebagai berikut:

Prinsip Akuntansi Pertukaran Aset #1:

Pertukaran Bersubstansi Komersial. Aset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar aktiva yang diserahkan. Pembayaran (penerimaan) tombok ditambahkan (dikurangkan) ke nilai wajar untuk menentukan harga aktiva baru. Untung atau rugi adalah selisih antara nilai wajar dengan nilai buku dan diakui segera pada saat transaksi.

Prinsip Akuntansi Pertukaran aktiva#2:

Pertukaran Takbersubstansi Komersial Aktiva yang diterima dicatat sebesar nilai buku aktiva yang diserahkan. Pembayaran (penerimaan) selisih ditambahkan (dikurangkan) ke nilai buku untuk menentukan biaya aktiva baru.

Untung atau rugi adalah selisih antara nilai wajar dengan nilai buku. Untung atau rugi tidak diakui etapi nilai buku tidak boleh melebihi nilai setelah dikurangi penurunan kemampuan aktiva.

Prinsip Akuntansi Pertukaran Aset  #3:

Nilai wajar aset yang diterima hanya digunakan sebagai basis bila nilai tersebut lebih jelas dan dapat diandalkan daripada nilai wajar kekayaan perusahaan yang diserahkan.

Prnsip Akuntansi Pertukaran Aset #4:

Bila nilai wajar kedua aktiva tidak dapat ditentukan, aktiva yang diterima dicatat sebesar nilai buku aktiva yang diserahkan.

Secara umum, pertukaran tak tersubstansi komersial biasanya menyangkut pertukaran aktiva sejenis, atau mendekati identik yang tidak mempengaruhi posisi ekonomi kedua pihak yang terlibat pertukaran.

Kelemahan metode substansi komersial adalah sulitnya menentukan adanya substansi tersebut, sehingga penentuan ini sama subyeknya dengan metode jenis aktiva.

Pendekatan jenis aktiva mempunyai penalaran valid, sehingga mempunyai nilai instruksional untuk pembelajaran, paling tidak untuk perbandingan dengan pendekatan yang baru.

C: Contoh Perhitungan dan Pencatatan Jurnal Pertukaran Aset Tetap

Untuk memberi gambaran penerapan pendekatan substansi komersial, saya sajikan contoh soal kasus pencatatan transaksi ini ke buku jurnal berikut ini:

PT Cahaya Kota mempunyai kendaraan angkutan barang dengan:

  • nilai buku Rp 10.000.000,
  • harga perolehan Rp 28.000.000,
  • dan telah di-depresiasi sampai saat ini sebesar Rp 18.000.000.

Tiga kasus yang dibahas adalah:

  1. Pertukaran bersubstansi komersial tanpa penggantian selisih.
  2. Pertukaran bersubstansi komersial dengan penggantian selisih.
  3. Pertukaran tak bersubstansi komersial.

Yuk dibahas satu-per-satu…

#1: Pertukaran Bersubstansi Komersial Tanpa Penggantian Selisih

Kendaraan ditukarkan dengan kendaraan lain dan dealer ABC yang nilai wajarnya Rp 12.500.000.

Kendaraan mempunyai nilai wajar Rp 12.000.000. Dianggap perlakuan tersebut mempunyai substansi komersial dianggap nilai wajar aset yang diserahkan lebih andal sehingga aktiva baru akan dicatat sebesar nilai ini.

Pencatatan jurnal pertukaran ini adalah sebagai berikut:

[Debit] Mesin ……. Rp 12.000.000
[Debit] Akumulasi Depresiasi Kendaraan ….  Rp 18.000.000
[Kredit] Kendaraan …. Rp 28.000.000
[Kredit] Untung Pertukaran Aset Tetap …..  Rp 2.000.000

Dalam kasus ini terjadi, terjadi untung yang merupakan selisih antara nilai wajar Rp 12.000.000 dan nilai buku aktiva Rp 10.000.000 yang diserahkan.

#2: Pertukaran Bersubstansi Komersial Dengan Penggantian Selisih

Kendaraan ditukarkan dengan mesin perlengkapan pabrik yang ditawarkan oleh PT Fahima. Kendaraan mempunyai nilai wajar Rp 9.000.000 dan disepakati bahwa PT Cahaya Kota harus membayar tunai Rp 3.000.000. Dianggap pertukaran tersebut bersubstansi komersial.

Pencatatan jurnal transaksi pertukaran aktiva ini adalah sebagai berikut:

[Debit] Mesin …..  Rp 12.000.000
[Debit] Akumulasi Depresiasi Kendaraan….  Rp 18.000.000
[Debit] Rugi Pertukaran Aset Tetap …. Rp 1.000.000
[Kredit] Kas …. Rp 3.000.000
[Kredit] Kendaraan … Rp 28.000.000

Dalam kasus ini, terjadi rugi yang merupakan selisih antara nilai wajar Rp 9.000.000 dan nilai aktiva Rp 10.000.000 yang diserahkan.

#3: Pertukaran Tak Bersubstansi Komersial

Seperti kasus di atas, kendaraan ditukarkan dengan kendaraan tangan kedua (second) yang ditawarkan oleh PT Fahima Motor dengan daftar harga pabrik Rp 9.500.000.

Setelah negosiasi, PT Fahima Motor bersedia untuk menghargai kendaraan PT Cahaya Kota sebesar Rp 12.200.000 dan membayar selisih Rp 2.700.000. Kendaraan lama mempunyai nilai wajar sebesar Rp 11.800.000. Berbeda dengan kasus di atas, dianggap pertukaran tersebut takbersubstansi komersial.

Harga kendaraan dan untung atau rugi ditentukan sebagai berikut:

  • Daftar harga kendaraan (baru) = Rp 9.500.000
  • Penghargaan kendaraan (lama) = Rp 12.200.000
  • Harga diterima = (2) – (1):
    = Rp 12.200.00  – Rp 9.500.000 = Rp 2.700.000
  • Nilai buku kendaraan (lama) = Rp 10.000.000
  • Harga kendaraan baru = (4) – (3):
    = Rp 10.000.000 – Rp 2.700.000 = Rp 7.300.000
  • Nilai wajar kendaraan (lama) = Rp 11.800.000
  • Nilai buku kendaraan (lama) = Rp 10.000.000
  • Untung = (6) – (7)
    = Rp 11.800.000 – Rp 10.000.000 = Rp 1.800.000

Dengan perhitungan di atas, kendaraan baru akan dicatat sebesar Rp 7.300.000 dan untung Rp 1.800.000 tidak diakui.

Dalam kasus ini, seandainya PT Fahima Motor tidak membayar selisih harga sama sekali dan nilai wajar mesin lama Rp 9.600.000.

Berarti mesin lama dihargai Rp 9.500.000, tetapi PT Cahaya Kota menderita rugi Rp 400.000, karena selisih antara nilai wajar dan nilai buku.

Rugi ini tidak diakui dan jurnal yang harus dibuat akan tampak seperti berikut ini:

[Debit] Kendaraan (baru) ….. Rp 10.000.000
[Debit] Akumulasi Depresiasi Kendaraan ….  Rp 18.000.000
[Kredit] Kendaraan (lama) … Rp 28.000.000

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.