Pengertian Pendapatan, Karakteristik, Pengakuan, Pencatatan dan Contohnya

Pendapatan adalah pencapaian, dan biaya adalah upaya. Pendapatan dihasilkan oleh biaya. Tidak ada pencapaian tanpa upaya. Upaya harus dilakukan dulu untuk memperoleh hasil atau pencapaian.  Jadi, hanya dengan biaya pendapatan dapat tercipta.

Biaya bukan merupakan beban yang harus dihindari, tapi merupakan upaya yang sengaja dilakukan dengan senang hati, serta penuh kesadaran, semangat dan pengertian.  Bagaimana pengertian, pengukuran, pengakuan, dan penilaian pendapatan? Mari ikuti pembahasanya berikut ini…

 

01: Pengertian Pendapatan

pengertian pendapatan menurut para ahli
Sumber gambar: pxhere

A: Definisi Pendapatan Menurut Berbagai Sumber

1: Pengertian Pendapatan menurut FASB (Financial Accounting Standards Board)

FASB mendefinisikan pendapatan adalah sebagai berikut:

Revenue are inflows or other enhancements of assets of an entity or settlements of its liabilities (or combination both)from delivering or producing goals, rendering services, or other activities that constitute the entity’s ongoing major or central operations.

 

Gain are increases in equity (net assets) from peripheral or incidental transaction of an entity and from all other transaction and other event s and circumstances affecting the entity except those that result from revenues or investment by owners.

 

2: Pengertian Pendapatan menurut para ahli, antara lain Paton dan Littleton

Revenue is the product of the enterprise, measured by the amount of new assets received from customer.

Srated in terms of asset the revenue of the enterprise is represented, finally by the flow of funds from the customers in exchange for the product of the business, either comodities or services.

 

3: Definisi Pendapatan menurut IAI

Menurut IAI pengertian pendapatan (revenue) adalah sebagai unsur penghasilan (income).

Pengertian pendapatan ini diadopsi dari IASC sebagai berikut:

The definition of income ecompasses both revenue and gain.

Revenue arises in the course of the ordinary activities of an enterprise and a referred to by a variety of different names including sales, fees, interests, dividends, royalties, and rents.

 

4: Definisi Pendapatan menurut Accounting Principles Board

Menurut Accounting Principles Board pengertian pendapatan adalah sebagai berikut:

Revenue-gross increases in assets or gross decreases in liabilities recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles that result form those types of profit-directed activities of an enterprise that can change owners equity.

 

B: Karakteristik Pendapatan

Dari definisi dan teori pendapatan menurut para ahli di atas, kita bisa mengetahui karakteristik yang membentuk pengertian pendapatan, yaitu:

  1. Aliran masuk atau kenaikan aset.
  2. Aktivitas yang menggambarkan operasi utama yang terus menerus.
  3. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban.
  4. Suatu entitas (of an entity, of an enterprise).
  5. Produk perusahaan.
  6. Pertukaran produk.
  7. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk.
  8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas.

Agar lebih memahami 8 karakteristik itu yuk dijabarkan satu-per-satu…

 

1: Kenaikan Aset

Pendapatan dinyatakan ada atau timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian yang menaikkan aset, atau menimbulkan aliran masuk aset.

Tidak ada batasan bahwa aset harus berupa kas atau alat likuid yang lain.

Akan tetapi tidak semua kenaikan aset dapat menimbulkan atau sumber pendapatan.

Aset dapat bertambah karena berbagai transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai berikut:

  • Transaksi pendanaan yang berasal dari kreditor dan investor
  • Laba yang berasal dari aktivitas investasi, misalnya penjualan aset tetap, surat berharga, segmen bisnis, dan anak perusahaan.
  • Hadiah, donasi, atau temuan
  • Revaluasi aset yang telah ada
  • Penyediaan dan/ atau penyerahan poduk (barang dan jasa).

 

2: Operasi Utama Berlanjut

Aktivitas utama yang terus berlanjut adalah karakteristik yang membatasi kenaikan yang yang dapat disebut pendapatan.

Kenaikan aset harus berasal dari aktivitas operasi dan bukan kegiatan investasi dan pendanaan.

Aktivitas operasi ini diwujudkan dalam bentuk memproduksi dan mengirim berbagai barang kepada pelanggan atau menyerahkan atau melaksanakan berbagai jasa.

Operasi utama adalah aktivitas sebagaimana pengertian operasi dalam klasifikasi kegiatan yang membentuk laporan arus kas, yaitu:

  • Operasi (operating)
  • Investasi (investing)
  • Pendanaan (financing)

Jadi, yang dimaksud pendapatan adalah kenaikan aset yang berkaitan dengan operasi utama ini dan bukan dengan investasi dan pendanaan.

Akan tetapi, revenue atau keuntungan yang tidak berasal dari operasi utama dengan sendirinya disebut sebagai pos non operasi.

 

3: Operasi dan Non-operasi

Produk yang dihasilkan secara tidak rutin atau insidental sering dianggap sebagai pos pendapatan non operasi dan dipisahkan penyajiannya.

Pembedaan memang perlu tapi mengklasifikasikannya sebagai non operasi dapat menyesatkan dalam pengukuran kinerja atau daya menghasilkan laba perusahaan.

Untuk kepentingan manajerial, pemisahan kegiatan menjadi operasi dan non operasi dapat saja dilakukan.

Tapi untuk tujuan eksternal, kedua aktivitas tersebut harus tetap dipandang sebagai aktivitas operasi.

Sebagai contoh:

Misalnya kita jumpai dalam perusahaan angkutan kereta api yang juga mengusahakan usaha wisata.

Pengoperasian usaha wisata tersebut boleh jadi berkaitan sangat erat dengan usaha transportasi.

Sehingga pendapatan dan biaya yang timbul  dari bisnis wisata tersebut, dapat dilaporkan secara gabungan dengan pendapatan dan biaya usaha transportasi (keduanya sebagai operasi).

Perlakuan seperti ini lebih tepat, dibandingkan dengan pemisahan revenue dan biaya bisnis wisatanya sebagai non operasi.

 

4: Penurunan Kewajiban

Pendapatan tidak hanya didefinisikan dari sudut kenaikan aset, tapi juga dari penurunan atau pelunasan kewajiban.

Hal ini terjadi bila suatu entitas telah mengalami kenaikan aset sebelumnya. Misalnya menerima pembayaran di muka dari pelanggan.

Penerimaan ini bukan merupakan pendapatan karena perusahaan belum melakukan prestasi yang menimbulkan hak penuh atas aset yang diterima.

Oleh karena itu, jumlah rupiah yang diterima biasanya diperlukan sebagai pendapatan tangguhan, yang statusnya adalah kewajiban.

Sampai ada prestasi dari perusahaan berupa pengiriman barang atau pelaksanaan jasa.

Jadi, alih-alih kenaikan aset, dapat didefinisikan sebagai penurunan kewajiban.

Timbulnya revenue yang berasal dari menurunnya kewajiban banyak dipicu oleh penyesuaian akhir tahun.

Asas akrual (accrual basis) juga menimbulkan kenaikan aset yang memenuhi definisi sebagai pendapatan.

Misalnya, piutang pendapatan bunga, piutang dividen, dan sejenisnya.

 

5: Suatu Entitas

Pendapatan didefinisikan sebagai kenaikan aset bukannya kenaikan ekuitas bersih, meskipun kenaikan aset tersebut akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan ekuitas bersih.

Jadi, aset yang masuk itulah yang disebut revenue.

Aset tersebut dikuasai oleh perusahaan.

Akan tetapi, karena hubungan perusahaan dengan pemilik adalah hubungan utang piutang.

Maka pada saat aset naik sebagai revenue/pendapatan, utang perusahaan kepada pemilik juga naik dengan jumlah yang sama.

Ekuitas secara konseptual adalah utang perusahaan kepada pemilik.

Oleh karena itu, naiknya aset karena pendapatan akan mengakibatkan naiknya ekuitas.

Ekuitas naik karena pendapatan.

Jadi, naiknya ekuitas adalah konsekuensi, bukan sumber pendapatan.

Sehingga revenue tidak dapat didefinisikan sebagai kenaikan ekuitas.

 

6: Produk Perusahaan

Pendapatan adalah produk perusahaan, produk fisik yang dihasilkan oleh aktivitas usaha itulah yang merupakan pendapatan.

Pengertian seperti ini sesuai dengan konsep upaya dan capaian, yaitu pendapatan adalah capaian dari upaya produktif perusahaan.

Produk merupakan capaian dari setiap aktivitas produktif.

Dengan pengertian ini, pendapatan terbentuk atau terhimpun bersamaan dengan aktivitas produktif tanpa harus menunggu kejadian (event) atau saat penyerahan produk kepada pelanggan.

 

7: Pertukaran (exchange)

Pendapatan akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat daam sistem pembukuan.

Satuan moneter yang paling obyektif adalah jika jumlah rupiah tersebut adalah hasil transaksi atau pertukaran (exchange) antara pihak independen.

Dengan konsep dasar penghargaan kesepakatan, pendapatan dinyatakan dalam jumlah rupiah.

Penghargaan dalam transaksi penjualan yang besarnya sama dengan harga jual per saham dikalikan kuantitas terjual.

Pendapatan untuk suatu periode adalah akumulasi pendapatan yang diukur secara obyektif tersebut.

 

8: Berbagai Bentuk dan Nama

Pendapatan adalah konsep yang bersifat generik dan mencakup semua pos dengan berbagai bentuk dan nama apapun.

Sebagai contoh, pendapatan untuk perusahaan dagang disebut dengan penjualan.

Untuk perusahaan jasa, pendapatan menunjukkan kegiatan atau jenis jasa yang diberikan.

Misalnya pendapatan sewa, pendapatan jasa angkutan, dan pendapatan bunga.

 

Keuntungan

IAI dan APB tidak menjelaskan perbedaan income dan profit, perbedaan laba dan keuntungan, keduanya digabung dalam konsep penghasilan (income).

Secara konseptual dan esensial karakteristik pendapatan tidak berbeda dengan untung.

IAI dan APB tidak memandang untuk sebagai elemen/ komponen tersendiri dan didefinisikan secara formal.

APB memandang untung semata-mata merupakan klasifikasi pendapatan dalam penyajian Laporan Laba Rugi.

 

02: Pengakuan Pendapatan

Pengertian pengakuan pendapatan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem akuntansi, sehingga jumlah tersebut terefleksi dalam Laporan Keuangan.

Pengertian pendapatan harus dipisahkan dengan pengakuan pendapatan.

Sehingga suatu jumlah yang memenuhi definisi pendapatan adalah tidak dengan sendirinya jumlah tersebut diakui (dicatat) sebagai pendapatan.

Secara konseptual pendapatan hanya dapat diakui jika memenuhi kualitas keterukuran (measurability) dan keterandalan (reliability).

Untuk menguraikan kriteria kualitas informasi menjadi kriteria pengakuan pendapatan, perlu dipahami dua konsep penting, yaitu:

  1. Pembentukan pendapatan (earning of revenue)
  2. Realisasi pendapatan (realization of revenue)

Yuk dijabarkan satu-per-satu….

 

A: Pembentukan Pendapatan

Pengertian pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang berkaitan dengan masalah kapan dan bagaimana sesungguhnya pendapatan itu timbul atau menjadi ada (sumber-sumber pendapatan).

Konsep pembentukan pendapatan menyatakan bahwa pendapatan terbentuk, terhimpun, bersamaan dengan dan melekat pada seluruh atau totalitas proses berlangsungnya operasi perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu.

Dengan kata lain, sebelum penjualan terjadi, pendapatan dianggap sudah terbentuk seiring dengan berjalannya operasi perusahaan.

Operasi perusahaan adalah meliputi kegiatan:

  • produksi
  • penjualan
  • pengumpulan piutang

Konsep pembentukan pendapatan ini sering disebut pendekatan proses pembentukan pendapatan atau pendekatan kegiatan.

 

B: Realisasi Pendapatan

Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat terjadi kesepakatan.

Atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk membayar produk, baik produk telah selesai dan diserahkan ataupun belum dibuat sama sekali.

Dengan kata lain, pendapatan terbentuk pada saat produk selesai dikerjakan dan terjual langsung, atau pada saat terjual atas dasar kontrak penjualan (barang mungkin belum jadi atau belum diserahkan).

Berdasarkan konsep realisasi, pendapatan terjadi akibat transaksi tertentu, yaitu transaksi penjualan atau kontrak.

Konsep ini disebut juga pendekatan transaksi (transaction approach).

Dengan pendekatan transaksi, terjadinya pendapatan lebih berkaitan dengan tahap kegiatan penjualan daripada dengan tahap produksi.

Konsep penghimpunan dan realisasi pendapatan sangat penting artinya dalam pengakuan pendapatan.

Berdasarkan konsep dasar upaya dan hasil, konsep penghimpunan pendapatan secara konseptual lebih unggul.

Dan lebih konsisten daripada konsep realisasi bila dikaitkan dengan definisi pendapatan secara umum karena didukung oleh konsep dasar upaya dan hasil serta konsep homogenitas biaya.

Konsep realisasi lebih berkaitan dengan masalah pengukuran pendapatan secara obyektif dan lebih bersifat kriteria pengakuan daripada bersifat makna pendapatan.

Konsep realisasi atau pendekatan transaksi lebih menekankan kejadian (event) yang dapat menandai pengakuan pendapatan, yaitu:

  • Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses penjualan yang sah atau sejenisnya (misalnya kontrak penjualan)
  • Penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya aset lancar (kas, setara kas, atau piutang)

Kejadian pertama merupakan kapasitas akan keterukuran pendapatan yang terhimpun melalui proses pembentukan pendapatan.

Sedangkan kejadian kedua, menuntaskan atau menyakinkan pengukuran tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses realisasi adalah konfirmasi proses penghimpunan pendapatan.

 

C: Kriteria Pengakuan Pendapatan

standard operating procedure examples

Standar pengakuan pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan penjualan benar-benar telah terjadi, yang ditandai dengan penyerahan barang.

Sehingga pendapatan belum dapat dinyatakan ada dan diakui sebelum terjadinya penjualan yang nyata.

Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi harus didasarkan pada konsep dasar keterukuran dan reliabilitas.

Jadi jumlah rupiah harus cukup pasti dan ditentukan secara obyektif oleh pihak independen.

Sebaliknya, terjadinya kontrak penjualan belum cukup untuk mengakui pendapatan sebelum barang atau jasa sudah cukup selesai dikerjakan.

***

Walaupun jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi karena belum ada upaya yang membentuk pendapatan.

Konsep dasar upaya dan hasil menyatakan bahwa tidak ada pendapatan tanpa upaya.

Sebelum terjadi upaya yang cukup, pendapatan belum dapat diakui.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kualitas keterukuran dan reliabilitas, serta untuk memenuhi konsep dasar UPAYA dan HASIL.

Maka kriteria pengakuan pendapatan didasarkan atas dua konsep yang saling melengkapi tersebut.

Yaitu untuk dapat mengakui pendapatan, pembentukan pendapatan harus dikonfirmasi dengan realisasi.

 

D: Waktu Pengakuan Pendapatan

Jika kriteria terealisasi dan terbentuk keduanya harus terpenuhi, kapan keduanya dipenuhi, sehingga pendapatan dapat diakui?

Masalah ini berkaitan dengan waktu (timing) pengakuan pendapatan.

Perhatikan ilustrasi gambar berikut ini:

Waktu Pengakuan Pendapatan
Gambar: Ilustrasi Konsep Pengakuan Pendapatan

Dari ilustrasi di atas, kita bisa mengetahui bahwa pendapatan dapat terealisasi pada saat manapun, antara titik  A dan titik P.

Demikian juga, pendapatan dapat terbentuk mulai dari titik A sampai titik B.

Jika demikian, di titik mana antara A dan P pendapatan dapat diakui?

Yuk ikuti pembahasan tentang (lima) kaidah waktu pengakuan pendapatan berikut ini:

#1: Pada Saat Kontrak Penjualan

Dapat terjadi perusahaan yang telah menandatangani kontrak penjualan dan bahkan sudah menerima kas untuk seluruh nilai kontrak, tapi perusahaan belum mulai memproduksi barang (ada di titik A).

Pada titik ini pendapatan sudah terealisasi tapi belum terbentuk.

Karena hanya satu kriteria yang dipenuhi, jelas pendapatan adalah tidak dapat diakui pada saat tersebut.

Pengakuan pendapatan harus menunggu sampai proses penghimpunan cukup selesai, yaitu di tahap penjualan (antara P dan T).

Sementara itu, pembayaran di muka harus diakui sebagai kewajiban sampai barang atau jasa diserahkan kepada pembeli.

Pada umumnya, perlakuan semacam ini berlaku untuk perusahaan yang memproduksi barang konsumsi (consumer’s goods).

Dan jarak antara penandatanganan kontrok dan penyerahan barang cukup pendek (kurang dari satu tahun).

 

#2: Selama Proses Produksi Secara Bertahap

Pada industri tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup lama.

Misalnya dalam industri konstruksi bangunan seperti jembatan layang, jalan raya dan bendungan.

Serta dalam industri konstruksi alat berat, seperti lokomotif, kapal, dan pabrik.

Biasanya produk semacam ini diperlakukan sebagai proyek dan dilaksanakan atas dasar kontrak, sehingga pendapatan telah terealisasi untuk seluruh periode kontrak.

Tapi mungkin belum cukup terbentuk pada akhir tiap periode akuntansi.

Dalam hal ini, pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap per periode akuntansi .

Hal itu sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat proyek selesai dan diserahkan.

Yang pertama disebut metode persentase penyelesaian (percentage of completion method).

Sedangkan yang kedua disebut metode kontrak selesai (completed contract method).

Perhatikan ilustrasi gambar berikut ini:

Pengakuan pendapatan selama produksi
Gambar: Konsep Pengakuan pendapatan Selama Proses Produksi Secara Bertahap

Mengacu pada gambar ilustrasi pembentukan pendapatan di atas.

Maka penentuan saat seperti ini berarti mengakui pendapatan secara bertahap di titik antara A dan P sekaligus di titik P.

Karena pembuatan produk dilaksanakan atas dasar kontrak.

Tahap PT dan TB tidak relevan lagi dan proses pembentukan pendapatan dapat dilakukan kembali.

Walaupun kontrak konstruksi menetapkan adanya harga yang pasti, hasil pekerjaan belum pasti, sehingga biaya bagi perusahaan kontraktor juga tidak pasti.

Karena hal inilah pengukuran pendapatan atas dasar tingkat penyelesaian produk yang teliti tidak merupakan praktik umum dalam industri konstruksi.

Metode kontrak selesai lebih umum digunakan.

 

#3: Pada Saat Produksi Selesai

Ini berarti pendapatan diakui pada titik P yang merupakan akhir tahap produksi dalam ilustrasi gambar Pembentukan Pendapatan di atas.

Jika sudah ada kontrak penjualan sebelumnya, tidak ada masalah dengan pengakuan pada saat produk selesai.

Karena pendapatan sudah terealisasi dan pada saat produk selesai, pendapatan secara substansial sudah terbentuk.

Pengakuan semacam ini setara dengan pengakuan pendapatan sehingga metode kontrak selesai.

Akan tetapi, jika tidak ada kontrak sebelumnya, hanya kriteria terbentuk yang terpenuhi.

Dapatkah pendapatan diakui?

Keberatan untuk mengakui biasanya didasarkan atas keterukuran dan reliabilitas jumlah rupiah pendapatan.

***

Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi dapat dianggap layak untuk industri ekstraktif (pertambangan), termasuk pertanian.

Bahan dasar seperti timah, tembaga, gandum beras, emas dan sebagainya biasanya mempunyai pasar yang luas dengan harga yang sudah pasti.

Kondisi ini memungkinkan untuk menaksir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat direalisasi suatu persediaan barang jadi ada pada tanggal tertentu.

Kondisi ini dapat mengganti kriteria cukup pasti terealisasi, sehingga pada saat selesainya produksi kedua kriteria pengakuan dianggap telah terpenuhi.

Contoh yang menguatkan kelayakan dasar pengakuan ini adalah pertambangan emas.

Produk akhir industri ini, baik dalam bentuk serbuk atau batangan, merupakan aset yang sangat likuid dengan harga jual yang pasti.

Jadi, layaklah untuk menganggap bahwa pendapatan terealisasi pada saat produksi selesai, bukan pada saat produk tersebut terjual dan diserahkan pada konsumen.

Dengan karakteristik industri semacam itu, kegiatan produksilah yang merupakan faktor penentu dalam menghasilkan pendapatan dan bukan kegiatan penjualan.

Dengan demikian, pendapatan dapat diakui berdasarkan banyaknya barang yang diproduksi bukannya banyaknya unit barang yang benar-benar telah terjual.

 

#4: Pada Saat Penjualan

Pengakuan ini adalah dasar yang paling umum karena pada saat penjualan kriteria penghimpunan dan realisasi telah terpenuhi.

Perhatikan ilustrasi berikut ini:

Pengakuan Pendapatan Pada Saat Penjualan
Gambar: Konsep Pengakuan Pendapatan Pada Saat Penjualan

Pada gambar ilustrasi pembentukan pendapatan di atas, saat penjualan dimulai dari titik P sampai titik T.

Proses pembentukan pendapatan secara substansial telah selesai, karena biaya dalam tahap PT dan tahap TB biasanya tidak cukup material dibanding biaya tahap produksi AP.

Kriteria terealisasi telah dipenuhi karena telah ada kesepakatan pihak lain untuk membayar jumlah rupiah pendapatan secara obyektif.

Dengan demikian saat penjualan adalah saat yang kritis dalam operasi perusahaan sehingga menjadi standar utama dalam pengakuan pendapatan.

Lebih-lebih untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi atau perdagangan barang.

Faktor yang mempengaruhi pendapatan perusahaan adalah aktivitas penjualan.

Kegiatan penjualan adalah hal yang paling menentukan dan mempunyai arti keuangan yang paling berharga dibandingkan dengan kegiatan lain dalam operasi perusahaan.

Aktivitas penjualan menjadi puncak kegiatan dan merupakan tujuan akhir yang mengerahkan segala upaya yang dilakukan perusahaan.

Pada saat terjadi penjualan, jumlah rupiah harga telah disepakati dan produk telah keluar dari perusahaan.

***

Di samping itu, transaksi penjualan mengakibatkan masuknya aset baru ke dalam perusahaan (misalnya kas dan piutang) untuk:

  1. Menutup biaya (potensi jasa) yang terserap untuk melaksanakan kegiatan produksi yang berkulminasi dengan penyerahan produk.
  2. Menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak kepada pemerintah, bunga kepada kreditor, dan dividen kepada pemagang saham.

Kendati saat penjualan menjadi standar umum pengakuan pendapatan, terdapat beberapa hal yang sering diajukan sebagai keberatan terhadap dasar tersebut.

Hal pertama berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan akibat biaya purna jual atau pasca jual (after sale costs atau after costs).

Ada kegiatan yang masih dilakukan perusahaan untuk menuntaskan penjualan yang menimbulkan biaya, misalnya:

  • aktivitas administratif,
  • perbaikan barang, dan
  • penggantian barang yang rusak.

***

Masalah lain berkaitan dengan kemungkinan atau pengembalian barang.

Akhirnya, kemungkinan ketaktertagihan piutang bila penjualan tidak tunai (masalah kolektibilitas).

Ini berarti piutang belum merupakan bukti penuh terealisasinya pendapatan.

Semua kegiatan yang menimbulkan biaya tersebut dapat terjadi di tahap TB dalam gambar ilustrasi pembentukan pendapatan di atas.

Jadi, masalahnya adalah kalau pendapatan sebesar ABCD telah diakui misalnya di titik P.

Maka biaya sebesar PBER harus juga diakui, karena  biaya tersebut mempunyai kontribusi dalam menghasilkan pendapatan sebesar PBCS.

Masalah ini menjadi penting dalam hal penandingan (matching) terutama kalau penjualan terjadi pada akhir periode akuntansi.

Masalah-masalah di atas tidak menghalangi secara konseptual maupun teknis untuk mengakui pendapatan pada penjualan.

 

#5: Pada Saat Kas Terkumpul

Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya adalah akuan pendapatan berdasarkan asas kas (cash basis).

Sebagai penyimpangan dari standar pengakuan seluruh pendapatan pada saat penjualan.

Penerapan dasar kas paling banyak dijumpai dalam perusahaan jasa dan perusahaan yang melakukan penjualan secara angsuran.

Berbeda dengan pengakuan pada saat kontrak yang barangnya belum diserahkan.

Pengakuan dasar kas digunakan untuk transaksi penjualan yang barang atau jasanya telah diserahkan.

Atau dilaksanakan tetapi kasnya baru akan diterima secara berkala dalam waktu yang cukup panjang.

Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektibilitas atau ketertagihan piutang.

Dengan cara ini, pendapatan diakui sejumlah kas yang diterima pada saat kas diterima atau terkumpul (sampai akhir periode).

***

Dan baru kemudian menentukan biaya (cost of revenue) yang berkaitan dengan pendapatan dasar kas tersebut.

Dengan kata lain, pendapatan suatu periode diakui secara proporsional atas dasar kas yang telah diterima dalam periode tersebut.

Bila dibanding dengan metode persentase penyelesaian kemajuan kegiatan, dasar ini dapat disebut sebagai pengakuan pendapatan atas dasar persentase kas.

Bila dikaitkan dengan kriteria pengakuan pendapatan, dasar ini sangat menekankan bahwa pendapatan hanya dapat diakui kalau pendapatan tersebut cukup pasti terealisasi (realizable).

Validitas dasar ini cukup didukung untuk perusahaan jasa yang umumnya menentukan tarif dan menagih (to bill) atas dasar jasa yang telah diberikan.

Jumlah tagihan pada umumnya proporsional dengan jasa yang telah dilaksanakan dari seluruh nilai kontrak.

Ini berarti jumlah rupiah tagihan sejalan atau sinkron dengan kemajuan pekerjaan.

Namun, kelayakan tersebut tergantung pada lamanya jasa diserahkan dan dikonsumsi.

 

E: Prosedur Akuntansi Dasar Kas (Cash Basis)

jurnal revenue

Penerapan dasar kas untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama saja dengan tidak mengakui piutang angsuran sebagai pos aset, meskipun harga jual cukup pasti dan barang telah dikirim.

Dengan demikian piutang tersebut hanya dicatat dalam bentuk memorandum saja.

Prosedur akuntansi untuk mencatat transaksi-transaksi itu adalah sebagai berikut (angka rupiah sekadar ilustrasi).

 

#1: Pada saat kontrak penjualan angsuran dan pengiriman seluruh barang, perusahaan mencatat sebagai berikut:

[Debit] Pengiriman Barang – Dasar Kas Rp  10.000.000
[Kredit] Persediaan Barang Dagangan   Rp 10.000.000

Jumlah di atas dicatat atas dasar biaya. Angsuran piutang dicatat secara memorial (tidak dijurnal).

Pengiriman barang-barang Kas mempunyai status sebagai aset perusahaan (semacam barang dalam pengkonsignaan/ goods on consignment).

 

#2: Bila perusahaan menerima uang muka atau angsuran, penerimaan tersebut dicatat sebagai berikut:

[Debit] Kas   Rp 5.000.000
[Kredit] Penjualan – Dasar Kas Rp 5.000.000

Seluruh jumlah kas yang telah diterima dari penjualan dalam suatu periode yang tampak dalam saldo akun Penjualan – Dasar Kas adalah pendapatan yang diakui dan dilaporkan dalam periode tersebut.

 

#3: Pada akhir periode harus diperhitungkan biaya produk yang dapat dibebankan secara tepat (sebagai biaya) ke pendapatan dasar kas tersebut.

 

Perhatikan contoh berikut:

Misalnya nilai kontrak penjualan angsuran adalah sebesar Rp 100.000.000 dan kas yang telah diterima untuk suatu periode adalah  Rp 40.000.000 (40%).

Jurnal umum yang harus dibuat pada akhir tahun adalah sebagai berikut:

[Debit] Biaya Barang Terjual – Dasar Kas  Rp 24.000.000
[Kredit] Pengiriman Barang – Dasar Kas  Rp 24.000.000

Keterangan:

= 40% x Rp 80.000.000 = Rp 24.000.000

 

4: jika ternyata pada akhir periode terdapat penjualan yang sudah diterima kasnya, tapi barang belum dikirim.

Maka biaya barang tersebut harus ditaksir dan ditambahkan ke biaya barang terjual dasar kas.

 

Perhatikan contoh berikut ini:

Misalnya pada akhir periode, perusahaan telah menerima angsuran Rp 20.000.000, tapi barang dengan biaya taksiran Rp 12.000.000 belum dikirim.

Jurnal yang harus dibuat pada akhir periode adalah sebagai berikut:

[Debit] Biaya Barang Terjual – Dasar Kas Rp 12.000.000
[Kredit] Utang Pengiriman Barang – Dasar Kas  Rp 12.000.000

 

Dengan teknik pencatatan jurnal umum seperti di atas, penjualan dengan dasar kas total (total cash revenues).

Akan dilaporkan dalam laporan laba rugi bersama-sama dengan biaya barang terjual dan biaya lain yang dibebankan.

Dalam neraca, pos Pengiriman Barang – Dasar Kas akan disajikan sebagai aset lancar sebesar biayanya.

Dan pos Utang Pengiriman Barang – Dasar Kas dilaporkan sebagai kewajiban atau dikontrakan dengan pos Pengiriman Barang-Dasar Kas.

 

F: Pengakuan Pendapatan Jasa

pendapatan jasa

Pengakuan pendapatan dari penjualan jasa secara umum mengikuti pemikiran yang melandasi pengakuan pendapatan untuk penjualan barang.

Masalah yang sering dihadapi lebih banyak menyangkut kriteria realisasi daripada pembentukan pendapatan.

Yang sering sulit ditentukan adalah mengenali kejadian atau aktivitas yang menandai bahwa penyerahan jasa telah terjadi dan selesai.

Pada perusahaan transportasi, rekreasi, rumah makan, telekomunikasi, hotel, persewaan gedung dan sejenisnya.

Waktu pelaksanaan atau konsumsi jasa dapat dipandang setara dengan saat penjualan barang untuk tujuan pengukuran dan pengakuan pendapatan.

Untuk jasa jangka pendek, saat penerimaan kas adalah saat yang umum untuk mengakui pendapatan.

Karena penerimaan kas biasanya terjadi hampir bersamaan dengan selesainya pelaksanaan jasa.

Sedangkan untuk jasa yang dilaksanakan dalam jangka panjang.

Pendapatan dapat diakui bersamaan dengan kemajuan pelaksanaan, berdasarkan penagihan periodik (periodic billings).

***

Berikut ini 4 (empat) kaidah pengakuan pendapatan penjualan jasa:

Kaidah #1:

Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan atau tindakan, pendapatan harus diakui pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan.

Sebagai contoh pendapatan biro jasa jual beli tanah. Perusahaan akan mengakui pendapatan komisi pada saat transaksi jual beli telah selesai atau tuntas.

 

Kaidah #2:

Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara bertahap, pendapatan harus diakui selama periode pelaksanaan pekerjaan secara proporsional.

 

Kaidah #3:

Jika pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan.

Atau tindakan secara bertahap, pendapatan dapat diakui pada saat seluruh pekerjaan telah selesai dilaksanakan bila kondisi berikut ini terpenuhi:

Kondisi #1:

Proporsi jasa yang dilaksanakan pada tahap ahir pekerjaan begitu kritisnya.

Sehingga seluruh pekerjaan tidak dapat dikatakan selesai sebelum tahap akhir dilaksanakan.

Sebagai contoh, perusahaan ekspedisi barang mengerjakan pengepakan, pemuatan, pengangkutan dan penyerahan barang.

Dalam hal ini, penyerahan barang adalah pekerjaan kritis sehingga pekerjaan belum dapat dnyatakan selesai sebelum penyerahan barang telah terlaksana.

Oleh karena itu, dalam metode pengakuan pendapatan setelah penyerahan barang ini, perusahaan dapat mengakui pendapatan hanya pada saat penyerahan jasa telah dilakukan.

 

Kondisi #2:

Jasa harus dikerjakan dalam beberapa tahap yang tidak dapat ditentukan di muka selama waktu yang tidak pasti.

Dan tidak ada cara yang cukup layak untuk menentukan tingkat penyelesaian pekerjaan.

Sebagai contoh, jasa pengacara atau jasa investigasi kasus kriminal oleh detektif swasta.

 

Kaidah #4:

Jika terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi berkenaan dengan ketertagihan atau kolektabilitas pendapatan jasa, pendapatan baru diakui setelah kas terkumpul.

 

03: Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan

Paling tidak ada 7 (tujuh) pedoman umum pengakuan pendapatan termasuk untung dan rugi, yaitu:

Pedoman #1:

Kriteria terbentuk dan terealisasi biasanya dipenuhi pada saat produk atau barang dagangan atau jasa diserahkan kepada konsumen.

Oleh karena itu, pendapatan dari aktivitas produksi dan pemasaran.

Serta untung atau rugi dari penjualan aset lainnya pada umumnya diakui pada saat penjualan (dalam arti pertukaran atau pengiriman barang).

 

Pedoman #2:

Jika kontrak penjualan atau penerimaan kas atau keduanya mendahului produksi dan pengiriman, seperti dalam kasus berlangganan majalah dengan pembayaran di muka.

Maka pendapatan dapat diakui pada saat terhak dan pengiriman.

 

Pedoman #3:

Jika produk dikontrak sebelum diproduksi, pendapatan dapat diakui secara bertahap dengan metode persentase penyelesaian pada saat sudah terbentuk.

Asalkan taksiran yang layak atas hasil pada saat penyelesaian dan taksiran kemajuan produksi dapat diukur dengan cukup andal

 

Pedoman #4:

Jika jasa diberikan atas hak untuk menggunakan aset berlangsung secara terus menerus selama suatu periode.

Misalnya bunga atau sewa dengan kontrak harga yang pasti, maka pendapatan dapat diakui bersamaan dengan berjalannya waktu.

 

Pedoman #5:

Jika produk atau aset lain dapat segera terealisasi karena dapat dijual dengan harga yang cukup pasti tanpa biaya tambahan yang berarti.

Misalnya produk pertanian tertentu, logam mulia, dan surat-surat berharga.

Pendapatan dan beberapa untung atau rugi dapat diakui pada saat selesainya produksi atau pada saat harga aset tersebut berubah.

 

Pedoman #6:

Jika produk, jasa, atau aset lain ditukarkan dengan aset non moneter yang tidak segera dapat dikonversi menjadi kas.

Pendapatan atau untung atau rugi dapat diakui pada saat transaksi telah selesai (tuntas).

Asalkan nilai wajar aset non-moneter yang terlibat dapat ditentukan dalam kisaran yang layak.

 

Pedoman #7:

Jika ketertagihan (kolektibilitas) aset yang diterima untuk produk, jasa, atau aset lain meragukan, maka pendapatan dapat diakui atas dasar kas yang terkumpul.

 

04: Prosedur Pengakuan Pendapatan

Waktu dan kaidah pengakuan pendapatan di atas merupakan ketentuan pada level standar.

Agar standar pengakuan pendapatan baru dapat dilaksanakan di level perusahaan.

Maka kaidah tersebut harus dijabarkan secara teknis dan prosedural dalam bentuk kebijakan akuntansi perusahaan.

Kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau aktivitas internal apa yang dapat digunakan sebagai pemicu pencatatan ke dalam sistem akuntansi.

Sebagai contoh:

Bila ditentukan bahwa waktu penjualan digunakan sebagai dasar pengakuan pendapatan, atas dasar kegiatan mana dan bukti apa bagian akuntansi dapat mencatat atau membuat jurnal teori pendapatan dari penjualan tersebut.

 

Perhatikan gambar berikut ini:

Prosedur Pengakuan Pendapatan
Gambar: Ilustrasi Prosedur Pengakuan Pendapatan

Waktu penjualan dapat terjadi antara titik P dan T, di mana di dalamnya terdapat serangkaian aktivitas, yaitu:

  • order diterima dan disepakati
  • barang diproduksi dan siap dikirim
  • barang dikirim atau diserahkan ke perusahaan ekspedisi
  • faktur disiapkan dan dikirim
  • nota penerimaan barang diterima dari pembeli.

Dalam serangkaian langkah tersebut, aktivitas mana dapat memicu pencatatan penjualan (debit, kas/piutang dan kredit, penjualan)

Untuk perusahaan pada umumnya, selesainya pembuatan faktur bersamaan dengan pengiriman barang adalah waktu yang paling tepat dalam memberikan bukti untuk pencatatan penjualan.

Dalam kasus yang khusus, misalnya pada penjualan angsuran, tentunya diperlukan perlakuan khusus untuk menetapkan kapan penjualan sepenuhnya dapat dianggap telah terjadi.

Penentuan aktivitas yang memicu pencatatan diperlukan juga untuk waktu pengakuan yang lain.

Dan berikut ini saya sajikan aktivitas-aktivitas internal perusahaan sebagai pemicu dan bukti pengakuan pendapatan.

 

Aktivitas #1:

1: Kaidah Pengakuan:
  • Pada saat kontrak penjualan
2: Kegiatan internal yang terlibat:
  • Penandatanganan kontrak/ penerimaan uang muka (aktivitas internal/ produksi belum terjadi)
3: Kegiatan pemicu dan bukti pengakuan:
  • Pendapatan belum diakui. Surat kontrak dan penerimaan bukti setor bank sebagai dasar pencatatan uang muka.

 

Aktivitas #2:

1: Kaidah Pengakuan:
  • Selama proses secara bertahap ( sudah ada kontrak penjualan)
2: Kegiatan internal yang terlibat:
  • Penggunaan bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead
  • Pembayaran biaya administrasi dan pemasaran
  • Penagihan (billing)
  • Penyesuaian akhir tahun
3: Kegiatan pemicu dan bukti pengakuan:
  • Penyiapan dan pengiriman surat penagihan
  • Penyesuaian akhir tahun atas dasar catatan akumulasi biaya

 

Aktivitas #3:

1: Kaidah Pengakuan:
  • Pada saat produksi selesai (sudah ada kontrak penjualan/ order pembelian atau belum)
2: Kegiatan internal yang terlibat:
  • Pemindahan barang jadi dari pabrik ke gudang
  • Penyesuaian akhir tahun
3: Kegiatan pemicu dan bukti pengakuan:
  • Belum ada kontrak:
    • Penyerahan barang ke bagian gudang disertai nota penerimaan
    • Penyesuaian akhir tahun. Syarat cukup pasti terealisasi harus dipenuhi.
  • Sudah ada kontrak:
    • Penyerahan barang ke bagian gudang disertai nota penerimaan dan surat kontrak atau order pembelian (PO)

 

Aktivitas #4:

1: Kaidah Pengakuan:
  • Pada saat penjualan.
2: Kegiatan internal yang terlibat:
  • Penerimaan order pembelian (PO)
  • Penerimaan uang muka
  • Pengiriman barang langsung atau melalui ekspedisi
  • Penyiapan pengiriman faktur penjualan
  • Penerimaan nota terima barang dari pembeli.
3: Kegiatan pemicu dan bukti pengakuan:
  • Pengiriman barang disertai pengiriman faktur sesuai syarat
  • Penerimaan nota terima barang didukung faktur dan order pembelian/penjualan.

 

Aktivitas #5:

1: Kaidah Pengakuan:
  • Pada saat biaya terkumpul
2: Kegiatan internal yang terlibat:
  • Pengiriman surat tagihan angsuran
  • Penerimaan kas atau alat pembayaran lain
  • Penyesuaian akhir tahun
3: Kegiatan pemicu dan bukti pengakuan:
  • Penerimaan kas didukung oleh nota pembayaran (remittances advice), atau bukti transfer
  • Penyesuaian akhir tahun atas dasar catatan kas yang terkumpul sampai dengan akhir periode.

***

Pengertian penjualan yang dibahas ini adalah pengertian dari sisi ekonomi atau bisnis.

Pengertian yuridis penjualan adalah terjadinya peralihan hak milik atas barang.

Arti penting kriteria ini secara umum dapat diterima.

Akan tetapi peralihan hak milik adalah proses yang sangat teknis dan pelik sebagai dasar pencatatan akuntansi.

Konsep substansi di atas bentuk (substance over from) menyarankan agar pembukuan pendapatan sehari-hari tidak terlalu menenkankan pada aspek yuridis formal.

 

05: Penyajian Pendapatan

penyajian pendapatan

A: Prosedur Penyajian Pendapatan

Masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisahan antara pendapatan dan  keuntungan serta pemisahan berbagai sifat keuntungan menjadi pos biasa dan luar biasa. Selain itu, permasalahn menuangkannya dalam laporan laba rugi.

Secara garis besar kita bisa menyimpulkan bahwa untuk menyajikan pendapatan di income statement berpedoman pada standar akuntansi keuangan yang berlaku saat ini. Pendapatan disajikan di bagian paling atas dalam laporan keuangan, kemudian diikuti dengan beban pokok biaya.

Hasil pengurangan pendapatan dengan beban pokok biaya menghasilkan laba kotor.

Selengkapnya dapat dibaca dan dipelajari secara rinci dengan contoh-contohnya pada pembahasan Laporan Laba Rugi.

 

B: Video Teori Akuntansi Pendapatan

Dan untuk me-refresh materi pendapatan, saksikan video singkat berikut ini…

Bagaimana menurut Anda?

 

03: Kesimpulan 

Teori pendapatan menyangkut masalah definisi, pengakuan, waktu pengakuan, dan prosedur pengakuan.

Pendapatan dapat didefinisikan dari berbagai konsep. Dengan konsep aliran masuk, pendapatan adalah kenaikan aset. Dari konsep aliran keluar, pendapatan adalah penyerahan produk yang diukur atas dasar penghargaan produk tersebut.

Secara netral, pendapatan adalah produk perusahaan sebagai hasil dari upaya produktif. Pendapatan diukur dengan jumlah rupiah aset baru yang diterima dari pelanggan.

Pembedaan pendapatan dengan keuntungan adalah semata-mata ditujukan untuk kepentingan pengungkapan atas dasar sumber pendapatan, bukan untuk membedakan esensi keduanya sebagai pendapatan.

Operasi utama harus diartikan secara luas, maka pendapatan atau keuntungan yang berasal dari:

  1. aktivitas insidental,
  2. transfer non timbal balik,
  3. penahan aset, dan
  4. faktor lingkungan

tidak dengan sendirinya merupakan pos non operasi.

Untuk dapat diakui, pendapatan harus terealisasi dan terbentuk. Pendapatan terbentuk dengan terjadinya seluruh kegiatan perusahaan.

Pendapatan terealisasi dengan adanya perubahan bentuk produk menjadi kas atau aset lain melalui transaksi pertukaran.

Saat penjualan adalah waktu yang paling utama dan menjadi standar dalam pengakuan pendapatan, karena pada saat itu pendapatan telah terbentuk dan terealisasi.

Keberatan terhadap dasar penjualan dapat diatasi secara mudah dengan:

  • pencadangan biaya purna jual,
  • potongan tunai,
  • kembalian dan
  • kerugian piutang.

Untuk kebanyakan perusahaan, jumlah rupiah penjualan yang disepakati pelanggan merupakan pengukur pendapatan yang telah terealisasi dan yang paling obyektif.

Penjualan adalah produk akhir kegiatan operasi.

Oleh karena itu, sebagai ketentuan umum, penyerahan produk kepada konsumen dianggap sebagai aktivitas yang menandai pemindahan hak milik.

Peralihan hak milik adalah proses yang sangat pelik sebagai dasar pencatatan akuntansi.

Konsep dasar substansi di atas bentuk menyarankan agar prosedur akuntansi tidak terlalu menekankan pada aspek yuridis formal.

Penjualan harus diartikan secara ekonomi.

Dengan terjadinya penjualan berarti biaya produk telah berubah bentuk menjadi aset baru (kas atau piutang) yang sudah pasti jumlah rupiahnya.

Kaidah pengakuan pendapatan masih terlalu umum untuk diaplikasikan pada tingkat perusahaan.

Kaidah tersebut harus dijabarkan dalam bentuk kebijakan akuntansi atau prosedur akuntansi (accounting manual).

Tujuannya untuk menentukan aktivitas internal yang dapat dijadikan tanda atau pemicu pengakuan pendapatan.

Untuk penyajian pendapatan dalam laporan laba rugi, istilah operasi harus diinterpretasikan dalam arti yang cukup luas.

Sehingga pos yang sebenarnya masuk sebagai bagian dari operasi tidak dipisahkan menjadi pos yang luar biasa.

Istilah non operasi tidak deskriptif.

Pemisahan dan penyajian laba atau rugi sebagai pos operasi dan non operasi dapat memberi kesan yang keliru tentang operasi utama kalau pos non operasi tidak bersifat luar biasa.

Demikian yang dapat saya bagikan. Semoga bermanfaat.

Terima kasih.

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.