Cara Menghitung Harga Pokok Produk Bersama dan Produk Sampingan: Metode Terbaik untuk Anda

Pengolahan bahan baku dalam proses produksi dapat menghasilkan dua jenis produk atau lebih, berupa produk utama dan produk sampingan. Misalnya produk sampingan kelapa sawit berupa Palm Oil Mills Effluent (POME), Palm Kernel Meal (PKM) dan cangkang sawit.

Produk sampingan perusahaan penggilingan padi adalah menir, bekatul, dan dedak. Produk sampingan ayam pedaging berupa pupuk berasal dari titik-titik ayam. Perusahaan minyak mengolah minyak mentah menjadi bensin, oli, dan produk dari minyak yang lain. Lalu, bagaimana cara menghitung harga pokok produk bersama dan sampingan tersebut? Ayo ikuti pembahasannya beserta contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari berikut ini.

 

01: Produk Bersama dan Produk Gabungan

A: Pengertian Produk Bersama dan Produk Gabungan

Definisi produk bersama adalah dua produk atau lebih yang diproduksi secara serentak dengan serangkaian proses atau dengan proses gabungan.

Nilai jual (kuantitas kali harga jual per satuan) masing-masing produk bersama ini realtif sama. Sehingga tidak ada di antara produk-produk yang dihasilkan tersebut dianggap sebagai produk utama ataupun sampingan.

Definisi produk gabungan adalah dua produk atau lebih yang diproduksi pada waktu yang bersamaan, tapi tidak dari aktivitas pengolahan yang sama atau tidak berasal dari bahan baku yang sama.

Perhatikan contoh produk gabungan berikut ini:

Dalam perusahaan penggergajian kayu, pada saat yang sama, dari proses penggergajian dapat dihasilkan papan kayu kualitas nomor 1, kualitas nomor 2 dan sebagainya. Bahan baku dari papan kayu yang dihasilkan tersebut berasal dari batang kayu yang berbeda.

 

B: Karakteristik Produk Bersama dan Produk Gabungan

Produk bersama dan produk gabungan memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Produk bersama dan produk gabungan adalah tujuan utama aktivitas produksi.
  2. Harga jual produk bersama atau produk gabungan relatif tinggi bila dibandingkan dengan produk sampingan yang dihasilkan pada saat yang sama.
  3. Dalam mengolah produk bersama tertentu, produsen tidak dapat menghindarkan diri untuk menghasilkan semua jenis produk bersama, jika ia ingin memproduksi hanya salah satu di antara produk bersama tersebut. Sebagai contoh, dalam perusahaan dagang kalengan, setiap kali penyembelihan sapi, akan diperoleh daging, kulit, dan lemak. Jadi, kalau produsen hanya ingin mengolah daging saja, tidak bisa tidak, ia harus memanfaatkan kulitnya, misalnya dibuat makanan (krupuk rambak) atau dijual dalam bentuk kulit.

 

C: Pengertian Biaya Bersama dan Biaya Bergabung

Pengertian biaya bersama adalah biaya yang dikeluarkan sejak saat bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

Biaya bersama dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi berbagai macam produk yang dapat berupa produk bersama (joint product), produk sampingan (by-product) dan produk gabungan (co-product).

Lalu, apa yang dimaksud biaya bergabung?

Pengertian biaya begabung adalah biaya-biaya untuk memproduksi dua atau lebih produk yang terpisah (tidak diolah bersama) dengan fasilitas sama pada saat yang bersamaan.

Apa perbedaan antara biaya bersama dan bergabung? Perbedaan biaya bersama dan biaya bergabung adalah sebagai berikut:

A: Biaya Bersama

  • Biaya bersama tidak dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai macam produk yang dihasilkan.
  • Biaya bersama meliputi biaya bahan baku, biaya overhead pabrik dan biaya tenaga kerja langsung.
  • Dalam alokasi biaya bersama, dasar yang dipakai untuk alokasi tidak menggambarkan aliran biaya bersama tersebut ke dalam produk.

 

B: Biaya Bergabung

  • Biaya (cost) bergabung dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai produk yang terpisah tersebut atas dasar sebab akibat, atau dengan cara menelusuri jejak penggunaan fasilitas.
  • Biaya bergabung tidak meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
  • Ditinjau dari sudut alokasinya, dasar yang dipakai untuk mengalokasikan biaya bergabung harus menggambarkan aliran biaya tersebut dalam proses produksi atau pada produk.

 

D: Akuntansi Biaya Bersama

Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran produknya.

Karena masing-masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda-beda.

Manajemen perusahaan biasanya ingin mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama tersebut tergadap seluruh penghasilan perusahaan.

Karena dengan demikian mereka akan mengetahui dari beberapa macam produk bersama tersebut, jenis produk yang menguntungkan atau jenis produk yang perlu didorong pemasarannya.

Untuk itu, adalah perlu mengetahui seteliti mungkin bagian dari seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk bersama.

Sehingga masalah pokok akuntansi biaya harga pokok bersama adalah penentuan proporsi total biaya produksi yang dikeluarkan.

Sejak bahan baku diolah sampai dengan saat produk-produk dapat dipisahkan identitasnya.

Biaya bersama dapat dialokasikan pada tiap-tiap produk bersama dengan menggunakan salah satu dari empat metode berikut ini:

 

#1: Metode Nilai Jual Relatif

Metode ini banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama pada produk bersama. Dasar pikiran metode nilai jual realtif adalah harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut.

Jika salah satu produk terjual lebih tinggi daripada produk yang lain, hal ini karena biaya yang dikeluarkan untuk produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan produk yang lain.

Oleh karena itu, menurut metode nilai jual relatif adalah cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama yang dihasilkan.

 

#2: Metode Satuan Fisik

Metode satuan fisik mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode satuan fisik biaya bersama dialokasikan pada produk atas dasar koefesien fisik, yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk.

Koefesien fisik ini dinyatakan dalam satuan berat, volume atau ukuran yang lain, dengan demikian, metode ini menghendaki produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama.

Jika produk bersama mempunyai satuan ukuran yang berbeda, harus ditentukan koefesien ekuivalensi yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut menjadi satuan ukuran yang sama.

 

#3: Metode Rata-rata Biaya per Satuan

Metode rata-rata biaya persatuan hanya dapat digunakan bila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam satuan yang sama.

Pada umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama tapi mutunya berlainan. Dalam metode ini, harga pokok masing-masing produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas yang diproduksi.

Jalan pikiran yang mendasari pemakaian metode ini adalah karena semua produk dihasilkan dari proses yang sama, maka tidak mungkin biaya untuk memproduksi satu satuan produk berbeda satu sama lain.

 

#4: Metode Rata-rata Tertimbang

Jika dalam metode rata-rata biayaper satuan dasar yang dipakai dalam mengalokasikan biaya bersama adalah kuantitas produksi. Maka dalam metode rata-rata tertimbang, kuantitas produksi ini dikalikan dulu dengan angka penimbang dan hasil kalinya baru digunakan sebagai dasar alokasi.

Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk didasarkan pada:

  1. jumlah bahan yang dipakai
  2. sulitnya pembuatan produk
  3. waktu yang dikonsumsi
  4. pembedaan jenis tenaga kerja yang dipakai untuk tiap jenis produk yang dihasilkan.

Jika yang dipakai sebagai angka penimbang adalah harga jual produk, maka metode alokasinya disebut metode nilai jual relatif.

 

E:  Biaya Bersama dan Keputusam Manajemen

Dari apa yang telah diurakan di atas mengenai berbagai metode alokasi biaya bersama pada berbagai macam produk. Jelas tampak bahwa dasar yang dipakai untuk alokasi tidak menggambarkan aliran biaya bersama tersebut ke tiap jenis produk.

Oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa tujuan alokasi biaya bersama adalah untuk perhitungan laba. Tujuannya adalah agar dapat diketahui berapa kontribusi masing-masing produk bersama terhadap seluruh laba yang diperoleh perusahaan.

Harga pokok tiap-tiap produk bersama yang diperoleh dari proses alokasi tidak bermanfaat bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, bahkan terkadang bisa menyesatkan.

 

F: Contoh Perhitungan Harga Pokok Produk Bersama

Perhatikan contoh perhitungan harga pokok produk bersama berikut ini:

Perusahaan XYZ misalnya memproduksi dua jenis produk A dan B, dari satu proses produksi. Biaya bersama sebesar Rp 375.000 telah dialokasikan pada produk A dan B dengan metode rata-rata biaya per satuan seperti tabel berikut ini:

produk sampingan akuntansi biaya
Tabel: Alokasi Biaya Bersama dengan Metode Rata-rata Biaya Satuan

Jika semua produk yang dihasilkan tersebut terjual habis dengan harga:

  • Produk A = Rp 16.50 per kg
  • Produk B = Rp 14.50 per kg

Maka perhitungan laba rugi akan tampak seperti berikut ini:

produk sampingan dan produk gabungan
Tabel: Perhitungan Laba Produk Bersama

 

Analisis Hasil Perhitungan

Bila pihak manajemen perusahaan membaca perhitungan tersebut di atas dan salah dalam melakukan analisis, maka ia akan beranggapan bahwa produk B mengakibatkan kerugian Rp 5.000 tidak usah dilanjutkan produksinya. Padahal dalam pengolahan produk bersama, pada umumnya salah satu jenis produk tidak dapat dihindari produksinya.

Jadi misalnya, karena produk B mengakibatkan rugi Rp 5.000, dan kemudian tidak usah dijual, maka kerugian perusahaan tersebut menjadi sebesar:

= Rp 247.500 – Rp 375.000
= Rp 27.500

Karena proses produksi tetap menghasilkan jenis produk B. Seharusnya dalam hal ini manajemen melihat berapa kontribusi produk B dalam menghasilkan laba perusahaan.

Produk B memberikan kontribusi Rp 145.000 pada laba perusahaan, sehingga total biaya bersama Rp 375.000 dapat ditutup dan menghasilkan laba perusahaan secara keseluruhan sebesar Rp 17.500.

 

G: Hasil Keputusan Produksi

Harga pokok per satuan produk bersama juga tidak dapat dipakai sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam merumuskan apakah salah satu produk bersama tersebut perlu diolah lebih lanjut atau tidak.

Misalkan dari contoh perhitungan harga pokok produk bersama di atas, produk B dapat diolah lebih lanjut menjadi produk C dengan biaya tambahan sebesar Rp 3 per kg dan laku dijual dengan harga Rp 17,75 per kg.

Dalam pengambilan keputusan semacam ini informasi yang relevan hanyalah tambahan penghasilan dan tambahan biaya saja.

Jika manajemen membandingkan harga jual dan biaya per kg, maka akan diperoleh rugi sebesar Rp 0,25 per kg dari pengolahan lebih lanjut produk B tersebut, yaitu:

= Rp 17,75 – Rp 18
= Rp 0,25

Hal ini keliru, karena sebenarnya informasi yang relevan dalam hal ini adalah tambahan penghasilan dan tambahan biaya akibat pengolahan lebih lanjut produk B tersebut. Ternyata tambahan pendapatan lebih besar bila dibandingkan dengan tambahan biaya, yaitu:

= Rp 3,25 – Rp 3
= Rp 0,25

Menurut perhitungan terakhir ini, maka produk B dapat diolah lebih lanjut menjadi produk C. Tentu saja hal ini hanya merupakan salah satu pertimbangan.

Keputusan apakah suatu produk diolah lebih lanjut atau tidak ditentukan juga oleh pertimbangan-pertimbangan lain. Misalnya perusahaan tidak ingin memperluas usahanya ke arah pengolahan lebih lanjut produknya, karena tidak tersedianya tenaga kerja atau karena sulitnya memperoleh bahan baku tambahan.

 

02: Harga Pokok Produk Sampingan

industri pengolahan

A: Definisi Produk Sampingan Adalah?

Pengertian produk sampingan adalah satu produk atau lebih yang nilai jualnya relatif lebih rendah, yang diproduksi bersama dengan produk lain yang nilai jualnya lebih tinggi.

Apa perbedaan produk bersama dan sampingan?

Pada umumnya pembedaan antara produk bersama dengan sampingan didasarkan pada nilai jual relatifnya.

Jika nilai jual dari produk-produk yang dihasilkan relatif sama atau setidak-tidaknya material jumlahnya bila dibandingkan dengan seluruh pendapatan (revenue) perusahaan, maka produk-produk tersebut adalah produk bersama. Sebaliknya, jika nilai jual salah satu produk relatif kecil bila dibandingkan dengan total pendapatan perusahaan, maka produk tersebut adalah sampingan.

Pembedaan produk bersama dan sampingan atas dasar kriteria nilai jual tersebut memungkinkan produk yang ada pada suatu saat diperlukan sebagai produk sampingan. Di waktu yang lain bisa menjadi produk bersama dan sebaliknya.

 

B: Karakteristik Produk Sampingan

Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat tidaknya produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk utama (main product), yaitu:

1: Produk yang dapat dijual setelah terpisah dari produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.

2: Produk yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk utama.

Contoh produk sampingan yang tidak memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk utamanya terdapat dalam proses penggilingan padi. Produk sampingan berupa menir, bekatul, dedak dapat langsung dijual setelah terpisah dari beras.

 

C: Cara Menghitung Harga Pokok Produk Sampingan

Metode Penentuan Harga Pokok Produk Sampingan

Dalam pembahasan mengenai produk bersama telah dijelaskan tentang bagaimana mengalokasikan biaya bersama ke berbagai produk bersama. Dalam produk sampingan titik berat pembahasannya adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk tersebut.

Alokasi biaya bersama pada produk utama dan sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk utama. Meskipun demikian ada beberapa metode untuk mengalokasikan biaya bersama pada produk utama dan sampingan.

Metode akuntansi  biaya yang digunakan untuk memperlakukan produk sampingan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

Metode Akuntansi #1: non-cost methods

Metode-metode yang tidak mencoba menghitung harga pokok produk sampingan atau persediaannya. Tapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya produksi.

Metode ini bisa disebut metode-metode tanpa harga pokok (non-cost methods).

Metode Akuntansi #2: cost methods

Metode-metode yang mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk atas dasar biaya yang dialokasikan tersebut.

Metode ini dikenal dengan nama metode-metode harga pokok (cost methods).

Sekarang dijabarkan satu persatu ya…

 

03: Metode-metode Tanpa Harga Pokok (Non-Cost Methods)

Berikut ini beberapa metode perlakuan terhadap pendapatan penjualan produk sampingan:

 a). Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan di luar usaha.

Dalam metode ini, pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk dikurangi dengan penjualan retun dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Laba Rugi.

Rekening Pendapatan Penjualan Produk Sampingan dicantumkan dalam laporan laba rugi dalam kelompok penghasilan di luar usaha (other income).

Contoh bentuk Laporan Laba Rugi yang menghasilkan produk utama dan sampingan yang pendapatan penjualan produknya diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha disajikan seperti berikut ini:

Contoh Laporan Laba Rugi Produk Sampingan
Tabel: Penyajian Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Sebagai Penghasilan di Luar Usaha.

Metode ini tidak mencoba menentukan harga pokok produk sampingan. Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang:

  1. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
  2. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
  3. Saat terpisahnya produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga pokok produk pada produk utama tidak mengakibatkan perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.

 

Kelemahan dan Keberatan penggunaan metode tanpa harga pokok

Paling tidak ada 4 (empat) keberatan penggunaan metode pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendaptan di luar usaha, yaitu:

1: Penilaian Persediaan

Bila pada akhir periode akuntansi terdapat persediaan produk sampingan, maka timbul masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan.

Pada umumnya, terhadap persediaan akhir produk sampingan tidak diadakan penilaian sehingga hal ini mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama lebih besar. Bila metode ini digunakan maka nilai pasar persediaan produk tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai catatan kaki.

2: Perbandingan Pendapatan dan Biaya

Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam periode yang tepat. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat jurnal pencatatan. Jurnal pencatatan baru dilakukan pada saat dijual.

Apabila produksinya tidak dilakukan dalam periode akuntansi yang sama dengan saat terjadinya penjualan, maka akan mengakibatkan penghitungan penghasilan dan biaya yang tidak tepat.

3: Pengawasan Persediaan Produk Sampingan

Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal ini membuka kesempatan terjadinya penggelapan terhadap produk tersebut.

4: Laporan Penghasilan di luar Usaha

Meskipun nilai jual produk sampingan kecil, tapi kalau pendapatan penjualannya dilaporkan sebagai penghasilan di luar usaha, maka hal ini akan mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.

 

b). Pendapatan penjualan produk diperlukan sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.

Metode ini merupakan variasi metode pertama, di mana semua biaya produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (baik produk utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak diadakan alokasi biaya bersama seperti halnya dengan metode pertama.

Dari contoh di atas, pendapatan penjualan produk sampingan sebesar Rp 4.000 dicantumkan dalam laporan laba rugi di bawah pos pendapatan penjualan produk utama, sehingga pendapatan penjualan semua produk berjumlah Rp 104.000. Angka-angka lain dalam laporan tersebut tetap sama, kecuali jumlah laba bruto dan laba bersih usaha yang berbeda.

 

c). Pendapatan penjualan produk diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan (HPP)

Dalam metode ini pendaptan penjualan produk sampingan sebesar Rp 4.000 dikurangkan dari harga pokok penjualan sehingga menghasilkan laba bruto sebesar:

= Rp 100.000 – Rp 46.000 = Rp 54.000

Laba bersih sebelum pajak tetap sama sebesar Rp 24.000

 

d). Pendapatan penjualan produk diperlakukan sebagai pengurang total biaya produksi.

Pendapatan penjualan produk sampingan sebesar Rp 4.000 dikurangkan dari total biaya produksi Rp 60.000 sehingga biaya produksi turun menjadi:

= Rp 60.000 – Rp 4.000 = Rp 56.000

Hal ini menyebabkan biaya produksi per satuan turun menjadi:

= Rp 56.000 : Rp 30.000 = Rp 1,87

Sehingga harga pokok persediaan produk akhir turun menjadi Rp 9.350.

Pendapatan penjualan produk sampingan yang ditambahkan pada pendapatan penjualan produk utama, yang dicantumkan sebagai pendapatan lain-lain, yang dikurangkan dari harga pokok penjualan dan yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan produk setelah dikurangi dengan biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum.

 

e). Metode Nilai Pasar

Metode perlakuan produk sampingan ini pada dasarnya mirip dengan metode #d di atas.

Perbedaannya adalah jika pada metode #d yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar ini yang dikurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan.

Metode ini mencoba menaksir biaya produk sampingan dengan titik tolak dari nilai pasarnya.

Biaya taksiran produk sampingan pada saat terpisah ini, kemudian dikurangkan dari biaya bersama untuk mendapatkan biaya produk utama.

 

04: Metode Harga Pokok Produk Sampingan (Cost Methods)

Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Method)

Metode biaya ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong.

Harga pokok yang diperhitungkan dalam produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku di pasar.

Jumlah ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku, sehingga mengurangi biaya produksi produk utama.

Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan persediaan produk utama menjadi lebih rendah.

 

05: Video Pembelajaran Materi Cost Accounting

Untuk menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan kita tentang materi perhitungan harga produk gabungan, saya sajikan video dari Universitas Terbuka (UT) tentang perhitungan biaya produk bersama dan sampingan berikut ini:

 

06: Kesimpulan Tentang Harga Pokok Produk Bersama dan Sampingan

Untuk kepentingan penentuan penghasilan dan perhitungan harga pokok persediaan, biaya bersama perlu dialokasikan pada produk bersama. Empat metode alokasi biaya bersama pada produk bersama adalah:

1: Metode nilai jual relatif

2: Metode satuan fisik

3: Metode rata-rata biaya per satuan

4: Metode rata-rata tertimbang

Karena produk sampingan adalah produk yang mempunyai nilai jual relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk utamanya, maka ada dua kelompok metode perlakuan terhadap produk sampingan.

Kelompok metode pertama, tidak berusaha untuk mengalokasikan biaya bersama pada produk sampingan. Alasannya, karena rendahnya nilai jual produk sampingan tersebut. Kelompok metode kedua, berusaha untuk mengalokasikan biaya bersama pada produk sampingan.

Demikian yang dapat saya share tentang materi harga pokok produk bersama dan produk sampingan. Semoga bermanfaat dan terima kasih.*****

Note:
Boleh mengutip artikel ini, mohon disebutkan link sumbernya ya Mas dan Bro, agar tak ada pihak manapun yang dirugikan. Thanks.

Manajemen Keuangan Profil

Profesional lulusan ekonomi yang menekuni ERP (SAP), Accounting Software, Business Analyst dan berbagi pengalaman pekerjaan Finance & Accounting.