Selalu ada unsur ketidakpastian, selalu ada risiko investasi. Tidak ada jaminan bahwa arus kas yang kita harapkan benar-benar akan terealisir sesuai dengan harapan tersebut. Bahkan dalam teori manajemen keuangan disebutkan bahwa seseorang bisa menjadi lebih kaya dibandingkan dengan yang lain adalah karena ia bersedia menanggung risiko yang lebih besar.
Mereka yang bersedia menanggung risiko yang lebih besar mempunyai peluang yang lebih besar untuk menjadi lebih kaya (dan juga untuk menjadi lebih miskin). Masalahnya adalah bagaimana kita merumuskan risiko dalam investasi modal. Dan pada kesempatan ini kita akan membahas risiko investasi dalam bentuk ketidak-pastian arus kas. Mari dimulai pembahasannya berikut ini.
Risiko Investasi dalam Ketidak-pastian Arus Kas
A: Pengertian Risiko Ketidakpastian Cash Flow Adalah?
Metode risiko ketidakpastian cash flow adalah mengukur risiko dalam bentuk ketidak-pastian arus kas.
Pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran bahwa semakin tidak pasti arus kas suatu investasi, semakin berisiko investasi tersebut, dengan demikian analisis akan dipusatkan pada arus kas.
Dengan memperkirakan distribusi arus kas (cash flow) tersebut, maka pertanyaannya adalah:
- Bagaimana probabilitas suatu proyek akan menghasilkan NPV negatif?
- Bagaimana kita bisa memperkirakan ketidak-pastian arus kas?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah beberapa pertanyaan yang akan dicari solusi dan dijawab oleh metode ini.
B: Metode Ketidakpastian Arus Kas (Cash Flow)
Rumus Perhitungan
Bila kita pasti akan menerima sejumlah uang tertentu di masa yang akan datang, kita akan mengatakan bahwa penerimaan tersebut mempunyai sifat pasti (certainty). Karena itu, investasi yang mempunyai karakteristik seperti itu dikatakan bersifat bebas risiko, sayangnya sebagian besar (kalau tidak seluruhnya) investasi pada aktiva riil, antara lain:
- membangun pabrik,
- meluncurkan produk baru,
- membuka usaha dagang baru, dsb
Tiga contoh investasi riil itu merupakan investasi yang mempunyai unsur ketidakpastian atau mempunyai unsur risiko.
1: Rumus Nilai Diharapkan
Jika kita berbicara tentang masa yang akan datang, dan ada unsur ketidakpastian, maka kita hanya bisa mengatakan tentang nilai yang diharapkan (expected value), sedangkan kemungkinan menyimpang dari nilai yang diharapkan diukur dengan deviasi standar. Secara formal kedua parameter tersebut bisa dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan:
- E(V) adalah nilai yang diharapkan
- V = nilai pada distribusi ke –i (i=1… n)
- P = Probabilitas ke i
2: Rumus Deviasi Standar
Perhatikan rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar berikut ini:
Keterangan:
σ = Deviasi Standar nilai tersebut
Contoh Aplikasi Metode Ketidakpastian Cash Flow
Perhatikan contoh penerapan rumus deviasi di atas untuk menilai risiko bisnis. Misalkan ada dua proyek, A dan B yang mempunyai usia ekonomis hanya tahun. Karakterisitik arus kas untuk kedua proyek tersebut adalah sebagai berikut:

Dari data-data yang disajikan pada tabel probabilitas dan cash flow di atas, maka dengan menggunakan rumus perhitungan nilai yang diharapkan dan deviasi standar, maka dapat dihitung:
Nilai yang diharapkan:
- E(VA) = Rp 5.000
- E(VB) = Rp 5.000
Nilai deviasi standar:
- σA = 1.095
- σB = 894
Dari hasil perhitungan di atas, maka kita bisa memutuskan bahwa investasi A dinilai lebih berisiko dibandingkan investasi B.
Coefficient of Variation
Bila E(V) dari kedua investasi tersebut tidak sama, maka penggunaan sebagai indikator risiko menjadi sulit dilakukan. Untuk itu kemudian digunakan coefficient of variation, yang merupakan perbandingan antara deviasi standar dengan nilai yang diharapkan.
Perhatikan contoh perhitungan coefficient of variation berikut ini:
Misalkan kita mempunyai informasi sebagai berikut:

Mereka yang menggunakan coefficient of variation mengatakan bahwa proyek C lebih berisiko dibandingkan dengan D, karena coefficient of variation lebih besar.
C: Metode Operating Risk dan Ketidakpastian Arus Kas
1: Operating Leverage
Apa yang menyebabkan suatu perusahaan mempunyai ketidakpastian arus kas yang lebih besar dari perusahaan lain?
Bila faktor pendanaan kita pegang konstan, artinya perusahaan menggunakan struktur pendanaan yang sama, atau menggunakan modal sendiri seluruhnya.
Perusahaan yang mempunyai operating risk (risiko operasi) yang tinggi berarti bahwa laba operasi (yang menjadi sumber kas masuk) sangat peka terhadap perubahan penjualan.
Dengan kata lain, perubahan penjualan yang kecil akan mempengaruhi laba operasi cukup besar. Mengapa bisa demikian?
Penyebabnya adalah faktor operating leverage. Operating leverage menunjukkan penggunaan aktiva yang menimbulkan biaya tetap (fixed cost).
2: Titik Impas (Break Even Point/BEP)
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun aktivitas perusahaan berubah.
Untuk memudahkan analisis, seringkali perubahan biaya variabel ini dianggap proporsional. Contoh biaya tetap adalah gaji para pimpinan, dan beban penyusutan, sedangkan contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, dan komisi penjualan.
Pemikiran yang digunakan adalah bahwa biaya-biaya yang ditanggung oleh perusahaan bisa dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Dengan menggunakan 3 asumsi berikut:
- Biaya variabel per unit konstan
- Harga jual per unit konstan
- Biaya tetap total konstan sepanjang kapasitas produksi
Maka keadaan tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:

Perhatikan grafik analisa biaya:
Kita bisa lihat bahwa pada suatu titik tertentu akan terdapat situasi di mana penghasilan sama dengan total biaya (di sini biaya-biaya adalah biaya operasi, tidak termasuk biaya karena menggunakan utang). Pada jumlah produksi dan penjualan itulah dikatakan bahwa perusahaan berada dalam keadaan impas (break even point).
Bagaimana cara memperoleh/menghitung titik impas (break even point) tersebut?
Bila:
V = Biaya variabel per unit
FC = Biaya tetap total (artinya bukan per unit)
P = Harga jual per unit
Q = Unit yang dihasilkan dan dijual
R = Penghasilan yang diterima dari penjualan
TC = Biaya total, yaitu biaya tetap total plus biaya variabel total.
Maka titik impas tercapai pada saat R = TC, ini berarti bahwa:
PQ = FC + VQ
FC = PQ – VQ
FC = Q (P-V)
Q = FC : (P-V)
3: Contoh Soal Break Even Point (BEP)
Untuk menjelaskan konsep break even point tersebut, perhatikan contoh berikut:
Misalkan PT ANNI mempunyai karakteristik biaya dan penghasilan sebagai berikut:
- Penjualan diperkirakan bisa mencapai 1.000 unit dalam satu tahun
- Harga jual Rp 1.000 per unit
- Biaya tetap selama satu tahun sebesar Rp 300.000
- Biaya variabel Rp 500 per unit
Berapa laba operasi yang diharapkan pada penjualan sebesar 1.000 unit?
“Laba operasi = Penghasilan – Total Biaya”
= (1.000 X Rp 1.000) – [Rp 300.000 + (1.000 X Rp 500)]
= Rp 1.000.000 – Rp 800.000
= Rp 200.000
Perusahaan yang lain, PT Parakan Canggah, juga mengharapkan:
- Mampu menjual 1.000 unit dalam satu tahun
- Harga jual Rp 1.000 per unit
- Biaya tetap perusahaan Rp 500.000 per tahun
- Biaya variabel Rp 300 per unit.
Bila kita hitung laba usaha operasi pada penjualan sebesar Rp 1.000 unit, maka kita akan memperoleh angka yang sama dengan PT ANNI, yaitu Rp 200.000. Meskipun demikian, jika kita hitung titik impas (BEP) kedua perusahaan tersebut, kita akan memperoleh hasil yang berbeda.
Contoh Perhitungan
Perhatikan perhitungan berikut:
Untuk PT ANNI:
Q = 300.000 : (1.000 – 500)
= 600 unit
Untuk PT Parakan Canggah:
Q = 500.000 : (1.000 – 300)
= 714 unit
Kita lihat bahwa titik impas PT Parakan Canggah lebih besar bila dibandaingkan dengan PT ANNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko PT Parakan Canggah lebih besar dari pada PT ANNI.
Untuk melihat ketidak-pastian arus kas, kita bisa melakukan analisis terhadap laba operasi perusahaan. Laba operasi memang tidak sama dengan arus kas. Meskipun demikian perusahaan yang mempunyai laba operasi yang besar akan mempunyai arus kas yang besar pula.
4: Analisis Risiko Investasi
Perhatikan analisis risiko investasi berikut ini:
Misalkan penjualan menurun sebesar 10%. Apa yang terjadi terhadap laba operasi kedua perusahaan tersebut.
Perhatikan tabel perhitungan berikut ini:

Dari tabel di atas kita bisa melihat bahwa penurunan laba operasi untuk PT Parakan Canggah lebih besar dari PT ANNI.
Rasio antara penurunan laba operasi dengan penurunan penurunan penjualan disebut sebagai degree of operating leverage. Dalam contoh ini, degree of operating leverage PT Parakan Canggah LEBIH BESAR dari pada degree of operating leverage PT Anna.
Hal ini menunjukkan bahwa arus kas PT Parakan Canggah lebih tidak pasti.
***
Secara MUDAH akan dikatakan bahwa perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan mempunyai risiko yang tinggi pula.
PT Parakan Canggah mempunyai operating leverage yang tinggi karena proporsi biaya tetapnya lebih besar bila dibandingkan dengan PT ANNI.
Bagaimana cara menghitung degree of operating leverage?
Untuk menghitung degree of operating leverage pada tingkat penjualan tertentu, rumus persamaan berikut ini bisa dipergunakan:
degree of operating leverage pada X unit = X (P-V) : X (P-V) – FC
Paradox
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa risiko tersebut mempunyai dua sisi. Artinya, kalau terjadi KENAIKAN penjualan, maka penambahan nilai profitabilitas PT Parakan Canggah juga lebih besar.
Kita tidak mengatakan bahwa perusahaan yang berisiko lebih besar adalah perusahaan yang lebih jelek. Perusahaan yang berisiko lebih besar berarti bahwa arus kasnya lebih tidak pasti.
Kemungkinan menyimpang dari yang diharapkan adalah lebih besar, meskipun demikian perlu diingat bahwa penyimpangan tersebut bisa menjadi lebih kecil ataupun lebih besar.
Artikel yang keren. terima kasih
Terima kasih